Kita udah resesi atau belum sih? Setau gue, resesi itu adalah kalau pertumbuhan ekonomi sangat kecil, nol atau minus. Artinya, gue kerja banting tulang-jemur kulit, tapi penghasilan ga bisa nutupin kebutuhan hidup gue, bukan karena boros ya, tapi mungkin karena harga tiba-tiba naik atau penghasilan dipotong atau bahkan gue kehilangan pekerjaan. Dan kalau kelamaan, kondisi resesinya berubah jadi depresi. Jadi, kita sudah resesi belum nih?
Belakangan ini gue sering denger orang-orang ngomongin soal resesi, ada yang bilang kita sudah resesi karena udah banyak banget orang kehilangan pekerjaan, ada yang bilang belum resesi karena masih banyak pelaku usaha masih bisa bertahan dan mendapatkan penghasilan yang cukup, dan ada yang bilang kita di gerbang menuju resesi karena kondisi ekonomi kita mulai menurun. Bingung, jadi udah resesi belum sih?
Kalau betul resesi atau sudah kejadian tanpa kita sadari; cuma satu yang gue tanamin untuk diri sendiri bahwa gue mesti survive, but how? If the worst come to happen, yaitu kehilangan pekerjaan, gue harus ngapain untuk tetap bisa menghidupi keluarga? Lalu seperti biasa, gue coba untuk running beberapa skenario di kepala gue dan tetap aja gue ga bisa nemuin cara yang pasti untuk bisa menghasilkan, semua ide masih sebuah “kalau” dan trial & error.
I realized, bahwa tidak ada sebuah kepastian dalam berusaha, semangat boleh ada dan ide brilian biasanya muncul tiba-tiba, tapi setelah beberapa kali dipikirin lagi, pasti ada aja ide-ide tersebut yang mentok dan semangat turun lagi.
Then I thinked again, and come out with this thought, what if this time I’m not alone? Gimana kalau yang kali ini kita coba untuk survive sama-sama, ga cuma mikir diri sendiri? Otomatis the more the merrier dan teorinya adalah beban akan berkurang kalau gue ga sendirian, tapi dibantu temen-temen, bahkan orang lain yang punya semangat dan tujuan yang sama.
Ahli ekonomi bilang supaya bisa survive melewati sebuah resesi, roda ekonomi harus tetap berputar artinya harus ada pergerakan uang alias belanja. Tapi menurut gue, ga semua belanja bisa berkontribusi, tergantung jenis belanja, barang belanjaan dan merk produknya kali ya.
Contoh, kalau gue belanja gadget brand tertentu, apa iya memberikan dampak langsung terhadap perekonomian, jika dibandingkan dengan gue belanja makanan yang dijual temen gue? Yang pasti dua-duanya akan punya andil membuat ekonomi bergerak, the question is mana yang lebih direct dampaknya?
For me personally, gue akan beli produk makanan temen gue, karena hasil penjualan tersebut masuk langsung ke kantong temen gue, either utk survive atau hobby masak atau any other reason which I don’t really know, tapi tetap aja this will create a more direct impact to economy (at the lowest level).
And then, yang gue sadari juga adalah temen gue beli bahan-bahan makanannya dari pasar dan warung sekitarnya yang berarti gue secara tidak langsung memberikan impact terhadap orang-orang tersebut dengan gue beli produk temen gue. Ditambah lagi, makanan yang gue beli diantar ke rumah oleh ojol. Well, at least I know saat gue nikmatin belanjaan itu, gue sekaligus memberikan indirect impact to others as well.
Di sisi lain, gue juga berharap, If I have to be in the same position as temen gue, dia akan melakukan hal yang sama untuk mendukung gue, sehingga gue dan dia bisa sama-sama bertahan, mudah-mudahan aja bisa majus ama-sama nantinya.
Coba bayangin, what if hal ini dilakukan oleh segitu banyaknya orang Indonesia? Mungkin impactnya akan jadi so significant? But I don’t know, im no expert, just a simple logic from my 2cents opinion, but definitely this is what we called ekonomi kerakyatan.
Yang pasti, belakangan ini, gue liat dan ngeh kalau banyak temen-temen yang mulai jualan makanan dari rumah. Mungkin karena pandemic atau surviving atau hanya hobby, tapi yang pasti gue setuju banget atas hal ini, karena tiap rumah itu punya resep jagoan yang beda-beda dan belum tentu ada di tempat lain, on the other side, kalau kapasitas produksi masih terbatas, ga perlu khawatir, gimana pun juga barang yang limited edition adalah yang kualitas dan harganya paling manteb.
That’s how I see the home industry, at least, from my point of view. Jadi kalau emang tujuannya survive, kenapa ga kita balikin lagi untuk #UsahaDariRumahAja which is the smallest scope of economy, simplenya, ya balik lagi ke rumah masing-masing. Selama masih ada semangatnya, produk yang berkualitas dengan harga yang baik, somehow gue punya keyakinan bahwa setiap rumah bisa menghasilkan.
Tapi, to make it work, ada penjual harus ada pembeli, di sinilah customer berperan penting untuk berkontribusi terhadap hidup orang lain (secara langsung maupun tidak langsung). Saat seorang customer membeli produk makanan rumahan, as I explained earlier, tanpa dia sadari, dia sudah membantu orang lain.
So, masa sih bisa spending banyak untuk brand-brand atau trend di luar sana tapi untuk makanan, apalagi yang memberikan impact social (bantu temen gue sendiri), gue harus complain soal harga? Bukan berarti juga temen gue akan ngasih harga gila-gilaan, tapi yang pasti, ada harga ada rupa dan rasa. If you realized this, then your soul shall be content. Gimanapun juga di dalam kitab suci agama manapun, bunyinya sama, dimana kita harus saling tolong-menolong dan membantu satu sama lain, dan kita mulai dari lingkungan terkecil yang ada dulu.
Mungkin outcome dari tulisan di siang bolong ini adalah sebagai self-reminder gue, to be a wiser customer dengan melihat sekeliling gue, muluknya lagi adalah coba untuk bisa memberikan kontribusi semaksimal yang gue mampu untuk lingkungan gue, dan mudah-mudahan ada orang-orang di luar sana yang baca ini dan bilang “yeah I like the idea or yeah I can do that” alias bisa mendukung sebuah pemikiran ini.
Anyway, gue bisa declare bahwa gue #dukungusaharumahan, gue dukung #usahadarirumahaja, gue #banggaproduklokal dan definitely gue akan #beliprodukteman. #YukMajuBareng dan mudah-mudahan kalau banyak yang mendukung dan bergerak bersama maka dampak resesi tersebut minim atau mungkin tidak terasa sama sekali. Amiiiinnn.
Best,
Dj_Udju
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H