Mohon tunggu...
djeng sri
djeng sri Mohon Tunggu... Foto/Videografer - penuliscerita dan freelancer menulis

suka fotografi dan fiksi ;)

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Lagak Lagu Latah Sri

17 Oktober 2015   14:50 Diperbarui: 17 Oktober 2015   15:03 149
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption caption="copyright by bowobagus'p"][/caption]

Judul: Lagak Lagu Latah

 

 

Bruno stanby di sudut sofa, Ijah ngetem di pojok rumah, Maryem duduk manis di teras rumah, Bebi sedang sendiri menanti jemputan kekasih hati. Sepertinya semua sedang melakukan aksi! Lalu aku? Aku? Aku? Ada apa dengan aku yang hanya biasa duduk, diam, dongkol sambil mengomel-ngomel di depan layar duapuluhtiga inch sejak tiga jam yang lalu? Mana, di mana, ke mana nyaliku? Si telunjuk menunjuk-tunjuk kening selebar lapangan sepak bola sambil menggandeng bibir untuk berkata,

Lagak lagumu itu Sri! Huh!”

Duh, duh, diriku sendiri saja mengoyak perih kedunguanku pada keadaan lingkungan sekitar, terutama teman dan handai tolan, plak! Plak! Plak! Telapak tangan kiri mendadak hadir untuk ikut serta mewujudkan kekerasan pada rumah pribadi, aduh, duh, duh.

Bruno, Ijah, maryem, Pino, bebi... tolong! Tolong!” jeritku tertahan sekapan kuat sebuah tangan besar, hitam, dan kekar, yang sangat kontras dengan busananya, bersih bersinar dan terang: putih!

Lagak lagumu itu Sri! Huh!”

Bruno, Ijah, maryem, Pino, bebi... tolong! Tolong!”

Sudah! Diam! Diam!” bisikknya di telingaku lekat-lekat. Aduh, duh, Arjunaku yang kuat dan memikat, lenguhku diantara erat pelukannya yang semakin dahsyat, basah sudah tangan Arjuna.

Sialan!”

Kamu ni sudah liar, masih juga ngeces (mengeluarkan air liur) banyak-banyak, asem!”

Yang kuat mas Arjuna, yang kuat, ahhh,” jeritku tertahan

Dasarrrr!”

Plak! Plak! Plak! Telapak tangan kiri mendadak hadir untuk ikut serta mewujudkan kekerasan pada rumah pribadi, aduh, duh, duh. Bukan, dia dia Arjunaku yang menempeleng pipiku, namun tangan kiriku, sungguh tangan kiri, benar, benar, tak bohong aku!

Bruno, Ijah, maryem, Pino, bebi... tolong! Tolong!” aku menjerit sekali lagi, berharap Arjuna bermurah hati dan melepaskanku.

Sri! Awas kau ya! Cepat masuk sana!” Arjunaku bertambah galak sambil mendorong keras tubuhku masuk sebuah mobil ambulance.

Dan ingat Sri! Jangan coba-coba lari lagi!” perintah Arjunaku keras. Duh, duh, duh ada apa ini? Aku melihat Arjuna berubah jahat dan tidak cinta, ia, ia, ia berganti muka menjadi dokter rumah sakit jiwa! Duh, duh, duh...

Bruno stanby di sudut sofa, Ijah ngetem di pojok rumah, Maryem duduk manis di teras rumah, Bebi sedang sendiri menanti jemputan kekasih hati. Sepertinya semua sedang melakukan aksi! Lalu aku? Aku? Aku?

.

di mana aku ibu?

di sini aku ibu...

ke mana engkau ibu?

Ke sini aku ibu,

.

coba tebak dibalik telapak tangan ini

ada sebuah rasa yang tak sempat kukenali

entah mengapa, namun sungguh aku sukai

.

.

Pakem-Jogja, 17 Oktober 2015

Djeng Sri

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun