Mohon tunggu...
Enrikko Hazemi
Enrikko Hazemi Mohon Tunggu... pelajar/mahasiswa -

aku anak Indonesia, sehat dan kuat, karena papa dan mama suruh aku minum susu setiap hari..

Selanjutnya

Tutup

Olahraga

Bangga "Spesialis Runner-up"

21 Desember 2013   22:45 Diperbarui: 24 Juni 2015   03:39 161
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Badge Timnas Indonesia (courtesy of harianjogja.com)

Kekalahan memang menyesakkan, rasa kecewa pasti menyelusup di dada melihat timnas U-23 kita lagi-lagi terjungkal di babak final. Julukan "spesialis Runner-up" pun rasanya pantas disematkan kepada timnas U-23 kita, setelah berturut-turut menjadi runner-up di dua perhelatan Sea Games terakhir. Namun, saya percaya, di balik rasa kecewa ini, tidak sedikit pula yang menemukan rasa puas dan bangga, melihat cara timnas U-23 kita bermain di babak final ini. Mengapa demikian? Karena mereka bermain penuh semangat, penuh energi, mental juara yang tidak menyerah hingga peluit panjang dibunyikan. Lebih gamblangnya lagi, mereka bermain sepakbola yang cantik, yang tidak kacangan seperti pemain antar kampung (kecuali kelakuan Ramdani Lestaluhu di menit-menit perpanjangan waktu babak kedua, saya akan sangat setuju bila wasit langsung memberikan kartu merah untuk tindakannya tersebut). Berikut beberapa hal yang saya kira pantas untuk membuat kita berbangga hati dengan timnas U-23 kita! 1) Umpan datar dan kontrol bola first touch yang sudah matang Bagi Anda yang sudah menonton timnas bertahun-tahun lamanya, tentu Anda telah tahu dua masalah klasik ini; salah oper ketika melakukan umpan datar dan kontrol bola first touch yang sangat buruk, namun apa yang kita saksikan malam ini tentu bak sebuah oase di padang gurun. Selama 90 menit tadi, bisa kita saksikan , jarang sekali pemain pemain kita melakukan salah oper ketika melakukan umpan datar, dan jarang pula pemain kita melakukan kontrol bola first touch yang buruk ketika menerima umpan. Hasilnya? Kita bisa mendominasi permainan! Leluasa memegang kendali permainan dan membuat permainan kita JAUH lebih NIKMAT ditonton. Tidak ada lagi cacian makian yang keluar dari mulut kita seperti yang kerap kita lakukan dahulu kala pemain acapkali melakukan salah oper ataupun kontrol bola yang buruk. Pemain-pemain kita sudah menguasai teknik dasar ini dengan sangat matang. 2) Jarang melepaskan umpan-umpan panjang yang ngawur dan tidak jelas Bak efek domino, karena umpan datar dan first touch pemain kita sudah matang, otomatis bola bisa kita kendalikan dengan baik. Alhasil, pemain tidak lagi panik ketika ditekan lawan, sehingga jarang melepaskan umpan-umpan panjang yang ngawur dan tidak jelas, seperti yang dulu kerap dilakukan oleh pemain kita karena panik sewaktu tidak bisa mengontrol bola dengan baik ketika ditekan lawan. Hasilnya? Sekali lagi saya katakan, kita bisa mendominasi permainan! Mengapa? Karena bola ada di kaki kita! Bola kita yang kendalikan, bukan bola yang mengendalikan kita! Terlepas dari itu , memang harus diakui, kita masih memiliki beberapa kekurangan: 1) Umpan panjang yang masih jauh dari akurat Meskipun kuantitas dari umpan panjang  yang dilakukan oleh timnas kita tidak sama seperti yang dahulu (baca: timnas sekarang jauh lebih sedikit melakukannya),  kita masih dapat saksikan bahwa  kualitasnya ternyata masih sama saja seperti timnas yang dahulu (baca: kualitasnya buruk, tidak akurat). Mungkin pemain pemain kita ini masih perlu latihan melakukan umpan-umpan jauh, agar akurasinya semakin baik. Ingat, kalian adalah pemain profesional, yang digaji untuk bermain sepakbola. Kalau teknik kalian buruk, siapa yang mau menggaji mahal kalian? 2) Pergerakan tanpa bola, running from behind untuk membongkar jebakan offside Kalau kita telaah lagi gol semata wayang di partai final yang dicetak oleh Thailand tadi, terlihat jelas bahwa pemain bernomor punggung 30, Sarawat Masuk, bisa mencetak gol karena ia berhasil membongkar jebakan offside dengan cara running from behind, sehingga lepas dari kawalan Diego Michels dan bek kita yang lain. Lantas, bagaimana dengan Indonesia? Saya tidak melihatnya sama sekali. Ketika sampai di daerah 1/3 pertahanan lawan, Ramdani Lestaluhu dan Yandi Munawar, dan juga pemain lainnya tidak berusaha melakukan running from behind, sehingga variasi serangan kita monoton dan mudah dipatahkan lawan. Saya berharap pemain kita menggunakan " isi kepalanya" sedikit dan merenungkan hal ini. Lihatlah bagaimana Barcelona bermain, dengan postur tubuh yang kurang lebih sama seperti pemain timnas kita (tidak tinggi besar, rata-rata tinggi mereka sekitar 170cm) mereka tetap  dengan leluasa mengobrak-abrik pertahanan lawan dengan kedua kombinasi yang saya sebutkan di atas. Umpan panjang yang mumpuni dan running from behind. Medali emas masih bisa kita raih 2 tahun lagi, namun yang paling penting dari itu semua adalah, jangan pernah berjalan mundur lagi. Apa yang sudah baik hari ini, jangan dilupakan begitu saja. Semoga permainan timnas kita  paling tidak bisa sebagus yang kita saksikan hari ini. Syukur-syukur dua kelemahan yang saya sebutkan di atas juga bisa diperbaiki.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Olahraga Selengkapnya
Lihat Olahraga Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun