Mohon tunggu...
Ucu Nur Arief Jauhar
Ucu Nur Arief Jauhar Mohon Tunggu... Aktor - Pengangguran Profesional

Tak seorang pun tahu kegelisahanku, kerna tak seorang pun dapat melihat apa yang aku lihat

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Di Banten, Atut Chosiyah Jadi Trade Mark Berdagang Kambing Hitam

31 Juli 2015   15:40 Diperbarui: 12 Agustus 2015   05:10 181
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Awalnya bukan kejutan ketika Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Perwakilan Banten memberikan penilaian “Under Disclaimer” untuk catatan keuangan (APBD) Pemerintah Provinsi (Pemprov) Banten Tahun Anggaran (TA) 2013. Umumnya berpikiran sama, “mengkambing-hitamkan” Atut Chosiyah, Gubernur Banten saat itu yang ditangkap Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) diakhir tahun.

Atut Chosiyah dan adik kandungnya, Chaeri Wardana ditangkap KPK karena dugaan penyuapan terhadap Ketua Mahkamah Konstitusi Akil Mochtar. Namun KPK juga mengembangkan dugaan Tindak Pidana Pencucian Uang yang dilakukan kelompok Atut Chosiyah. Sehingga KPK banyak melakukan penyitaan uang/barang dan pemblokiran rekening yang berhubungan erat dengan transaksi yang dilakukan Atut Chosiyah dan/atau Chaeri Wardana.

Sementara itu, sebagian besar pelaksana kegiatan pembangunan (proyek) di Pemprov Banten, baik secara langsung mau pun tidak langsung berhubungan dengan Chaeri Wardana. Pelaksana kegiatan (perusahaan/pihak ketiga) menjadi lumpuh karena pengelolanya terperiksa KPK dan/atau rekeningnya diblokir.

Dalih menyelamatkan “uang negara”, Pemprov Banten banyak melakukan pemutusan kontrak sepihak. Proyek pembangunan menjadi mangkrak. Waktu yang tersisa sudah tidak mungkin lagi dilakukan lelang ulang. Bukannya “uang negara” menjadi selamat, malah uang yang sudah keluar tak jelas bentuk rupanya.

 

Umumnya warga Banten tak peduli. Mereka masih hidup dalam euforia pembebasan. Pembebasan dari dominasi kekuasaan Atut Chosiyah yang dituding sebagai sarang Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (KKN) di Provinsi Banten. Umumnya warga Banten tidak sadar, KKN tidak dapat dilakukan secara tunggal atau kelompok tunggal. Apalagi dalam skala besar, harus melibatkan banyak kelompok yang melibatkan banyak elemen. Terutama elemen birokrasi sebagai pemegang kekuasaan lelang Pengadaan Barang dan Jasa (PBJ) di lingkungan pemerintah.

Peringatan BPK dalam bentuk Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) terhadap Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Provinsi Banten TA 2013 dianggap angin lalu. Sang penjahat sudah tertangkap, kini giliran yang benar menjadi tampak. Padahal, jika dibaca dengan benar LHP BPK, maka pelaku sesungguhnya dari tindakan merampok “uang rakyat” adalah birokrasi. Merekalah sebenarnya yang mempunyai kekuasaan sesungguhnya atas keamanan “uang negara”.

Gubernur, bupati, walikota boleh berganti. DPRD boleh berubah wujud. Pengusaha boleh siapa saja. Tapi siapa pun yang ingin merampok “uang rakyat”, mau tak mau harus berhadapan dengan mereka. Nama-nama merekalah yang harus dibubuhi tanda tangannya. Tanpa tanda tangan mereka, “uang negara” tetap aman tersimpan di Kas Daerah.

 

Kroni atau Mitra Atut Chosiyah yang berwujud “Birokrat” Pemprov Banten masih bebas berkeliaran. Betul mereka sudah tak bertuan, tapi kini mereka menjadikan tuan bagi dirinya sendiri. Bergerak sendiri-sendiri, bersinerji jika target lahan rampokannya sama.

Bagi mereka, jabatan adalah kesempatan untuk menambah pundi-pundi kekayaan. Seribu satu cara licik digunakan untuk mengakali peraturan perundang-undangan yang berlaku. Kalau bisa dipersulit kenapa harus dipermudah dan nantinya untuk mempermudah mereka minta “biaya” tertentu sebagai pelicin. Memerintahkan anak buah untuk mengatur dan mengotak-atik pengadaan dan persyaratan lelang. Memeras pengusaha yang jujur dengan berbagai alasan supaya dapat menerima suap dan gratifikasi. Menggelapkan proposal swakelola dengan memasukkan unsur keluarga dan nepotisme di dalamnya, serta berbagai akal bulus lainnya.

Indikasi ini sudah terlihat di tengah tahun 2014. Banyak pengumuman lelang sangat telat ditayangkan. Dalih mereka takut salah sehingga ditangkap KPK nantinya. Padahal, diam-diam mereka mencoba bersinerja. Membagi lahan korupsi bersama.

Sungguh beruntung, sesama rampok kelas teri memang sulit bekerja sama. Semua ingin bagian terbesar. Rekonstruksi kelompok dominasi menjadi mimpi. Hanya tercipta kelompok-kelompok kecil yang saling bersaing mendapatkan bagian terbesar.

Jika kegiatan yang dilelang dalam genggaman kekuasaan jabatan mereka, maka lelang akan terus diulang hingga jagoan mereka menang. Jika kegiatan yang dilelang tidak dalam genggaman kekuasaan jabatan mereka, pilihan pertama pasti menggandeng oknum Jawara, LSM dan/atau wartawan. Tidak mempan juga, di Banten diduga berserakan oknum-oknum aparat penegak hukum. Apa pun caranya, lelang harus batal jika bukan mereka yang menang.

 

Pertikaian mereka memakan waktu. Akhir tahun di depan mata. Rendahnya penyerapan anggaran sudah jelas bakal terjadi. Walau waktu tak cukup, lelang pun dipaksakan. Akhirnya kegiatan lewat tahun anggaran pun terjadi. Masih juga diakali. Pergub Banten soal kegiatan lewat batas tahun anggaran diterbitkan.

Bukannya menyelesaikan masalah, malah timbul masalah baru. Bagaimana mekanisme pembayaran kegiatan-kegiatan yang lewat batas tahun anggaran. Pengusaha banyak yang terjebak. Pilihannya melalaikan pekerjaan atau menanggung rugi karena modal berupa pinjaman berbunga. Sementara pembayaran harus menunggu perubahan APBD 2015.

Di Banten, pengalaman rupanya bukan guru yang terbaik. Mutasi besar-besaran tidak juga menghilangkan penjahat berupa birokrat itu. Malah muncul komposisi kelompok-kelompok baru. Polanya tetap sama. Lelang ulang, lelang ulang dan lelang ulang. Kesibukan oknum jawara, LSM, wartawan dan aparat penegak hukum membisingkan telinga.

 

Peringatan kedua dari BPK dengan tanda “Under Disclaimer” kembali dipublikasikan, tak juga menyurutkan nyali mereka. Malah pertempuran meluas pada isu perebutan posisi strategis. Dari isu mutasi Kasi hingga pelengseran Sekda, bahkan penggulingan Plt Gubernur terlontar ramai. Wacana prestasi menerima “Under Diclaimer” untuk ketiga kalinya mulai dibicarakan. Pasrah.

Bahkan sekarang di musim Pemilihan Kepala Daerah, jualan Kambing Hitam bertrade mark Atut Chosiyah semakin laku. Apalagi Tatu Chasanah, adik kandung Atut mencalonkan diri jadi Bupati Serang. Sebelumnya Tatu adalah Wakil Bupati Serang. Airin Damayanti, Adik ipar Atut mencalonkan kembali menjadi Walikota Tangerang Selatan. Di Pandeglang, Tanto WA, menantu Atut maju sebagai salah satu calon Bupati pandeglang.

 

# Koalisi Banten Berantakan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun