Mohon tunggu...
Djohan Suryana
Djohan Suryana Mohon Tunggu... Administrasi - Pensiunan pegawai swasta

Hobby : membaca, menulis, nonton bioskop dan DVD, mengisi TTS dan Sudoku. Anggota Paguyuban FEUI Angkatan 1959

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Trump Makin Panik ......

17 Mei 2020   04:24 Diperbarui: 18 Mei 2020   03:16 103
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sejak Donald Trump menjadi presiden Amerika Serikat (AS) yang  ke 45 pada tahun 2016, kepribadiannya yang lain daripada yang lain telah mewarnai dunia politik  AS dan, bahkan, seluruh jagat. Slogannya adalah "America First"dan "Make America Great Again".

Demi kepentingan ekonomi Amerika yang mengalami defisit perdagangan dengan China, mulailah ditabuh genderang perang  dengan China yang dianggapnya sebagai biang keladi.

Tarif impor barang-barang dari China dinaikkan sebesar 20 %, yang kemudian dibalas pula oleh China sehingga membuat perdagangan dunia tidaklah bebas lagi.

Sekarang China dianggap sebagai "musuh nomor satu" yang harus dikalahkan dengan segala cara. Amerika harus tetap menjadi nomor satu, tidak boleh ada negara lain yang menyainginya.

Dalam politik internasional, pendekatannya kepada Kim Jong Un, presiden Korea Utara, merupakan terobosan lain daripada yang lain, yang tidak pernah dilakukan oleh presiden AS sebelumnya. Ia mengadakan pertemuan langsung dengan Kim guna membahas masalah perdamaian di Semenanjung Korea.

Selama ini Korea Utara merupakan "anak nakal" yang selalu menembakkan peluru kendali yang dimilikinya sebagai "bargaining power" dalam negosiasi dengan AS dalam usahanya untuk pembebasan sanksi perdagangan yang dikenakan terhadapnya.

Namun pertemuan dua kali yang dilakukannya dengan Kim Jong Un di Singapura dan Ho Chi Minh City, tampaknya gagal. Mimpinya untuk meraih Hadiah Nobel Perdamaian pun kandas.

Lalu datanglah virus corona yang menyebarkan wabah maut Corvid-19 yang dimulai dari Wuhan, China, ke seluruh dunia. Hingga tanggal 16 Mei 2020 menurut WHO tercatat 216 negara yang menderita, 4.425.485  orang yang terinfeksi dan yang meninggal 302.059 orang.

Sedangkan yang paling parah justru dialami oleh AS dengan total terinfeksi 1.382.362 orang dan meninggal 83.819 orang. Dan Trump tanpa sungkan-sungkan lagi langsung menunjuk hidung China sebagai biang keladinya. Ia menyebut virus corona sebagai "virus China" atau "virus Wuhan".

Bahkan, WHO pun disalahkannya karena bekerjasama dengan China dengan pemberitahuan yang terlambat kepada dunia, kepada AS juga, padahal, Trump sebelumnya menganggap remeh virus tersebut sehingga terlambat meresponsnya.

Dengan alasan bahwa Corvid-19 menjadi pandemi karena kesalahan China dan WHO, maka AS pun menarik diri dari WHO dan menghentikan sumbangannya. Pokoknya, virus tersebut menyebar di AS bukan kesalahan Trump.

Dalam menghadapi wabah corona ini, yang merupakan wabah pandemi, akan tampak kualitas kepemimpinan masing-masing negara dalam upaya menyelamatkan nyawa rakyatnya.

Dan Trump pun tampaknya kewalahan. Ia menyatakan bahwa Corvid-19 dapat disembuhkan dengan menyuntikkan disinfektan, bahwa virus akan hilang dengan sendirinya, bahwa obat anti malaria dapat menjadi jalan pintas ilmiah, bahwa vaksin akan dapat diproduksi paling lambat akhir tahun, bahwa tak lama lagi perekonomian akan normal kembali.

Namun tampaknya optimisme itu berlebihan. Trump menghadapi dilema : ekonomi dibuka atau lebih banyak nyawa rakyat AS yang melayang.

Dan yang paling menggelisahkan hatinya adalah citranya sebagai calon presiden untuk pilpres 2021-2025 akan runtuh sehingga kemungkinan untuk dipilih kembali menjadi tertutup.

Dan di tengah kemelut dan kebingungan yang dihadapinya, Trump telah melakukan sebuah langkah yang  di luar dugaan : ia menuduh Obama telah melakukan tidakan kriminal, terlibat dalam skandal Obamagate yang ketika ditanyakan persisnya apa yang dilakukan oleh Obama, jawabnya kepada wartawan adalah: "Anda tahu sendiri ....." Padahal, pada saat wabah Ebola melanda Afrika Barat pada tahun 2014, AS memimpin negara-negara lain menanggulangi wabah ini dengan mengumpulkan dana sebesar 3,9 miliar US Dollar (separuhnya berasal dari AS) serta mengirimkan pasukan Airborne 101 untuk membangun rumah sakit darurat di Afrika sehingga dalam waktu 6 bulan wabah tersebut dapat dikendalikan.

 Mungkin juga didalamnya tersirat bahwa penyebaran virus corona di AS pun gara-gara Obama, bukan kesalahan Trump, karena Trump Can Do No Wrong.  Memang lain Obama lain pula Trump. Beda kualitas. (sumber : The New Yorker 11/5/2020)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun