Begitu pula karya sutradara film beken Steven Spielberg, Jurassic Park, yang dianggap sebagai karya imajinasi kreatif di luar batas nalar. Telur dinosaurus yang sudah berusia berjuta tahun berhasil ditetaskan dengan teknik rekayasa genetika. Sesuatu yang mustahil terjadi, namun mengundang decak kagum penonton awam. Belum lagi kisah seorang arkeolog konyol dalam film Indiana Jones. Serial kisah itu sangat disukai di banyak negara.
Memang karya-karya tersebut cukup menaikkan derajat dunia arkeologi kepada masyarakat. Â Sayang dalam keadaan sesungguhnya, arkeologi bukanlah hal yang populer. Ilmunya sering kali dijauhi, baik oleh masyarakat maupun oleh pemerintah. Ini terlihat dari anggaran tahunan yang diterima jauh dari mencukupi.
Justru benda-benda arkeologi yang gencar diburu karena memiliki nilai komersial atau investasi tinggi. Apalagi kolektor barang antik semakin tumbuh subur, seiring semakin tingginya status sosial mereka. Banyaknya pemalsuan arca di Museum Radya Pustaka beberapa waktu lalu, jelas menunjukkan bahwa nilai benda-benda kuno amat fantastis. Semakin banyaknya barang yang ditawarkan balai-balai lelang internasional, memberi gambaran bahwa bisnis benda-benda kuno selalu menggeliat.
Tergusur
Tergusurnya situs-situs arkeologi merupakan konsekuensi logis dari pertumbuhan ekonomi dan penguasaan kapital oleh segelintir orang yang didukung oleh aparat-aparat di birokrasi pemerintahan. Maka perjuangan arkeologi sering kali berbenturan dengan penguasa, pengusaha, atau kepentingan kelompok tertentu di tengah derasnya laju pembangunan fisik. Contohnya seperti yang diungkapkan tadi, banyak pihak dengan ‘leluasa’ berhasil merobohkan bangunan-bangunan kuno dan merusakkan situs-situs arkeologi tanpa merasa bersalah.
Jumlah tinggalan arkeologi semakin meningkat setiap tahunnya karena selalu saja ada penemuan baru, baik penemuan yang disengaja maupun penemuan tidak disengaja. Untuk itu tentu saja perlu partisipasi banyak pihak dalam menghadapi perubahan zaman yang semakin cepat. Â
Banyaknya LSM atau organisasi nirlaba yang mengusung nama warisan budaya masa lampau, seperti Badan Pelestari atau Indonesian Heritage,sebenarnya menunjukkan bahwa masih ada segelintir orang yang mau peduli pada masa lalunya. Kita harapkan kehadiran organisasi nirlaba demikian bukanlah pekerjaan yang sia-sia. Banyak visi dan misi yang mereka sampaikan mudah-mudahan bisa memberikan sumbangsih kepada negara dan bangsa.
Negeri kita banyak mewarisi situs dan artefak purbakala dari berbagai daerah dan masa dengan cirinya masing-masing. Ditambah kandungan di dalam tanah yang belum terjamah oleh ekskavasi arkeologi. Semuanya merupakan aset yang sangat berharga yang tidak mungkin dikonversikan dengan uang. Siapa lagi yang akan memberdayakannya selain kita sebagai generasi muda, generasi penerus bangsa?
Seyogyanya kita belajar dari bangsa lain, seperti Prancis, yang dikenal sebagai bangsa yang mengagung-agungkan masa lampaunya. Sejak lama anggaran penelitian arkeologi di Prancis, setara besarnya dengan anggaran bidang-bidang lainnya. Anggaran terbesar dipakai untuk mengorek sejarah nenek moyang mereka, apakah benar manusia purba Cro-magnon ataukah bukan. Bahkan apakah ada hubungannya dengan Pithecanthropus asal Indonesia.
Penelitian arkeologi yang mereka lakukan bukan hanya berlangsung di negaranya sendiri, tetapi sudah meluas ke Timur Jauh lewat sebuah lembaga penelitian EFEO (Lembaga Penelitian Prancis untuk Timur Jauh). Sampai-sampai penelitian arkeologi di Indonesia pun dibiayai lembaga tersebut. Â Â