Mohon tunggu...
Djulianto Susantio
Djulianto Susantio Mohon Tunggu... Freelancer - Arkeolog mandiri, senang menulis arkeologi, museum, sejarah, astrologi, palmistri, olahraga, numismatik, dan filateli.

Arkeotainmen, museotainmen, astrotainmen, dan sportainmen. Memiliki blog pribadi https://hurahura.wordpress.com (tentang arkeologi) dan https://museumku.wordpress.com (tentang museum)

Selanjutnya

Tutup

Vox Pop Pilihan

Wajah Awal Patung Arjunawijaya

23 Agustus 2016   15:47 Diperbarui: 24 Agustus 2016   17:38 260
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Prasasti peresmian Patung Arjunawijaya, 1987

Sejak lama Jakarta mendapat julukan ‘Kota Patung dan Monumen’. Dibandingkan kota-kota lain di seluruh Indonesia, patung dan monumen di Jakarta memang lebih banyak jumlahnya. Salah satu patung yang sering kali mendapat perhatian masyarakat, terutama para wisatawan, adalah patung Arjunawijaya. Masyarakat awam lebih mengenal patung ini sebagai Patung Kuda.

Patung Arjunawijaya populer karena letaknya di jalan utama Kota Jakarta, yakni antara Jalan M. H. Thamrin - Jalan Medan Merdeka Barat - Jalan Medan Merdeka Selatan. Lokasinya pun tidak jauh dari Monumen Nasional (Monas), istana presiden, dan istana wakil presiden.  

Pembuat patung adalah seniman terbaik negeri ini, I Nyoman Nuarta. Peresmiannya dilakukan oleh Presiden Soeharto pada 16 Agustus 1987 sebagai hadiah Gubernur DKI Jakarta kepada warga DKI yang juga bertepatan dengan HUT Kemerdekaan RI ke-42.

Filosofi
Patung ini merupakan salah satu gambaran episode epik besar Mahabharatayuddha, sebuah peperangan dahsyat antara dua keluarga keturunan Bharata di Padang Kuruksetra. Dalam penggambarannya, dibuat delapan patung kuda yang menarik kereta perang. Di atasnya terdapat dua pria, satu sebagai sais yang lain sebagai ksatria. Sang Sais adalah Prabu Kresna, Raja Dwarawati, terlihat dari mahkota raja yang dipakainya. Sedangkan yang memegang busur panah dan bersanggul sepit udang adalah Arjuna, salah satu dari Pandawa Lima.

Prasasti peresmian Patung Arjunawijaya, 1987
Prasasti peresmian Patung Arjunawijaya, 1987
Dalam kisah klasik itu, Kresna ditunjuk oleh Arjuna sebagai sais dalam pertempuran melawan kakaknya Adipati Karna. Patung berdimensi panjang 23 meter dengan ketinggian sekitar 5 meter dan berbobot 3.600 ton ini ada yang mengartikan sebagai Arjuna Sasrabahu, salah satu titisan dewa Wisnu, yang melawan Rahwana.

Terdapat filosofi mendalam yang tersirat dari patung ini. Jumlah patung kuda menggambarkan Astabratha (asta = delapan, bratha = perilaku), yakni delapan pedoman kepemimpinan pada masa lampau. Filosofi ini diambil dari kitab Hindu. 

Astabratha menjadi pedoman para raja di Nusantara waktu itu. Intinya adalah sebagai berikut :

  1. Matahari atau Surya: Pemimpin harus mampu memberi semangat dan kehidupan bagi rakyatnya,
  2. Bulan atau Candra: Pemimpin harus mampu memberi penerangan dan dapat membimbing rakyatnya yang berada dalam kegelapan,
  3. Bumi atau Pertiwi: Seorang pemimpin hendaknya berwatak jujur, teguh dan murah hati, senang beramal dan senantiasa berusaha untuk tidak mengecewakan kepercayaan rakyatnya,
  4. Angin atau Bayu: Pemimpin harus dekat dengan rakyat, tanpa membedakan derajat dan martabatnya, bisa mengetahui keadaan dan keinginan rakyatnya, mampu memahami dan menyerap aspirasi rakyat,
  5. Hujan atau Indra: Pemimpin harus berwibawa dan mampu mengayomi dan memberikan kehidupan seperti hujan yang turun menyuburkan tanah,
  6. Samudera atau Baruna: Pemimpin harus memiliki pengetahuan luas sebagaimana luasnya samudera,
  7. Api atau Agni: Pemimpin hendaknya tegas dan berani menegakkan kebenaran dan keadilan,
  8. Bintang: Pemimpin harus dapat berfungsi sebagai contoh atau tauladan dan panutan bagi masyarakat.

Astabratha pertama kali dikenal dalam kitab kuno Ramayana. Kitab itu ditulis dalam Bahasa Sansekerta, namun kemudian dibuat dalam versi Jawa Kuno. Konsep astabratha Jawa menilai seorang pemimpin antara lain harus memiliki sifat ambek adil paramarta atau watak adil merata tanpa pilih kasih.

Patung Arjunawijaya setelah renovasi
Patung Arjunawijaya setelah renovasi
Dalam konsep Hindu, astabratha dikaitkan dengan sifat para dewa sekaligus gejala alam. Dikatakan, di dalam diri seorang raja harus berpadu sifat delapan dewa, yakni Indra, Yama, Surya, Soma, Wayu, Kuwera, Waruna, dan Agni. Raja demikianlah yang diyakini mampu berlaku adil, bijaksana, berwibawa, dan welas asih terhadap rakyatnya.

Sebagai Indra (Dewa Hujan), diharapkan raja akan menghujankan anugerah kepada rakyatnya. Lewat hujan, yang diidentikkan dengan air, raja diharapkan menumpahkan rezeki sehingga rezeki tersebut selalu mengalir dinamis ibarat air.

Sebagai Yama (Dewa Maut), disyaratkan raja harus menghukum para pencuri dan penjahat.  Dengan demikian kerajaan menjadi tenteram.

Sebagai Surya (Dewa Matahari), diharapkan raja menarik pajak dari rakyatnya sedikit demi sedikit, seperti halnya matahari menguapkan air di bumi sedikit demi sedikit, sehingga tidak memberatkan.  

Sebagai Soma (Dewa Bulan), raja harus membuat bahagia seluruh rakyatnya dengan senyumannya yang bagaikan amerta (air suci). Disyaratkan, tindak tanduk raja tidak “memabukkan” rakyatnya dan mampu mengubah sesuatu yang jelek menjadi baik sebagaimana air amerta itu.  

Sebagai Wayu (Dewa Angin), raja harus mampu menyusup ke tempat-tempat tersembunyi. Artinya raja harus senantiasa mengetahui hal-ikhwal rakyatnya dan semua gejolak di berbagai lapisan masyarakat.  

Sebagai Kuwera (Dewa Kekayaan), disyaratkan raja menikmati kekayaan duniawi, bukan kekayaan materi.  

Sebagai Waruna (Dewa Laut) yang bersenjatakan jerat, raja harus menjerat semua penjahat.  

Sebagai Agni (Dewa Api), raja harus membasmi semua musuhnya dengan segera. Yang termasuk musuh raja adalah pencuri dan penjahat, ketakutan, kelicikan, keragu-raguan, dan segala hal yang menghambat dinamika kehidupan bernegara.

Patung Arjunawijaya setelah renovasi
Patung Arjunawijaya setelah renovasi
Ikon
Di sebelah selatan patung tersebut terdapat prasasti yang berbunyi: Kuhantarkan kau, melanjutkan perjuangan, mengisi kemerdekaan dengan pembangunan yang tiada mengenal akhir”. Ketika pertama kali dibuat, patung ini berwarna kekuning-kuningan karena terbuat dari polyester resin celcoat. Total biaya pembuatan sekitar Rp 300 juta. Pada 2003 patung ini direnovasi dengan biaya sekitar Rp 4 miliar. Pembiayaannya dibantu perusahaan swasta. Saat ini warna patung berubah menjadi coklat.

Sebenarnya buat yang tahu, nama Arjunawijaya terkesan salah kaprah. Mungkin konotasinya benar karena Arjunawijaya berarti ‘kemenangan Arjuna’. Namun para ilmuwan mengenal Arjunawijaya sebagai naskah berbahasa Jawa kuno yang digubah oleh Mpu Tantular pada masa Majapahit. Isinya adalah mengenai peperangan Dasamukha melawan Arjuna Sasrabahu.

Patung ini dilengkapi air mancur dan air terjun. Juga dilengkapi beberapa lampu sorot. Pada siang hari patung ini banyak didatangi pengunjung untuk pengambilan foto. Demikian pula pada malam hari.***

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Vox Pop Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun