[caption caption="copyright by bowo bagus'p"][/caption]
Judul: Fikber [2] Iblis dalam Jiwamu (End of Story?)
Versi Ending dari Fikber [2] Horor
Djeng Sri no. 5
“Jadi gi gi gimana ni pakdhe?” pemuda kecil kurus berambut agak gondrong terbata-bata sambil menangis di kaki pakdhenya. Namun orang tua itu hanya menghela nafas panjang sambil berkali-kali menepis tangan keponakannya yang banci. Sebatang kretek dihisapnya dalam-dalam, sejauh pandang matanya ke luar jendela rumah reot pinggir makam.
“Mat mat, kamu it...”
“Ampuni aku pakdhe ampuni aku, tolongg tolongg....”
“Hemhh.. sulit Mat, sulit!”
“Tolonglah pakdhe, aku tak mau dibui, ditangkap polisi...”
“Ditangkap? Ha ha ha ha ha ha!”
“Dasar bodoh!”
“Mana mungkin kamu ditangkap karena membunuh dengan ilmu hitam? Alat buktinya apa?”
“Ta ta tapi pakdhe...”
Sssshhh sebatang kretek telah habis, kini kretek kedua dinyalakannya dengan gemas, seakan ingin melampiaskan kemarahannya yang tak mungkin ia luapkan kepada lelaki kecil berambut tipis, si Ahmat!
.
Jangan kau buka pintu,
bila berlalu jadi tujuanmu
karena angin senja sungguh jahatnya,
datang menerjang dengan pongahnya
jangan kau tutup pintu,
bila pulang kembali jadi rencana nanti,
karena sunyinya pagi sungguh indahnya,
menutup keinginan untuk kembali bersama..
jangan pula ketuk pun beri salam sapa,
bila sebersit penyesalan t'lah mengintip di dalam jiwa..
Karena ada tertulis;
mengapa harus diawali,
bila harus diakhiri?
.
“Ampuni aku pakdhe ampuni aku, tolongg tolongg....”
“Hemmhh”
“Ampuni aku pakdhe ampuni aku, tolongg tolongg....”
“Hemmhh”
“Pakdhe....”
Krik krik krik... bunyi jengkerik diluar rumah memberi tanda dini hari telah tiba. Orang tua berambut klimis itu masih saja enggan menanggapi permintaan tolong keponakannya yang terus mengemis dan menyembahnya layaknya seorang raja dan penguasa,
“Ampuni aku pakdhe ampuni aku, tolongg tolongg....”
“Hemmhh”
“Ampuni aku pakdhe ampuni aku, tolongg tolongg....”
“Hemmhh”
“Pakdhe....”
“....”
“Aku tak bisa menolongmu Mat...”
“Ah?”
“Dirimu sendiri yang bisa menolongmu!”
“Tapi pakdhe?”
“Ya! Lihat hasil perbuatanmu ini!” bentak orangtua itu seraya menunjuk gambar di baskom besar berisi air, yang segera saja berubah menjadi layaknya sebuah televisi,menyajikan tayangan cerita menjijikkan dari seorang kecil manja dan rakus bernama Ahmat. Dimulai ketika dia sangat bernafsu pada gadis bernama Sukma, namun sayang gadis itu menolak cintanya. Lalu kedua orang tua Sukma yang juga menolaknya karena dirinya tak punya pekerjaan alias pengangguran dan parahnya suka mabuk-mabukkan di depan makam, sungguh menyedihkan.
“Pakdhe....”
“Diam! Lihat dulu!”
Dan tercerminlah bagaimana Ahmat memanfaatkan ilmu hitam yang dimilikinya kepada Sukma dan ayah ibunya, bagaimana ia memanfaatkan orang kedua dan ketiga, yang adalah seorang Lurah dan seorang dokter dengan ilmu hitamnya agar mau berbuat sesuai keinginannya, asal bisa memuaskan nafsu birahinya, biadab!
“....”
“Diam!”
Sebuah buku, buah kesayangan Sukma yang Ahmat ketahui di kemudian hari, telah menjadi bulan-bulanan ilmu santetnya yang sangat gelap. Ia merasuki kesukaan Sukma akan dunia fiksi dengan kegelapan jiwanya, iblis neraka... lalu... sebelum gambar-gambar itu menghilang, tampaklah mayat-mayat dengan mimik muka sangat ketakutan, ialah Sukma, ayah ibunya, pak lurah, pak dokter, mbok Minah, dan beberapa kerabat, yang sedang di visum oleh aparat kepolisian.
“Ampuni aku pakdhe ampuni aku, tolongg tolongg....”
“Hemmhh”
“Ampuni aku pakdhe ampuni aku, tolongg tolongg....”
“Hemmhh”
“Pakdhe....”
“Cinta itu buta le, begitu juga dengan matamu.... Apa yang dapat kubantu? Baiklah bila kau mengakui perbuatanmu pada bapak Aparat kePolisian. Namun aku ragu, apakah mereka akan percaya padamu?”
“Pakdhe....”
“Aku tak bisa menolongmu nak, aku juga hitam sama sepertimu, meski aku tak pernah menggunakannya hanya untuk sebuah nafsu!”
“Pakdhe...”
“Tolong...”
“Tolong...”
“Aaaaaaaaaahhh,” Ahmat memalingkan mukanya sebab di jendela muncul mayat-mayat orang-orang yang telah dihitamkannya
“Pakdhe...”
“Tolong...”
“Tolong...”
.
...
Jangan kau buka pintu,
bila berlalu jadi tujuanmu
karena angin senja sungguh jahatnya,
datang menerjang dengan pongahnya
jangan kau tutup pintu,
bila pulang kembali jadi rencana nanti,
karena sunyinya pagi sungguh indahnya,
menutup keinginan untuk kembali bersama..
jangan pula ketuk pun beri salam sapa,
bila sebersit penyesalan t'lah mengintip di dalam jiwa..
Karena ada tertulis;
mengapa harus diawali,
bila harus diakhiri?
.
+ untuk membaca karya yang lain, silakan klik disini, atau gabung ke Fiksiana Community FB
NB : Untuk membaca karya peserta lain silahkan menuju ke sini, akun Fiksiana Community
Selengkapnya : http://www.kompasiana.com/djengsrisaja/fikber-2-akulah-sang-iblis_565265c55dafbd1605bd2d2f
Mrican, Jogja, 3 Desember 2015
djeng sri
fiksi
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H