Mohon tunggu...
Djohan Suryana
Djohan Suryana Mohon Tunggu... Administrasi - Pensiunan pegawai swasta

Hobby : membaca, menulis, nonton bioskop dan DVD, mengisi TTS dan Sudoku. Anggota Paguyuban FEUI Angkatan 1959

Selanjutnya

Tutup

Travel Story

Merah Putih Berkibar di Kutub Utara

23 Agustus 2020   13:02 Diperbarui: 25 Agustus 2020   03:46 72
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Wisnu Lohanatha, 82, salah seorang anggota Paguyuban Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia  Angkatan 1959 (Guyub FEUI 59), mempunyai kisah perjalanan yang paling istimewa sepanjang hidupnya, yaitu mengibarkan bendera Sang Saka di Kutub Utara pada tanggal 8 Juli 2006, 14 tahun yang lalu. Peristiwa istimewa yang selalu menjadi kenangan dan kebanggaan bagi dirinya dan bagi bangsa Indonesia ! Betapa tidak, karena tidak sembarang orang yang bisa dan mampu mencapai Kutub Utara, yang dianggap sebagai ujung dunia tersebut.....

Peristiwa ini telah diberitakan oleh suratkabar harian "Suara Pembaruan" edisi 29 Agustus 2006, suratkabar harian "Pos Indonesia" edisi 29 Agustus 2006 dan majalah bulanan "Intisasi" edisi Februari 2007. Pencapaian ini patut dicatat sebagai tonggak sejarah terutama bagi diri pribadinya.

Perjalanan dilakukan selama 16 hari pulang-pergi dengan mengikuti Quark Expedition dengan menggunakan kapal pemecah es (ice breaker) bertenaga nuklir yang bernama Yamal yang berarti "Ke Ujung Dunia". Ekspedisi ini dikuti oleh kurang lebih 100 orang dari berbagai bangsa. Dari Indonesia terdiri dari lima orang, yaitu Juliani Kusumaningsih, Kristianto Pranoto beserta isteri dan Wisnu Lohanatha beserta isteri. Dalam perjalanan dari Murmansk (66 * Lintang Utara), Russia, menuju Kutub Utara diselenggarakan seminar hampir setiap hari yang dipandu oleh ahli-ahli di bidang biotika laut sehingga perjalanan ini disebut sebagai ekspidisi, jadi bukan hanya perjalanan biasa.

Dan biayanya juga tidak murah, yaitu sekitar US $ 20.000 (Rp 300 juta dengan kurs sekarang) tetapi fasilitasnya  sangat minim, antara lain kabin  yang biasa digunakan anak buah kapal (ABK) dalam pelayaran biasa. Betapapun, semuanya itu layak untuk dilakoni demi pencapaian yang tidak mungkin bisa dilakukan oleh sembarang orang, apalagi untuk orang yang berasal dari daerah tropis seperti Indonesia. Ini merupakan kebanggaan tersendiri yang tidak bisa dinilai oleh uang semata-mata.

Kapal Yamal itu sendiri, konon, dilapisi oleh baja setebal 5 cm di bagian haluannya untuk memotong dan membelah es dan kadang-kadang dengan membenturkan sisi muka kapal kepada gumpalan es tebal yang menghadang. Sebelum kapal memasuki Lautan Arktik yang telah menjadi lautan es setebal 5 meter, ada upacara minta perlindungan kepada Dewa Laut, Poseidon, yang ujung-ujungnya hanyalah pesta barbeque dan minum-minum untuk semua penumpang beserta awak kapalnya. Setelah itu kapal berangkat  menuju Kutub Utara dalam perjalanan panjang yang terus berguncang dengan suara berisik tiada henti-hentinya, siang dan malam, karena kapal harus menembus lapisan es sehingga bisa tidur nyenyak merupakan barang mewah yang langka.

Pada saat udara cerah tanpa badai dan hujan salju, para peserta diberikan kesempatan untuk terbang dengan sebuah helikopter yang sengaja dibawa oleh Quark Expedition. Ini merupakan sebuah "tamasya", meskipun yang terlihat hanyalah Si Yamal yang tampak gagah perkasa di tengah belantara dan lautan salju tanpa batas. Wisnu merasa bagaikan berada dalam sebuah kubah dengan batas-batas langit dan lautan salju yang bertautan di sekelilingnya. Alangkah besar kuasa Tuhan Yang Maha Baik ......

Setelah melalui perjalanan selama delapan hari yang melelahkan dalam cengkeraman udara dingin  yang membeku, akhirnya sampai juga rombongan ekspedisi tersebut di 90 derajat Lintang Utara Kutub (NORTH POLE 90 DEGREE North). Wisnu sempat juga melihat seekor  beruang kutub yang sedang berjalan-jalan bersama anaknya. Sebuah pemandangan yang tidak mungkin didapatkan di atas bumi manapun !

 Pada pukul 10 pagi rombongan diperkenankan turun dari kapal untuk menapakkan kaki, menginjak Ujung Dunia karena tadi malam sampai subuh kaki masih menginjak geladak kapal. Rombongan berkumpul membentuk lingkaran besar dengan di pusatnya berdiri sebuah tonggak bertuliskan "NORTH POLE 90 * North". Ya, karena  Kutub Utara sesungguhnya hanyalah sebuah titik imajiner di bumi yang ditunjukkan oleh GPS (Global Positioning System) . Lebih tepatnya dimana "Ujung Poros Dunia"itu berada tidaklah jelas, karena sebenarnya berada diatas lautan yang membeku atau diatas es yang berselimutkan salju abadi. Ditempat titik ini pun tidak bisa didirikan satu petanda, karena es selalu bergerak ke arah Laut Utara.

Kemudian tibalah waktu yang sudah didambakannya sejak kecil, yaitu untuk suatu ketika berbuat sesuatu untuk Ibu Pertiwi tercinta. Kini kesempatan itu terbuka ! Ia menghunjamkan tongkat bertuliskan NORTH POLE 90 * North sambil mengibarkan BENDERA MERAH PUTIH ! MERDEKA ! Berkibarlahh  sudah Sang Merah Putih di Kutub Utara pada tanggal 8 Juli 2006........

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun