Mohon tunggu...
Djasli Djosan
Djasli Djosan Mohon Tunggu... Jurnalis - Jurnalis

Mantan redaktur dan reporter RRI, anggota Dewan Redaksi majalah Harmonis di Jakarta.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Tuduhan Makar terhadap Sejumlah Tokoh

7 Desember 2016   13:12 Diperbarui: 7 Desember 2016   13:35 55
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sejumlah tokoh terdiri atas politisi dan aktivis dijadikan tersangka oleh polri karena merencanakan makar, yaitu menggulingkan pemerintahan yang syah. \Mereka ditangkap pada Subuh 2 Desember 2016, menjelang aksi damai ummat Islam untuk mendoakan

bangsa dan negara. Kapolri Jenderal Tito menjelaskan kepada DPR pada 5 Desember, langkah itu diambil untuk mengantisipasi para tersangka melakukan provokasi melalui media sosial. Pihak kepolisian menemukan bukti bahwa para tersangka akan memanfaatkan unjuk rasa damai ummat Islam, membelokkan mereka ke gedung DPR/MPR, mendudukinya dan memaksa MPR menyelenggarakan Sidang Istimewa dengan agenda: kembali ke UUD 1945 sebelum amandemen dan mengganti presiden/wapres. Sebaliknya Rahmawati Sukarno Puteri yang juga menjadi tersangka, membenarkan memang akan ke gedung DPR/MPR, bukan menduduki, melainkan menyampaikan petisi di halamannya dengan membawa massa sendiri.

Pakar hukum Yusril Izha Mahendra berpendapat, keinginan menyampaikan petisi tidak dapat dikatakan usaha makar karena itu ia menawarkan diri menjadi penasehat hukum para tersangka. Tokoh yang juga berpendapat bahwa himbauan kepada MPR untuk kembali ke UUD 1945 sebelum amandemen bukan makar adalah mantan Ketua PP Muhammadiyah Din Syamsuddin.

Kalau begitu, yang perlu diluruskan adalah pengertian makar itu sendiri. Polisi perlu menunjukkan bukti ada perintah atau seruan dari pihak terangka untuk menduduki gedung DPR/MPR. Jadi bukan hanya menyampaikan petisi di depannya seperti dijelaskan Rahmawati.

Bagaimana pun memang tampak adanya keinginan sekelompok orang yang ingin membatalkan amandemen UUD 1945  dengan cara-cara ekstra parlementer. Sebab kalau mereka berjiwa demokratis, seharusnya ditempuh melalui wakil-wakil mereka di DPR.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun