Mohon tunggu...
Fredy Julius Pardamean
Fredy Julius Pardamean Mohon Tunggu... Freelancer - Social Worker, Hobi membaca dan menulis dan travelling

Social Worker, Hobi membaca dan menulis dan travelling

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Murni atau Nembak?

19 April 2018   03:50 Diperbarui: 19 April 2018   04:18 406
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gambar: @masdimastour --edited

Sepanjang jalan pulang, Dame sempat tergoda untuk kembali mengurus SIM Cnya melalui jalur Nembak. Alangkah repotnya dan juga beresiko kalau mengendarai sepeda motor selama satu minggu kedepan tanpa memiliki SIM C, karena pasti akan bertemu lagi dengan razia polisi lalu lintas. Sedangkan pekerjaannya sebagai penjual lepas jelas-jelas membutuhkan dukungan sepeda motornya. "Sekali jalur murni, tetap jalur murni!!!" begitulah kebulatan tekadnya sambil mengacungkan kepalan tangan kanannya keatas. Pengendara yang lain melihat kearahnya dengan heran. Dengan tersenyum malu, dia meminta maaf dan langsung menarik gas motornya begitu lampu lalu lintas menunjukkan warna hijau.

"Gimana Ujian SIM Cnya, Pa? Berhasil?" sambutan pertanyaan dari Rara sesampainya dia di rumah kontrakan. "Tidak lulus, Ma. Papa diminta ikut Ujian Teorinya lagi minggu depan", jawab Dame sambil memarkirkan sepeda motornya di teras rumah dan melepaskan helmnya. Pada waktu melewati ruang tamu, ada beberapa anak-anak tetangga sebelah rumah yang lagi asyik menulis atau mewarnai. Memang Rara melayani les-privat buat mereka pada waktu tidak ada jadwal les-privat untuk anak-anak didiknya, yang membuat dia dikenal oleh tetangga dengan panggilan ibu guru. Dame juga dipanggil sebagai bapak guru, padahal dia tidak mengajar les-privat sama sekali.

Sesampainya di lantai atas, Dame mengatur jadwal Ujian Teori ulangan SIM C untuk minggu depan di kalender kegiatan di Tabletnya. Karena hari ini tidak ada kegiatan penjualan dan pengantaran barang dagangan, maka dia membuka laptopnya dan meneruskan latihan membuat tulisan artikel yang nantinya akan dikirimkan ke media cetak atau online. Ini juga atas saran dari teman-temannya karena hobinya dalam membaca buku dan berbicara didepan umum tidak akan berarti apa-apa kalau tidak dituangkan dalam karya tulis yang akan menjadi warisan literatur bagi generasi yang akan datang. Mantaplah. (jm)

TAMAT

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun