Mohon tunggu...
Djohan Suryana
Djohan Suryana Mohon Tunggu... Administrasi - Pensiunan pegawai swasta

Hobby : membaca, menulis, nonton bioskop dan DVD, mengisi TTS dan Sudoku. Anggota Paguyuban FEUI Angkatan 1959

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Partai Demokrat yang Malang!

5 Oktober 2014   09:36 Diperbarui: 17 Juni 2015   22:19 268
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sungguh sial nasib Partai Demokrat (PD). Dari partai pengussa menjadi partai politik (parpol) yang tidak berarti. Peranan politiknya sudah dianggap tidak ada. PD yang gagah perkasa pada pemilu 2009 telah loyo pada pemilu 2014. Impoten dan tidak berdaya. Partai nomor satu ini telah jadi nomor empat, dibawah Gerindra.

Citra PD runtuh setelah kader-kader utamanya terjerat korupsi. Diawali dengan Nazaruddin, (bendahara) dan diakhiri dengan Anas Urbaningrum (ketua umum) ditambah dengan Angelina Sondakh dan Sutan Batoegana. Dan yang paling mengenaskan adalah nasib Andi Mallarangeng (menteri pemuda dan olahraga) dan Jero Wacik (menteri energi dan sumber daya mineral) yang telah dijaring oleh KPK sehingga menambah terpuruknya citra SBY yang menjabat sebagai presiden Republik Indonesia dan ketua umum PD sekaligus. Dua-duanya kena.

Nasib sial itu tampaknya belum berhenti sampai disini. Tatkala muncul masalah yang paling krusial, malahan PD meninggalkan rakyatnya. PD yang bermakna partai yang demokratis telah menanggalkan demokrasi, sehingga namanya menjadi partai non-demokrat. PD dianggap sebagai pengecut yang paling tidak bertanggungjawab ketika melakukan walk-out pada sidang pari purna DPR, ketika suaranya dibutuhkan untuk memperjuangkan pilkada langsung, pilkada oleh rakyat.

Wajah PD telah tercoreng. Rakyat akan mengingatnya. Sejarah telah mencatatnya. PD bersama-sama dengan Golkar,  Gerindra, PAN, PKS, dan PPP, telah merenggut demokrasi dari tangan rakyatnya sendiri. Hukuman  mereka akan diterima pada pemilu 2019 yang akan datang. Dan barangkali nantinya PD bukan lagi berada di urutan keempat tetapi ketujuh atau kedelapan. Sungguh tragis!

PD yang  menjadi kebanggaan SBY akhirnya menjadi semakin terpuruk. SBY sendiri sudah tidak punya arti apa-apa lagi bagi PD. Tuduhan bahwa SBY sedang bermain sandiwara untuk memperbaiki citranya dengan menerbitkan peraturan pemerintah pengganti undang-undang (PERPPU) untuk mengubah pilkada oleh DPRD menjadi pilkada langsung,  sulit untuk dipungkiri. Citra buruknya tidak bisa diselamatkan. Warisannya sebagai presiden adalah membiarkan demokrasi tanpa demokrasi. Sunnguh tragis!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun