***
Lembar kesembilanbelas catatan kumalku memperlihatkan garis merah, Lui mengakui melihat sesosok bayangan setan mengerikan di belakang ayah Hari. Aku tercenung,
“Ada apakah ini? Kesurupan? Penyakit mental?”
“Ah tak mungkin!”
“Nonsens!”
Wushhhhhh.... Angin besar mendadak masuk melalui jendela kamar kontrakanku. Lembar-lembar catatanku terbolak-balik dengan keras, lalu berhenti pada halaman tigapuluhenam, sebuah daftar kejadian-kejadian susulan yang melanda Lui,
“Melihat badut dibelakang pak bupati, melihat tikus raksasa ketika pak Abram calon anggota legislatif kampung kami lewat, mengakui suka melihat seorang nenek penjual sate di pinggir sekolah yang katanya didampingi duabelas burung merpati, dan.. banyak lagi yang sangat membuatku bingung! Sebab tak ada seorang pun yang melihat semua hal aneh tersebut, tak terkecuali aku!
***
Pembatas buku catatanku terjepit di halaman tujuhpuluh enam, sebuah catatan tambahan, bahwa Lui tiba-tiba melihat bayangan manusia raksasa dengan cakar yang tajam saat kakak kelasnya (kelas 6) bernama Rio lewat, aku mendengus lemah, kepala berdenyut-denyut pening tiada terkira.
“Koran-koran!”
“Koran pak guru? Buat pak guru gratis deh, ini pak, monggo”