Mohon tunggu...
Ucu Nur Arief Jauhar
Ucu Nur Arief Jauhar Mohon Tunggu... Aktor - Pengangguran Profesional

Tak seorang pun tahu kegelisahanku, kerna tak seorang pun dapat melihat apa yang aku lihat

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Pemprov Banten Tak Berkutik Menggusur Monyet

13 Mei 2016   10:39 Diperbarui: 13 Mei 2016   10:51 121
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Jika berbicara penggusuran demi pembangunan, siapa yang berhasil melawan pemerintah? Dari zaman kolonial Belanda hingga sekarang, cerita sedih masyarakat tergusur dari lahan tempat tinggalnya, bukan hal yang aneh.

Paksaan dengan kekerasan adalah kabar yang biasa terdengar. Alat negara seperti Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP), polisi dan tentara seringkali dilibatkan. Tak jarang elemen masyarakat yang bercitra kekerasan, seperti pendekar dan jawara juga ikut dilibatkan. Intimidasi dan kekerasan bumbu utama pembebasan lahan.

Teringat kisah pembebasan lahan untuk perumahan di Bekasi, Jawa Barat sekitar tahun 1990-an. Satu keluarga bertahan tidak mau melepaskan hak milik tanahnya. Tak lama rumahnya dirampok. Anak – istrinya diperkosa ramai-ramai.

Di Banten sendiri, belum kering rasanya cerita tentang pembebasan lahan Kawasan Pusat Pemerintahan Provinsi Banten (KP3B). Pemilik lahan sudah banyak yang pergi sebelum pembebasan secara resmi dari Pemerintah Provinsi (Pemprov) Banten dilaksanakan. Bahkan para pelaksanan pembebasan lahan dari non pemerintah, akhirnya saling berseteru di pengadilan.

Namun di era Rano Karno jadi Gubernur Banten, ada cerita yang berbeda soal pembebasan lahan. Entah karena niat tulusnya atau ada kaitannya dengan pencitraan menjelang Pemilihan Gubernur (Pilgub) Banten 2017, Rano Karno tidak memaksakan pembebasan lahan untuk kegiatan Pelebaran Ruas Jalan Pakupatan – Palima tahun 2016. Ruas jalan yang melewati KP3B.

Akibatnya, kegiatan pelebaran jalan itu menjadi tersendat-sendat. Ketika pelaksanaannya dipaksakan, metoda pembangunan jalan menjadi unik. Jalan tidak dibangun dalam segmen yang utuh. Dibangun sepanjang lahan yang sudah dibebaskan saja.

Jalan dibangun 10 meter sebelah kiri, lalu loncat ke 100 meter ke depan di tengah. 400 meter kemudian loncat lagi ke kiri. Lalu kanan, lalu tengah, tengah lagi, kiri lagi, kanan, kanan, kiri, kiri, kanan, kanan. Menyebutkan metoda pembangunan jalan jadi seperti mengkomandoi latihan baris-berbaris. Arus jalan hingga sekarang seperti sedang ujian SIM, zig-zag mengular. Kiri, tengah, kanan, kanan, kiri, kanan tengah, kiri, kanan, kiri, kanan.

Bahkan betonisasi dilakukan tanpa memindahkan tiang-tiang listrik dulu. Jalan beton mulus ditengah-tengahnya, per sekian meter, berdiri tiang listrik. Akhir tahun lalu, barulah tiang-tiang listrik itu dihilangkan dengan cara dipotong hingga ke batas beton. Tentu saja metoda ini diduga dapat mengurangi kekuatan beton itu sendiri.

Tapi yang paling unik di tengah hiruk-pikuk pelaksanaan kontrak jamak Pembangunan Jalan Pakupatan-Palima itu, berdiri tegak di tengahjalan, kandang monyet berukuran 3 x 4 meter. Sebelah kiri dan kanan kandang monyet, jalan sudah dibeton setebal minimal 25 cm. Begitu pula dengan jalan sebelum dan sesudah kandang monyet, sudah dibeton. Kandang monyet itu sendiri masih berdiri di atas tanah.

Menurut berita di inilahbanten.com dan mediabanten.com, tanah tempat kandang monyet itu berdiri, memang belum dibebaskan. Misri (60) pemilik tanah itu juga merasa aneh.

“Kandang monyet belum dibongkar soalnya belum di bayar pemerintah. Tanahnya hanya 3 kali 4 meter. Kalau tanah bagian kanan dan kiri milik saya sudah dibayar. Saya juga merasa aneh, kenapa gubug yang ada monyet nya ini tak kunjung dibayar terus di gusur,” kata warga Lingkungan Masjid Gowok, Kelurahan Suka Jaya, Kecamatan Curug, Kota Serang itu.

Monyet itu sudah 5 tahun dimiliki Misri. Awalnya milik polisi yang bertugas di Polsek Curug. Kemudian diberikan kepada Misri. Sedangkan kandang itu baru ditempati monyet, pas pembebasan dilaksanakan.

Kisah monyet yang belum digusur ini sudah diberitakan inilahbanten.com dan mediabanten.com sejak tanggal 30 Maret 2016. Khalayak ramai sudah banyak yang membicarakan. Tapi Pemprov Banten tak bergeming.

“Masalahnya, secara administrasi, tanah itu sudah digusur atau belum? Kalau belum, apakah anggaran pembebasan tanah 3 x 4 meter itu dimasukkan ke SILPA anggaran tahun 2015? Kalau belum, kenapa tanah di kiri, di kanan, di depan dan belakang kandang monyet itu sudah dibebaskan? Padahal pemilik lahan itu kan sama, yaitu Misri. Jangan-jangan, Pemprov Banten tidak berhasil bermusyarawah dengan penggarap lahan itu. Ya penggarap lahan itu… Ya monyet itu,” kata Adityawarman, warga Lingkungan Pasar Rau, Kota Serang yang tertarik datang ke kandang monyet itu.

Di tengah hiruk-pikuk pembangunan jalan itu, monyet pak Misri asik bermain di kandangnya tanpa takut terganggu. Seolah monyet itu tahu, Pemprov Banten tak berkutik untuk menggusurnya.

Kisah monyet versus Pemprov Banten ini, jadi teringat dongeng Sun Go Kong, kera sakti dari negeri China. Monyet yang terlahir dari batu yang menerima saripati matahari dan bulan, kemudian menjadi Mei Houwang alias raja monyet. Karena nafsunya ingin menjadi abadi, Sun Go Kong memerangi Khayangan hingga Raja Surga Giok harus minta bantuan Budha.

Budha akhirnya dapat mengurung Sun Go Kong dalam sebuah gunung selama 5 abad. Tapi Sun Go Kong tetap belum berubah, masih ingin memerangi Khayangan. Secara tak sengaja, pendeta budha Guanyin menemukan Sun Go Kong. Di bawah pembinaan dan pengawasan pendeta Guanyin ini, Sun Go Kong menebus dosanya dan bertobat. Akhirnya Sun Go Kong dikaruniai Kebudhaan dan menjadi penjaga Khayangan.

Plot ceritanya hampir sama seperti Sun Go Kong. Bukan penguasa Pemprov Banten yang dapat menggusur monyet itu, tapi PT Adhi Karya yang menalangi pembebasan lahan 3 x 4 meter alias kandang monyet itu. Dan lahan itu sekarang mulai dibeton. Usaikah persoalannya?

Pertanyaan berikutnya, apakah Pemprov Banten mengganti uang pembebasan lahan itu ke PT Adhi Karya? Jika iya, berapa nilai penggantinya itu, di atas nilai talangan, atau sama dengan talangan, atau di bawah nilai talangan PT Adhi Karya? Atau tidak diganti sama sekali?

Lokasi kandang monyet di tengah Jl. Syech Nawawi Al Bantani, KP3B, Kota Serang, Provinsi Banten yang sudah dibebaskan oleh PT Adhikarya. Foto: Robi Imanuddin
Lokasi kandang monyet di tengah Jl. Syech Nawawi Al Bantani, KP3B, Kota Serang, Provinsi Banten yang sudah dibebaskan oleh PT Adhikarya. Foto: Robi Imanuddin
Apa pun yang dilakukan Pemprov Banten, jelas menyalahi peraturan perundang-undangan. Jika Pemprov Banten membayar lebih dari dana talangan yang dikeluarkan oleh PT Adhi Karya, maka dapat dikenakan dugaan kolusi dan korupsi.

Jika dibayarkan senilai dana talangan, perlu diingat lahan itu tidak mau dibebaskan diduga karena uang pembebasan lahan yang diminta pemilik di atas anggaran yang disediakan. Maka patut diduga adanya kolusi antara oknum Pemprov Banten dan PT Adhi Karya melanggar batas harga tanah yang sudah ditentukan oleh pihak appraisal yang ditunjuk Pemprov Banten sendiri.

Jika dibayarkan dengan nilai di bawah dana talangan, terlebih tidak dibayar sama sekali, maka yang harus dipertanyakan, apakah sumbangan dari pihak ketiga itu (PT Adhi Karya) ke Pemprov Banten sudah sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku?

Terlepas dari sudut pandang peraturan perundang-undangan, ketidak-mampuan Pemprov Banten menggusur monyet itu menjadi pertanyaan masyarakat. Milik siapa monyet itu sehingga pegawai di Pemprov Banten tidak berani menggusur? Atau jangan-jangan pegawai Pemprov Banten sungkan mengganggu leluhurnya? Seperti apa kata Darwin, penemu teori evolusi, manusia itu berasal dari kera.

Atau memang mengurus monyet itu lebih susah dibandingkan mengurus manusia? Buktikan warga Gowok gampang digusur, kok menggusur monyet harus ditalangin dulu oleh PT Adhi Karya? (@)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun