Dengan beberapa pukulan yang terarah dan kuat, Raka berhasil mengalahkan buaya jadi-jadian itu, yang roboh ke sungai dengan suara gemuruh. Nafas Raka terengah, tetapi ia tidak punya waktu untuk beristirahat. Ia segera berenang ke tepi sungai, mencapai Istana Kota Asmara, di mana ia menemukan Johan yang sedang berusaha menyelamatkan Sinta.
Sinta, yang terbaring lemah di pinggir sungai, tersenyum lemah saat melihat Raka. "Kamu datang," katanya dengan suara serak.
Raka tersenyum, lega melihat Sinta selamat. "Selalu," jawabnya sambil membantunya berdiri.
Johan, yang masih memakai kostum Cakil, berkomentar dengan nada ringan, "Hebat juga kamu, Raka. Berenang sambil melawan buaya, kayak di film aksi saja."
Raka hanya mengangkat bahu. "Apa pun untuk Sinta."
Mereka semua kemudian memutuskan untuk membakar Istana Kota Asmara sebagai simbol perlawanan mereka terhadap Ibu Malam. Sinta dan Raka bersama-sama mengumpulkan kayu bakar, sementara Johan terus mengeluarkan candaan untuk meringankan suasana.
Setelah istana terbakar, mereka berlari menjauh dari api. Dari kejauhan, Bagas dan Saskia yang melihat asap mendekat dengan tergesa-gesa. Saskia berlari ke arah Raka dan memeluknya erat, lega melihat suaminya selamat. Raka membalas pelukan itu, namun matanya terpejam, membayangkan betapa dekatnya mereka semua dengan kematian.
Namun, tawa Ibu Malam yang mengejek dari kejauhan membuat mereka semua membeku. "Besok pagi, kalian semua akan mati," ucapnya, suaranya menggema di antara reruntuhan istana yang masih menyala.
Raka, Bagas, Saskia, Johan, dan Sinta berdiri berdampingan, menatap reruntuhan itu, bersiap untuk menghadapi hari esok yang mungkin akan menjadi pertarungan terakhir mereka.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H