Mohon tunggu...
Djohan Suryana
Djohan Suryana Mohon Tunggu... Administrasi - Pensiunan pegawai swasta

Hobby : membaca, menulis, nonton bioskop dan DVD, mengisi TTS dan Sudoku. Anggota Paguyuban FEUI Angkatan 1959

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

SBY : Unhappy Ending

5 September 2014   15:24 Diperbarui: 18 Juni 2015   01:33 125
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

KPK telah menetapkan Jero Wacik, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) sebagai tersangka koruptor. Hal ini tentu saja telah mengejutkan dan membuat shock SBY, sebagai ketua umum dan sesepuh dan pendiri Partai Demokrat (PD). Jero Wacik merupakan menteri ketiga dalam kabinet yang ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK setelah Andi Mallarangeng dan Suryadharma Ali. Dengan perkataan lain SBY dikelilingi oleh koruptor sepanjang pemerintahannya selama 10 tahun. Dan ironisnya adalah justru masalah korupsi menjadi program utama untuk diberantas.

Menjelang akhir masa jabatannya, SBY akan menuai hasil tuaiannya. Selama 10 tahun memerintah SBY telah berupaya untuk memberantas korupsi. Namun, upayanya hanya sekadar kata-kata belaka. PD yang menjadi partai politik (parpol) pemenang pemilu 2009 ternyata bergelimang korupsi. Yang menjadi pelopor utama adalah Nazaruddin, kemudian disusul oleh Angelina Sondakh, Hartati Murdaya, Anas Urbaningrum, Sutan Bathoegana dan entah siapa lagi yang akan menyusul.

Mungkin SBY sendiri tidak pernah menduga bahwa pada masa akhir tugasnya, yang tinggal dua bulan lagi, masih ada menteri dalam kabinetnya sekaligus kader PD yang terjerat masalah korupsi. Harapan semula agar segala sesuatunya berjalan mulus, ternyata kenyataan berkata lain. Dengan demikian, SBY mengalami kegagalan dalam dua front sekaligus : dalam kabinet dan dalam partainya. Ia gagal membina keduanya. Walaupun bukan sepenuhnya kesalahan berada di pundaknya, namun sebagai pemimpin ia tidak mampu mengendalikan bawahannya. Karena ternyata mutu bawahannya berada dibawah standar idealnya.

Mungkin saja sebagai excuse, SBY dapat menyatakan bahwa karakter masing-masing menteri dan kadernya berada diluar jangkauannya. Tetapi sebagai seorang pemimpin, ia tidak terlepas dari tanggungjawab. Kata orang : tidak ada prajurit yang jelek., yang ada adalah komandan yang jelek. Citra sebuah organisasi akan tercermin dalam sikap dan tingkah laku anggotanya, tetapi tanggungjawab terakhir selalu berada diatas pundak sang pemimpin.  Apapun yang terjadi, siapapun yang melakukannya, orang akan menunjuk kepada siapa yang memimpinnya.

Barangkali hal ini merupakan "pelajaran" bagi PDI-P untuk tidak meniru perilaku kader PD.  Walaupun tidak bisa dikatakan sebagai partai penguasa, namun PDI-P akan jadi sorotan seandainya ia pun tak mampu mengendalikan kadernya dalam bermain dengan lumpur korupsi yang sangat menggoda para elite politik. Dan untungnya, Joko Widodo  (Jokowi) bukan ketua umum PDI-P sehingga tanggungjawabnya hanya sebatas sebagai kader biasa. Namun demikian, apakah ia berani bertindak tegas terhadap menteri yang berasal dari PDI-P yang melakukan korupsi tanpa konsultasi dengan Megawati, barangkali hanya waktu yang akan menentukannya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun