Buku ini saya beli karena keisengan jari-jemari saya yang sibuk menjelajahi rak-rak di toko buku. Ketika jari dan mata sata menyelidiki buku demi buku, ada satu eksemplar buku yang membuat langkah saya terhenti.Â
Ya... Buku itu berjudul "Higher Order Thinking Skills (HOTS)". Awalnya, saya ingin membeli buku novel. Tetapi setelah saya baca ringkasan yang ada di balik buku tersebut, tiba-tiba ada bisikan dari otak yang masuk ke kuping saya tanpa permisi.
"Eh Lu, by the way topik bahasan bukunya mirip sama topik penelitianmu. Ya kan ? "
Lalu saya berpikir,
"Iya juga sih. Hmm... jadi bingung nih.. Beli novel atau buku ini ya ?"
Kemudian, rapat dengar pendapat digelar untuk menentukan apakah jadi membeli buku "HOTS" ini atau tidak. Kubu hati berpendapat bahwa saya lebih baik beli novel aja. Toh tujuannya kan biar nggak pusing mikir tugas kuliah terus. Refreshing tipis-tipis lah...
Kubu yang satunya, otak, berpendapat bahwa alangkah baiknya buku HOTS tadi dibeli. Lumayan ada referensi buat bikin proposal skripsi. Daripada nanti ujungnya pusing sendiri pas skripsian dan nggak kunjung wisuda. Â Perdebatan berlangsung cukup alot hingga akhirnya palu diketok dan memutuskan :
"Saya akan beli novel sekalian dengan buku HOTS ini"
Lalu, saya ambil kedua buku tersebut dari raknya masing-masing dan segera membelinya.
Oh iya, sampai lupa kalau mau review bukunya, hehehe...
Buku ini mengupas tuntas tentang bagaimana konsep kemampuan berpikir tingkat tinggi (Higher Order Thinking Skills) dan penerapannya dalam dunia pendidikan dan juga kehidupan sehari-hari.Â
Penulis membuat mahakarya ini untuk menjawab tantangan pembelajaran yang terjadi di sistem pendidikan negara kita. Setelah lebih dari 7 dasawarsa Indonesia merdeka, atmosfer pembelajaran kita masih sering berkutat pada kemampuan peserta didik dalam menghafal saja.
Kemampuan menghafal menunjukkan kemampuan berpikir di level bawah atau dalam bahasa kerennya disebut Lower Order Thinking Skills (LOTS).Padahal, kemampuan berpikir seperti itu dirasa masih sangat kurang apalagi dalam menghadapi era disrupsi dan perkembangan teknologi yang semakin maju ini. Menghafal tidak bisa sepenuhnya membantu peserta didik dalam memahami materi yang mereka pelajari di sekolah dan juga memaknai segala fenomena yang terjadi di sekitar mereka. Terlebih lagi, kapasitas memori manusia sangat dinamis dan juga terbatas seiring berjalannya usia mereka.
Metode pembelajaran hafalan juga sebenarnya secara tidak langsung memberangus kemerdekaan dalam berpikir dan belajar. Realitas yang terjadi adalah bahwa belajar dengan teknik menghafal justru memaksa peserta didik untuk belajar dan berpikir secara kaku berdasarkan standar atau rumus tertentu yang sudah disiapkan oleh kurikulum.Â
Apakah anda masih ingat ketika dulu guru anda dulu menyuruh untuk menghafal nama-nama pahlawan beserta tanggal kelahirannya atau menghafal rumus matematika ?Â
Atau mungkin waktu pelajaran bahasa Inggris kita diharuskan menghafal 16 bentuk tenses sekaligus ? Fenomena tersebut adalah sekilas contoh bahwa budaya menghafal sudah mengakar begitu kuat di dalam atmosfer pendidikan kita.
Tidak bisa dipungkiri bahwa ada berbagai macam materi pembelajaran yang memang membutuhkan kemampuan menghafal. Apalagi soal rumus-rumus matematika atau IPA yang biasanya didapat dari hasil kesepakatan para peneliti yang mau tidak mau harus dihafal, seperti contoh tabel periodik kimia misalnya. Dari sinilah justru banyak guru yang seolah "nyaman" dengan kultur menghafal seperti ini. Kalaupun ada peserta didik yang bertanya mengapa rumus ini bisa terjadi, pasti akan dijawabÂ
"Ya.. Bagaimana lagi ? Memang dari sananya sudah begitu."
Padahal sejatinya materi atau rumus dalam pelajaran pasti didapat melalui proses pengembangan dan penelitian yang tidak sebentar. Dari statement guru tersebut sebenarnya sudah menandakan bahwa bangsa kita malas untuk bernalar dan mengandalkan logika dalam berpikir.Â
Dunia ini berlaku hukum sebab akibat. Sesuatu pasti terjadi karena suatu sebab dan begitu juga sebaliknya.Â
Oleh karenanya, kemampuan berpikir tingkat tinggi (Higher Order Thinking Skills) sangat dibutuhkan dalam menghadapi tantangan zaman. Kemampuan yang dipaparkan dalam buku ini lebih mengarah kepada bagaimana peserta didik dapat mendayagunakan akal dan pikirannya secara kritis, kreatif, solutif, serta mampu memutuskan sesuatu dalam hidup. Penulis menjelaskan alur dan konsep berpikir tingkat tinggi dengan begitu gamblang dan mudah dipahami.
Terdapat banyak ilustrasi baik berupa gambar maupun studi kasus penerapan HOTS dalam suatu mata pelajaran tertentu dengan konteks kehidupan kita sehari-hari. Selain itu, penulis juga menjelaskan serta  meluruskan berbagai macam miskonsepsi yang terjadi di masyarakat dalam memahami HOTS ini, seperti soal-soal HOTS harus memakai bahasa yang tinggi dan ilmiah, penggunaan teks yang panjang dan rumit, hanya diterapkan di siswa sekolah menengah, dan masih banyak lagi.
Buku ini menawarkan kepada kita sebuah pandangan baru dalam menghadapi dunia. Di zaman yang serba tidak pasti ini, kita dituntut untuk selalu adaptif dan inovatif.Â
Selain itu, cara berpikir HOTS membuat kita untuk terus belajar dan mengkombinasikan ilmu kita di dalam menghadapi problematika hidup secara nyata (authentic learning).Â
Apalagi, pemerintah melalui Kurikulum 2013 nya sudah berusaha menata konsep berpikir ini ke dalam setiap lini pembelajaran di berbagai level pendidikan mulai tingkat dasar hingga tingkat tinggi. Tersedia juga contoh-contoh soal Asesmen Nasional (AN) dan juga AKM yang bisa digunakan sebagai referensi belajar bagi para peserta didik di tingkat SD,SMP, dan SMA dan serta tidak menutup kemungkinan bagi para guru atau calon guru yang ingin belajar memahami dan menerapkan asesmen model ini di kelas masing-masing.Dengan menerapkan kemampuan berpikir tingkat tinggi, secara tidak langsung kita sudah turut menyukseskan program Merdeka Belajar yang saat ini sedang digalakkan oleh Mas Menteri Nadiem Makarim. Berpikir kritis adalah salah satu jalan bagi peserta didik maupun guru untuk mencapai kemerdekaan dalam pembelajaran serta menciptakan solusi dari segala permasalahan kehidupan.Â
Alangkah lebih indah jika dipadukan dengan elemen HOTS yang lainnya seperti berpikir kreatif (out of the box), bijak dalam memutuskan sesuatu, serta bebas dalam menemukan alternatif solusi permasalahan yang ada secara aktif dan berkesinambungan. Â Bukan zamannya lagi para peserta didik dituntut untuk selalu menghafal tanggal lahir pahlawan, jenis-jenis tenses, dan seabrek materi hafalan lainnya.
Buku karangan R. Arifin Nugroho ini sangat cocok dibaca oleh semua kalangan, terutama bagi anda yang berkiprah di dunia pendidikan. Sudah saatnya kita merombak pola pikir dan gaya belajar kita agar lebih progresif dengan menguasai skill berpikir tingkat tinggi ini.Â
Semua itu bisa kita lakukan mulai sekarang dengan membaca buku ini dan mari kita terapkan di kelas dan lingkungan bersama anak-anak kita. Salam Merdeka Belajar !!!
Djalu
1 Oktober 2021
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI