Mohon tunggu...
Sa'id Djazuli
Sa'id Djazuli Mohon Tunggu... -

Pribadi yang masih membutuhkan dedikasi

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Kekuasaan & Ide tentang Tubuh

13 Agustus 2017   22:17 Diperbarui: 13 Agustus 2017   22:20 497
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

 Ada rasa ngeri, mencekam serta sakit hati yang mengalir pada dendam  yang pekat ketika dari sebagian bangsa manusia harus menerima perilaku  brutal, membabi buta dan tidak manusiawi. Identitas menjadi sesuatu yang  begitu sensitif dan rawan untuk dibicarakan dalam ruang sejarah Jerman  yang suram, sikap eksklusif ditonjolkan, serta menjadi pertimbangan  hidup-mati bagi orang-orang di luar bumi bavaria. 

Apa yang menimpa di  masa Republik Weimar (1918) sampai si bengis Adolf Hitler dinobatkan  menjadi kanselir (1933) telah menyisakan lanskap tertentu dari beberapa  irisan-irisan peristiwa yang menyedihkan, hingga saat ini hal itu  diabadikan dalam sebuah pavilium besar bernama memori sejarah bangsa  manusia.

 Tetapi barangkali itulah emosi yang dihempaskan dari  sisa-sisa perang besar (Perang Dunia I) yang kalah menyebabkan sepenggal  sejarah Jerman menjadi kelam. Situasi buruk dan memanas terus  berlangsung oleh sederet konflik yang bergelora, ekonomi ambruk,  sosial-politik silang-sengkarut, demokrasi berjalan terseok-seok, sampai  pada hari kemudian menyeret kepada nasib nahas Karl Liebknecht dan Rosa  Luxemburg yang mati terbujur oleh peluru yang melekat di kepala.

 Hal lain yang (menurut saya) menentukan perkara hidup mati dalam  konteks sejarah Jerman ialah ketika menyaksikan sebuah film yang  berjudul "Europa" (semacam film dokumenter), film yang menceritakan  nasib dari seorang pemuda Yahudi yang hidup sebagai anak angkat dalam  sebuah keluarga Jerman di masa Nazi, bertahun-tahun menyembunyikan  identitas penisnya yang disunat.

Di akhir cerita, dalam pembebasannya  yang melegakan, pagi itu Jerman kalah, ia baru dapat kencing secara  terbuka di dekat orang lain. Dengan latar itulah usaha Jerman (terutama)  untuk menemukan harga diri kembali dengan menempatkan akar kemurnian  rasnya sebagai bangsa yang berambut pirang, kulit terang, dan mata biru  Arya.

Ide tentang Tubuh

Eropa memang bertaburan pelbagai cerita pasca Perang Dunia, pada  sisi-sisi yang lain dari masa itu segenap asumsi berhembus tentang apa  saja yang melintas di dalam kehidupan. Salah satu di antaranya adalah  "ide tentang tubuh." Tubuh kerap kali dihubungkan dengan kebencian,  kebengisan, dan keterisoliran, tetapi itu hanya sisi sebagian yang  terdisplay di dalam etalase sejarah, hal lain yang ikut mewarnainya  ialah dunia seni lukis sebagai ikhtisar dari sebuah situasi zaman.

Semisal karya-karya George Grosz yang sarkastik, muram, kadang humor.  Tetapi nyaris dalam guratan di atas portofolionya banyak tergambar tubuh-tubuh yang rusak, penyok dan tidak sempurna, semisal gambar  seorang pria dalam posisi kaki terbuka dengan kemaluan yang terlihat semerawut tidak jelas, gambar sebuah keluarga borjuis dalam keadaan  telanjang, kemudian gambar tiga pria yang sedang main kartu sambil duduk  di atas tubuh wanita yang sudah dibantai, dan masih banyak lagi  karya-karya Grosz yang menampilkan situasi dekaden dalam sebuah pameran  di Berlin.

Berbeda halnya ketika Hitler memegang tampuk  kekuasaan. Adolf Ziegler yang dibanggakan dalam era Nazi mampu  menjungkir-balikkan karya-karya Grosz, Kollwitz, Hubbuch, dan lainnya di  era Weimar. Ada rasa baru dalam karya-karya seni lukis di masa Nazi,  semenjak Hitler berpidato di Munchen berjudul "zaman baru" yang juga  akan "lahir jenis manusia baru", tubuh dalam seni lukis tidak lagi  mewakili dari sebuah situasi seperti sebelumnya. Terlihat lebih teratur,  disiplin, dan memikat.

Tubuh (dalam seni lukis) adalah proyek  yang terselubung, lebih gairah, mengundang nafsu dengan tekstur yang  lebih sempurna. Gambar pria lebih stabil dengan gaya pose tanpa busana,  gagah, berotot, menunjukkan keindahan persis seperti seni lukis Yunani,   sosok-sosok itu seolah berkata "aku lah yang paling gagah".

Intinya, benang merah yang dapat kita tarik dari itu semua ialah tak  lain dari klasifikasi atas tubuh manusia. Perbedaan ketegori biologis  tidak hanya mempengaruhi pada satu titik saja, tetapi birokrasi dalam  pendidikan ikut memainkan peranan di masa Nazi. Edmund Husserl konon  juga korban dari sebuah perbedaan kategori biologis yang melatar  belakangi ia diusir dari universitas Freiburg. Lantas bagaimana  pandangan tentang tubuh di era virtual.?

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun