Kakekku langsung paham apa yang terjadi di dalam kandang karena tak mungkin seekor sapi dapat masuk karena kandangnya hanya muat untuk orang. Bapakku diminta untuk mengambil karung yang besar dan parang. Kakekku masuk ke dalam kandang seorang diri dan ketika keluar bapak langsung bertanya ke kakek, "Apa itu?"Â
Tampak kakek keberatan membawa karung itu dan menjawab singkat, "Ular," jawab kakek singkat. Ternyata bapakku menginjak ular python yang tertidur pulas tak berdaya karena kekenyangan melahap ayam-ayam dan telur-telur di kandang. Ular phyton itu tidak dibunuh oleh kakek, kemudian dibawa keluar kampung dan dilepas di hutan belantara Kalimantan yang merupakan habitat sebenarnya.
Tradisi menyeramkan. Kakek yang sering berinteraksi dengan suku Dayak, suatu ketika menjelang malam pintu rumah kakek diketuk seorang laki-laki suku Dayak, "Tuan guru, saya titip bola-bola ini besok pagi-pagi akan diambil kembali." Kakek pun mengangguk tanda memahami. Kakek langsung mengatakan kepada anak-anak untuk tidak mendekati, memegang apalagi membuka karung berisi bola-bola. Kakek menyimpan di tempat yang aman dari jangkauan anak-anaknya.Â
Tidak lama kemudian patroli tentara Belanda mampir ke rumah kakek dan nenanyakan, "Tuan guru apakah tadi ada seorang laki-laki Dayak lewat di sini?" "Ya," jawab kakek singkat. Patroli tentara Belanda menanyakan ke arah mana laki-laki itu pergi, kakek menunjuk ke arah sembarangan, patroli pun berlalu mengikuti petunjuk kakek. Malam pun berlalu, ketika sebelum matahari terbit masih pagi-pagi buta terdengar ketukan pintu yang ternyata datang laki-laki dayak meminta kembali karung berisi bola-bola yang kemarin sore dititipkan kepada kakek.
Bapakku pada saat itu tidak terlalu paham barang apa yang dititipkan kepada kakek dan mengapa patroli tentara Belanda menanyakan apakah ada laki-laki Dayak yang lewat di depan rumahnya. Bapakku baru paham kemudian bahwa isi karung itu kepala orang dan laki-laki Dayak baru saja "menganyau" atau tradisi "kayau" membunuh lawannya terutama dalam perang antar suku dengan menebas kemudian menyimpannya.Â
Pada saat itu Pemerintah kolonial Belanda sudah melarang tradisi kayau karena itu patroli tentara mengejar laki-laki Dayak itu. Di kemudian hari dan semoga sampai saat ini, ada suatu kesepakatan diantara tiga suku besar Dayak  di Kalimantan Barat. Kesepakatannya melarang melakukan tradisi kayau karena mereka menyadari bahwa tradisi ini dapat melenyapkan keturunan mereka sendiri.
Cerita masa kecil setiap generasi tidak akan sama dan setiap orang mempunyai cerita yang unik tentang masa kecilnya. Biarkan anak-anak tumbuh kembang dengan ceritanya masing- masing yang tidak akan bisa diulang lagi. Inilah cerita sebagian masa kecil bapakku di Nyarumkop, Singkawang, Kalimantan Barat sebagai kenang-kenangan untuk cucu-cucu dan cicit-cicit.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H