Raka, Saskia, dan Bagas tengah bergelut dengan kenyataan pahit bahwa kutukan Ibu Malam masih menghantui mereka. Setelah menemukan buku silsilah keluarga Bagas, mereka kini tahu bahwa tanda lahir di tubuh Bagas dan Saskia bukanlah kebetulan. Kutukan Ibu Malam mengikat garis keturunan mereka dengan masa lalu yang kelam. Mereka bertekad untuk memutus kutukan ini, meskipun taruhannya adalah nyawa mereka.
***
Suatu malam, mereka tiba di sebuah desa terpencil di Yogyakarta, tempat nenek moyang Bagas berasal. Desa itu sunyi, terasa seperti terperangkap dalam kabut masa lalu. Mereka bergegas menuju rumah nenek Bagas, tempat di mana buku silsilah itu ditemukan. Dalam keheningan yang mencekam, mereka membahas langkah selanjutnya.
"Raka, Saskia, aku yakin ada lebih dari sekadar kutukan di sini. Nenekku pernah menyebutkan tentang ritual pengorbanan," kata Bagas dengan nada serius.
Saskia yang duduk di dekat jendela, merenung, "Bagas, ritual itu mungkin satu-satunya cara untuk menghentikan Ibu Malam. Tapi kita harus memastikan tidak melakukan kesalahan."
Raka mendekati Saskia dan menggenggam tangannya. "Apapun yang terjadi, kita hadapi ini bersama. Kita akan menghentikan Ibu Malam, sekali untuk selamanya."
Mereka pun sepakat untuk melakukan ritual tersebut di puncak bukit, tepat di tengah malam. Mereka mempersiapkan segala sesuatu dengan hati-hati, meskipun bayang-bayang kegagalan menghantui pikiran mereka.
***
Malam itu, angin berhembus kencang, membawa hawa dingin yang menusuk. Puncak bukit itu terasa asing, seolah-olah tak pernah dikunjungi manusia selama bertahun-tahun. Saat mereka mulai melafalkan mantra, tiba-tiba langit berubah gelap, dan Ibu Malam muncul dalam wujudnya yang paling menyeramkan.
Dengan kekuatan luar biasa, Ibu Malam menyerang mereka. Bagas dengan kekuatan bantengnya berusaha sekuat tenaga untuk melindungi Raka dan Saskia. Tapi Ibu Malam terlalu kuat, dia melayangkan serangan bertubi-tubi hingga Bagas terjatuh.