Kompasianer yang berusia sekitar 50 tahun, pasti ingat beberapa pajak yang pernah diberlakukan di Indonesia. Mulai 1950-an dikenal pajak sepeda dan pajak radio. Pada 1960-an dikenal lagi pajak televisi dan pajak becak. Mohon maaf, tahun pastinya saya lupa. Nah, pajak-pajak ini sekarang telah hilang ditelan modernisasi.
Saya coba cari-cari literatur di internet. Yang ketemu tentang pajak radio. Dikatakan pajak radio diatur dalam Undang-undang Nomor 12 Tahun 1947 tentang penetapan pajak radio atas semua pesawat penerima radio. Selanjutnya dikatakan, pemerintah menimbang bahwa berhubung dengan keadaan luar biasa untuk sementara waktu, perlu diadakan pajak atas pesawat penerimaan radio. Besar pajak ditetapkan Rp5 sebulan. Ketika itu di Indonesia ada sekitar 37.000 buah.
Keluarga saya punya beberapa “Surat Bukti Pembajaran Padjak Radio”. Saya amati, radio tersebut mulai dipakai pada 9 Mei 1957. Besar pajak radio masih Rp5 sebulan. Baru pada 1960 besar iuran naik menjadi Rp7,50. Meskipun kurang lengkap, pada tahun-tahun berikutnya besar iuran tetap Rp7,50 sebulan. Nah, pada lembaran 1967 terlihat tarif menjadi Rp30 sebulan dan pada 1968 Rp60 sebulan. Besar iuran pada 1974 dan 1975 adalah Rp150 sebulan.
Melacak pajak televisi mungkin lebih mudah. Ketika Indonesia menjadi tuan rumah Asian Games 1962, berdiri stasiun Televisi Republik Indonesia (TVRI). Pajak televisi baru diberlakukan pada 1963 berdasarkan keputusan Presiden RI Nomor 218. Besar sumbangan iuran adalah Rp300 sebulan. Seperti halnya pajak radio, pajak televisi juga dibayarkan melalui kantor pos terdekat. Ketika itu baru dikenal pesawat televisi hitam putih. Meskipun begitu, televisi masih merupakan barang mewah. Tidak semua keluarga memiliki pesawat televisi di rumah.
Namun ternyata masih banyak warga yang enggan membayar iuran televisi. Razia kerap dilakukan aparat berwenang untuk menagih pajak. Kucing-kucingan pun dilakukan warga. Ada yang mengecilkan suara televisinya karena takut terdengar aparat ketika razia berlangsung. Ada yang menyembunyikan antena di bawah genteng. Pokoknya berbagai cara deh supaya nggak bayar iuran. Alasan utama enggan bayar iuran, letak kantor pos cukup jauh.
Perlu diketahui, pada awal siaran, TVRI menggantungkan hidup pada iklan. Sejak munculnya lima stasiun televisi swasta, yakni RCTI, SCTV, TPI, Indosiar, dan Anteve, Yayasan TVRI tidak memungut iuran bulanan lagi. Siaran TVRI pun tidak memasukkan iklan. Pemasukan TVRI berasal dari kompensasi kelima stasiun televisi swasta yang memang tergantung dari iklan. Kemungkinan sejak 1996 tidak ada lagi iuran televisi.
Di Bandung, sebagaimana foto terlampir, pada 1998 iuran televisi masih berlaku. Bisa saja terjadi, lain kota lain aturan atau hal ini untuk membiayai stasiun televisi lokal.
Mudah-mudahan wawasan atau pengetahuan Kompasianer bisa bertambah yah lewat koleksi surat bukti pembayaran pajak radio dan televisi yang saya miliki.***
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H