Mohon tunggu...
Ucu Nur Arief Jauhar
Ucu Nur Arief Jauhar Mohon Tunggu... Aktor - Pengangguran Profesional

Tak seorang pun tahu kegelisahanku, kerna tak seorang pun dapat melihat apa yang aku lihat

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Indikasi Proyek di Banten Jatah BUMN

8 Februari 2021   02:29 Diperbarui: 8 Februari 2021   03:28 832
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Di Banten, proyek daerah dikerjakan BUMN dimulai saat Rano Karno menjabat Gubernur. Pembangunan ruas jalan Pakupatan-Palima, salah satunya.

Awal WH menjabat Gubernur, dunia perproyekan di Banten digegerkan dengan penggabungan proyek-proyek di Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Provinsi Banten. 16 pembangunan jalan digabung jadi satu, sehingga nilai proyeknya mencapai ratusan miliar.

Penggabungan ini berdampak pada banyaknya perusahan di Banten tidak dapat mengikuti lelang. Karena kelas usahanya tidak mencukupi. Setelah ramai di masyarakat, akhirnya penggabungan proyek ini dibatalkan. Tetap jadi 16 paket.

Namun sejak itu, proyek-proyek bernilai ratusan miliar mulai marak di Pemprov Banten. Bahkan ada yang hampir menyentuh Rp1 triliun. Proyek Revitalisasi Banten Lama, contohnya.

Tahun 2020, Pemprov Banten diramaikan dengan aksi rasa dugaan rekayasa lelang proyek Sport Centre. Aksi unjuk rasa menuding Panitia Lelang sudah merekayasa pemenang lelang adalah PT PP. Salah satu Badan Usaha Milik Negara (BUMN).

Kini dunia perproyekan di Banten diramaikan dengan isu 6 paket pembangunan jalan dijatahkan untuk BUMN. Yaitu:
1. ruas jalan Boru-Cikeusal Rp309,84 miliar;
2. ruas jalan Banten Lama-Tonjong Rp110,35 miliar;
3. Rehabilitasi Cipanas-WR Banten Rp160,59 miliar;
4. peningkatan ruas jalan Pakupatan-Palima Rp229,44 miliar;
5. Jembatan dan Fly Over Bogeg Rp131,9 miliar; dan
6. ruas jalan Palima-Baros Rp169,41 miliar.

Latar belakang isu ini berasal dari sumber dana pembangunan tersebut yang semuanya berasal dari pinjaman PT SMI, BUMN milik Kementerian Keuangan (Kemenkeu). Sehingga hal yang wajar jika pembangunan ini dilaksanakan oleh BUMN juga.

Selain itu, pembangunan bernilai ratusan miliar ini memang menutup kemungkinan pengusaha daerah untuk ikut turut serta. Soalnya memang belum ada perusahaan di Banten yang kelas usahanya dapat mengikuti lelang di atas Rp100 miliar.

Kemungkinan besar proyek-proyek itu dijatahkan untuk BUMN dapat dilihat dari Kerangka Acuan Kerja (KAK)-nya. Terutama di poin Tenaga Ahli. Istilah diperproyekan, SKA (Sertifikat Keahlian).

Jika KAK proyek itu mensyaratkan pemilik SKA atau Tenaga Ahli adalah karyawan tetap perusahaan, maka bisa dikatakan, pemenang lelangnya pasti BUMN. Kenapa?

Di saat pandemi Covid19, perusahaan-perusahaan kontraktor banyak kehilangaan pekerjaan/proyek. Tak ada pendapatan bagi perusahaan. Maka tindakan yang wajar, perusahaan memberhentikan tenaga kerja-tenaga kerja yang tidak produktif, seperti Tenaga Ahli (SKA). Untuk menghemat pengeluaran.

Berbeda dengan BUMN. Mereka masih dapat mempertahankan semua karyawannya, termasuk para Tenaga Ahli (TA). Maka, jika KAK proyek-proyek itu mensyaratkan TA (SKA) berstatus karyawan tetap, 90% pemenang lelang pasti BUMN.

Tapi betulkah KAK proyek-proyek itu bersyarat demikian? Entahlah, daku juga belum baca. Nanti kita bahas lagi setelah pengumuman lelang proyek-proyek tersebut.

#togogisme

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun