Mohon tunggu...
Gafur Djali
Gafur Djali Mohon Tunggu... -

Direktur Indonesia Research and Strategy (IRS)

Selanjutnya

Tutup

Inovasi

Ketika Desa dan Daerah Pinggiran Hidup Tanpa TIK

23 Agustus 2015   20:42 Diperbarui: 23 Agustus 2015   20:42 334
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption caption="Bioskop Masuk Desa 2014 Bersama Komunitas Anak Alam"][/caption]

Salah satu agenda Pembangunan Nasional (NawaCita) iyalah membangun Indonesia dari pinggiran dengan memperkuat daerah-daerah dan desa dalam kerangka negara kesatuan. Jelas sudah bahwa masa depan Indonesia dibangun dari desa dan daerah pinggiran jadi prioritas utama agenda pembangunan nasional.

Tantangan membangun desa dan daerah pinggiran adalah akselerasi mengejar ketertinggalan dan peningkatan sumberdaya manusia. Saya percaya bahwa salah satu sektor yang mampu mencukupi kebutuhan tersebut adalah Teknologi Informasi Komunikasi (TIK).

Ketimpangan Teknologi Informasi Komunikasi
Perkembangan dan kemajuan TIK telah membawa perubahan cara pandang dan perilaku manusia. TIK kini sudah menjadi semacam kebutuhan “primer” setiap orang, dari bangun tidur hingga tidur lagi. Bahkan sektor layanan publik pemerintah sudah terintegrasi dengan dunia digital-internet. Sesuatu yang belum pernah terbayangkan sebelumhya. Mari kita lihat demografi pengguna TIK di Indonesia.

Kemkominfo mencatat ada sekitar 313 juta pengguna ponsel pada 2013 dan 47 juta diantaranya adalah pengguna smartphone. Yaitu dengan penetrasi pengguna ponsel diprediksi sebesar 18% pertahun. Sementara pengguna internet pada 2014 sebanyak 88.1 juta orang, dengan penetrasi pertumbuhan sebesar 34.9%. Ini menempatkan Indonesia menjadi Negara dengan perkembangan TIK cukup signifikan di Asia Tenggara.

Namun pada lain pihak, ternyata pertumbuhan TIK Indonesia tersebut masih jauh dari target Millenium Development Goal`s (MDG’S). Karena pengguna aktif internet belum mampu menembus angka 50% dari total populasi pada akhir 2015 nanti. Artinya penertasi pertumbuhan pengguna TIK belum mampu membuat Indonesia siap bersaing secara global.

Lewat survey APJII dan PusKaKom UI pada 2014, menemukan fakta bahwa 78,5% dari total pengguna internet di Indonesia tinggal di wilayah Indonesia bagian Barat (Jawa-Bali). Sementara pengguna internet justru didominasi oleh mereka yang tinggal di wilayah urban-perkotaan. Sedangkan masyarakat desa dan daerah pinggiran hanya 21,5% yang menggunakan layanan internet.

Kenyataan paling mengejutkan adalah di wilayah Timur Indonesia yang meliputi Papua, Papua Barat, Maluku, Maluku Utara, NTT, NTB. Dengan populasi 18.4 Juta jiwa pada 2014, terdiri dari 6 provinsi, 86 kabupaten, 9 kota, 1.380 kecamatan, 804 kelurahan dan 12.945 desa. Ternyata wilayah ini hanya ada 5,9 Juta orang yang dapat mengakses internet. Ini hanya selisih tipis dengan pengguna internet di DKI.Jakarta yang berjumlah 5,6 juta orang. Padahal luas wilayah ke 6 provinsi ini dapat mencapai 45% dari total luas wilayah Indonesia.

Menurut saya, sekurangnya ada dua faktor fundamental sehingga ketimpangan ini terjadi. Pertama yaitu infrastruktur TIK yang belum merata dan masih terkonsentrasi di daerah urban. Faktor kedua adalah biaya layanan internet yang ditawarkan oleh provider masih tergolong mahal, hingga sulit dijangkau oleh masyarakat pedesaan dan daerah pinggiran. Rupanya pertimbangan bisnis terlalu dominan sehingga pemerataan dan tariff disesuikan dengan kalkulasi akumulasi semata. Bahkan Praktik ini secara sadar dilakukan oleh provider yang notabene adalah anak perusahaan BUMN, sebut saja Telkomsel.

Masadepan Desa dan Daerah Pinggiran Era TIK
Salah satu amanat UU Desa adalah akuntabilitas publik. Perangkat desa harus secara transparan melaporkan agenda pembangunan desa, anggaran, dan informasi-informasi terkait desa lainnya secara online. Atas dasar hal tersebut maka lahir web-desa [desa.id]. Web ini akan dimanfaatkan sebagai lumbung informasi publik. Bukan hanya bagi warga desa tapi dapat juga di akses secara luas.

Sebagaimana diketahui bersama, bahwa Indonesia sedang membangun sistem berbasis online yang terintegrasi dengan sektor-sektor starategis lainnya. Seperti, e-pemerintahan, e-kesehatan, e-pendidikan, e-perdagangan, e-desa, dll. Langkah pemerintah ini sekaligus untuk menjawab tantangan zaman dan pola hidup masyarakat yang sudah mulai akrab-terintegrasi dengan dunia digital (TIK).

Desa dan daerah pinggiran akan menerima manfaat yang teramat besar ketika sudah mampu terintegrasi dengan internet (TIK). Akses informasi dan pengetahuan-pendidikan akan semakin mudah, potensi ekonomi dapat dikelola atau dipromosikan secara optimal, layanan kesehatan dan penanganan bencana juga dapat dipantau dengan mudah. Masyarakat secara penuh dapat berpartisipasi aktif dalam kemajuan desa dan daerah pinggiran. Memberikan ide, gagasan dalam mendukung kebijakan-kebijakan publik yang progresif.

Satu contoh sederhana. Selama ini penetrasi internet telah mencipta ribuan UMKM (Usaha Mikro Kecil Menegah). Tranasaksi online membuat pasar-konsumen tumbuh tanpa batas. Sementara dari sisi layanan kebijakan dan akuntabilitas publik juga semakin terbuka.

Namun sebagaiman telah disinggung sebelumnya, bahwa TIK adalah barang mewah. Sesuatu yang belum begitu akrab dengan sebagian masyarakat desa, apa lagi masyarakat di daerah pinggiran. Bila sudah begini akan muncul problem baru, yaitu akuntabilitas publik lewat web-desa terancam tak optimal dan segala macam yang berupa e-e itu akan buyar bubar.

Langkah Kemkominfo menggagas mobil pintar layanan internet, Pusat layanan internet kecamatan dan desa broadband terpadu adalah langkah positif dalam pemerataan TIK di Indonesia. Upaya ini juga perlu dukungan lintas sektoral yang melibatkan pihak pemerintah daerah maupun swasta. Pihak terkait seperti Kemkominfo, Kemendesa, provider telekomunikasi, akademisi, praktisi, kelompok sosial dan masyarakat, semuanya perlu duduk bersama untuk melahirkan alternatif kebijakan demi menjawab tantangan tersebut.

Harapan tentang masa depan desa dan daerah pinggiran adalah mewujudkan masyarakat yang aktif, kreatif dan produktif. Baik dari sisi aktif-partisipatif dalam pemerintahan desa, kreatif dalam pembangunan ekonomi dan produktif untuk selalu mencipta solusi dari tantangan yang muncul di desa atau daerah pinggiran. Maka mewujudkan desa dan daerah pinggiran yang terintegrasi secara total dengan TIK menjadi agenda starategi baik secara politik, ekonomi maupun kebudayaan. MERDEKA !!!

Ambon, 23 Agustus 2015

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun