Mohon tunggu...
djeng sri
djeng sri Mohon Tunggu... Foto/Videografer - penuliscerita dan freelancer menulis

suka fotografi dan fiksi ;)

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Kau Panggil Dia "A"

7 Desember 2016   02:05 Diperbarui: 7 Desember 2016   02:25 498
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi: [c]bowobagus photography

.“Ya, ya ku akui kalau aku mencurinya, mengambil semua yang dipunya, meski...”

“Apa?”

“Ya, meskipun tak sejentik nyamuk pun miliknya hilang setelah kuambil semua”

“Apa?”

“Ya”

Dasar bedebah gila! Umpat Nas. Ditinggalkannya seorang kaya yang pikirnya kini semakin miring otaknya. Mengaku mencuri namun anehnya yang dicuri tidak pernah kehilangan, menyatakan menggunakan barang-barang curian, akan tetapi tak ada yang mengatakan bahwa semua yang dipakainya adalah milik pribadinya (-nya, dia yang dicuri).

“Tapi...”

Nas menghentikan laju sepedanya lalu seakan teringat akan sesuatu yang pasti benar, ya, orang kaya baru itu memang pernah miskin sekali, bahkan lebih miskin darinya yang kini menyandang gelar “Pengacara” alias pengangguran banyak acara.

“Tapi... bagaimana mungkin?”

Sshhh... sebatang rokok tingwe ia hisap sejenak sambil terus mencari kaitan perkataan orang kaya baru dengan tahun-tahun yang telah berlalu. Sebatang pohon besar yang rindang jadi sandaran punggungnya yang letih. Satu, dua sesapan, berirama syahdu dengan detik-detik waktu yang berjalan menuju pukul empat lebih sebelas waktu setempat.

“Ya, ya ku akui kalau aku mencurinya, mengambil semua yang dipunya, meski...”

“Apa?”

“Ya, meskipun tak sejentik nyamuk pun miliknya hilang setelah kuambil semua”

“Seperti ini?” kata seorang lelaki sambil menjentikkan jemarinya waktu itu di depan muka Nas. Kalau tidak salah ingat, lelaki itu kemudian memberi Nas sebuah perumpamaan tentang sebuah nama yang mustahil untuk ditemukan pun dicuri hartanya. Lalu ia diperlihatkan banyak hal tentang harta yang berhasil ia curi dan bagaimana menggunakan harta-harta itu untuk merebut hati banyak dunia... sehingga makin banyaklah harta yang ia punya, juga... tentu saja kuasa akan dunia.

“Apa?”

“Ha ha Nas, Nas, kau makin kerdil saja!”

“Hisap! Hisap! Hisap! Sampai mampus kekerdilanmu itu, kekerdilanmu itu! Kekerdilanmu itu!”

“Auuu, aduh!” Nas tersadar dari lamunannya. Batang tingwe yang habis terbakar hingga membakar jemari yang menyadarkannya. Sayup-sayup terdengar derap langkah orang-orang yang sama, yang kembar, yang... ah! Mirip dengan orang kaya baru itu! Apakah mereka, apakah mereka, apakah mereka? Nas tiarap menyembunyikan dirinya bertepatan dengan banyak pencuri-pencuri aneh lewat beberapa jengkal dari dirinya. Pada mereka terlihat harta yang tak pernah hilang meski dicuri, tak pernah habis meski diambil, tak pernah salah meskipun disalahgunakan...

“Aduh, aduh, aduh,” Nas mengaduh pelan takut terdengar oleh gerombolan itu, lalu sebait duri ia lepaskan dari dalam dada sambil berkata,

“Ku panggil dia A”

“Kau panggil dia A”

“Ia yang mencuri dari A untuk mendapatkan harta dunia...”..

.

* tingwe= linting dewe, bahasa Jawa, artinya rokok kretek yang dibuat oleh pemakainya sendiri alias melinting sendiri hingga menjadi sebuah rokok kretek.

...

Dari Timbuktu menuju kota J, Desember 2016

djeng sri,

bukan siapa-siapa

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun