Mohon tunggu...
Wisnu Djatiprasodjo
Wisnu Djatiprasodjo Mohon Tunggu... Freelancer - Wisnu DjatiPrasodjo adalah freelancer blogger.

Wisnu DjatiPrasodjo adalah penulis dan fotografer. Dengan tulisan banyak tentang lifestyle Travelling dan apa yang menurutnya menarik. Juga suka mendokumentasikan hal yang menarik dan dapat dilihat di IG nya djagadfoto. Selain penulis dan fotografer Wisnu adalah seorang Konsultan. Sekarang sedang bekerja sebagai Secap spesialis (social, environment, climate assessment procedure.).

Selanjutnya

Tutup

Horor Pilihan

Ibu Malam Part 8 - Kutukan yang Tak Terputus

23 Agustus 2024   05:28 Diperbarui: 24 Agustus 2024   06:38 54
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Raka, Saskia, dan Bagas tengah bergelut dengan kenyataan pahit bahwa kutukan Ibu Malam masih menghantui mereka. Setelah menemukan buku silsilah keluarga Bagas, mereka kini tahu bahwa tanda lahir di tubuh Bagas dan Saskia bukanlah kebetulan. Kutukan Ibu Malam mengikat garis keturunan mereka dengan masa lalu yang kelam. Mereka bertekad untuk memutus kutukan ini, meskipun taruhannya adalah nyawa mereka.

***

Suatu malam, mereka tiba di sebuah desa terpencil di Yogyakarta, tempat nenek moyang Bagas berasal. Desa itu sunyi, terasa seperti terperangkap dalam kabut masa lalu. Mereka bergegas menuju rumah nenek Bagas, tempat di mana buku silsilah itu ditemukan. Dalam keheningan yang mencekam, mereka membahas langkah selanjutnya.

"Raka, Saskia, aku yakin ada lebih dari sekadar kutukan di sini. Nenekku pernah menyebutkan tentang ritual pengorbanan," kata Bagas dengan nada serius.

Saskia yang duduk di dekat jendela, merenung, "Bagas, ritual itu mungkin satu-satunya cara untuk menghentikan Ibu Malam. Tapi kita harus memastikan tidak melakukan kesalahan."

Raka mendekati Saskia dan menggenggam tangannya. "Apapun yang terjadi, kita hadapi ini bersama. Kita akan menghentikan Ibu Malam, sekali untuk selamanya."

Mereka pun sepakat untuk melakukan ritual tersebut di puncak bukit, tepat di tengah malam. Mereka mempersiapkan segala sesuatu dengan hati-hati, meskipun bayang-bayang kegagalan menghantui pikiran mereka.

***

Malam itu, angin berhembus kencang, membawa hawa dingin yang menusuk. Puncak bukit itu terasa asing, seolah-olah tak pernah dikunjungi manusia selama bertahun-tahun. Saat mereka mulai melafalkan mantra, tiba-tiba langit berubah gelap, dan Ibu Malam muncul dalam wujudnya yang paling menyeramkan.

Dengan kekuatan luar biasa, Ibu Malam menyerang mereka. Bagas dengan kekuatan bantengnya berusaha sekuat tenaga untuk melindungi Raka dan Saskia. Tapi Ibu Malam terlalu kuat, dia melayangkan serangan bertubi-tubi hingga Bagas terjatuh.

Raka segera menarik Saskia menjauh dari serangan Ibu Malam, namun mereka tak mampu melarikan diri. Pada saat yang genting, ketika harapan tampak pupus, Arina dan Sinta tiba-tiba muncul.

"Raka! Saskia!" teriak Arina, sambil melindungi mereka dengan bacaan dari kitab kuno yang telah berhasil ditemukan.

Sinta yang terlihat anggun dengan pakaian putih, segera membantu Bagas bangkit kembali. Namun dalam kekacauan pertarungan, pakaian Sinta tersingkap, memperlihatkan kulitnya yang halus. Raka dan Bagas sempat terhenti, terkesima oleh pemandangan itu, namun mereka segera tersadar oleh teriakan Saskia, "Fokus! Kita harus kalahkan dia!"

Ibu Malam memanfaatkan momen itu untuk menyerang dengan lebih ganas. Namun Arina, dengan bacaan mantranya, berhasil mengusir sebagian dari kekuatan Ibu Malam. Sinta yang masih memegang sebilah pedang kecil, mencoba menyerang Ibu Malam, tapi serangannya meleset.

Dalam sekejap, Ibu Malam merebut pedang itu dari tangan Sinta. Dengan senyum licik, dia berkata, "Kalian tidak akan pernah bisa menghentikanku! Aku akan ke Jakarta untuk menyelesaikan urusanku dengan Sinta. Dan kali ini, tidak ada yang bisa menghentikanku."

Dengan angin kencang yang menderu, Ibu Malam menghilang, meninggalkan mereka dengan kekalahan yang pahit.

Sinta, yang masih terengah-engah, menunduk dan berkata, "Kita gagal... kita tidak bisa menghentikannya."

Raka memeluk Saskia yang masih gemetar, lalu memandang Bagas dan Arina. "Ini belum berakhir. Kita harus ke Jakarta. Kita tidak bisa membiarkan Sinta sendirian."

Bagas mengangguk setuju, "Iya, dan kali ini, kita tidak boleh lengah. Ibu Malam harus dihentikan, apapun caranya."

Arina kemudian mendekati Raka dan berkata, "Kita masih punya waktu. Mari kita persiapkan semuanya dengan matang. Ini bukan hanya tentang kita, ini tentang menghentikan kutukan ini untuk selamanya."

Mereka semua tahu bahwa pertarungan belum selesai, dan mereka harus menghadapi Ibu Malam sekali lagi. Namun, mereka juga menyadari bahwa perjalanan ini tidak hanya tentang mengalahkan Ibu Malam, tetapi juga tentang menghadapi masa lalu yang gelap yang telah lama menghantui mereka.

Dengan tekad yang bulat, mereka bersiap-siap untuk pergi ke Jakarta, mengetahui bahwa pertempuran terakhir dengan Ibu Malam akan menjadi ujian terberat yang pernah mereka hadapi.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Horor Selengkapnya
Lihat Horor Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun