Mohon tunggu...
Kompasiana Cibinong
Kompasiana Cibinong Mohon Tunggu... Guru - Kompasiana Cibinong, menulis berita dan cerita dalam bahasa Sunda dan Indonesia

Kompasiana Cibinong, menulis berita dan cerita dalam bahasa Sunda dan Indonesia

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Balada Yuyun, Kaum Buruh dari Jatinangor

16 Juli 2019   06:44 Diperbarui: 16 Juli 2019   07:16 37
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Muhun, meski mengabdi di perusahaan sudah puluhan tahun, buruh tetap kokoro nyoso malarat rosa alias merasakan kemelaratan yang sempurna. Kemiskinan sepertinya sudah mendarah daging dan sulit dihilangkan.

Sangat jarang menemui pekerja seperti Yuyun dan kawan-kawan merasakan peribahasa buburuh nyatu diupah bas. Pengertiannya, dalam satu pekerjaan selain mendapat gaji yang layak juga mendapat imbalan tambahan. Tentu sungguh nyaman dan menyenangkan.

Kenyamanan seperti itu yang diimpikan kaum buruh. Mereka menginginkan hak-hak yang semestinya didapatkan. Sayang, pihak perusahaan  jarang memenuhinya.

Jangankan kenyamanan dan kesenangan, untuk meminta kejelasan kenaikan upah minimum kota saja kaum buruh mesti unjuk rasa dan merusak fasilitas umum. Ini tentu kurang baik dan kontraproduktif. Sebab ketika sarana jalan umum diblokir maka kerugian mesti ditanggung semua pihak. Ke depannya, iklim usaha bisa  berakibat buruk. Para pemodal dalam dan luar negeri enggan mendirikan lapangan pekerjaan. Padahal jutaan warga lulusan SMA dan sarjana masih mengantre membutuhkan pekerjaan.

Lantas di mana peran negara? Hal inilah yang menjadi pertanyaan kita bersama. Maka, amarah buruh akan penderitaannya selama ini kerap ditumpahkan saat gelaran unjuk rasa.

Beruntung para pengusaha tidak mudah emosional. Bila mereka sama beringasnya dengan para pendemo, alamat negara di ambang kerusuhan. Bisa saja mereka tidak mengacuhkan tuntutan kaum buruh. Mereka bisa lari begitu saja ke luar negeri. Dengan begitu jutaan pengangguran tak terhindarkan. Ketika pengangguran kian masif maka tingkat kriminalitas bisa merajalela. Siapa bisa mengendalikan amarah perut yang lapar?

Maka, ketika ada ketidaksetujuan buah dari kesewenang-wenangan, sampaikanlah dengan cara-cara yang elegan. Tetapi,  andai saluran aspirasi macet bin tersumbat, bukan berarti menghalalkan segala cara.

Saya yakin, buruh, manajemen perusahaan, dan aparat pemerintah bisa memperjuangkan titik temu yang saling menguntungkan. Cara yang paling tepat adalah duduk bersama dengan musyawarah-mupakat. Sauyunan-sabilulungan.

Itulah salah satu makna dari berdemokrasi. Kesejahteraan dan keselamatan untuk kebaikan bersama. Sebuah tujuan mulia yang sangat diimpikan kaum buruh seperti yang terngiang-ngiang dalam angan-angan Yuyun dan kawan-kawan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun