Mohon tunggu...
Dizzman
Dizzman Mohon Tunggu... Freelancer - Public Policy and Infrastructure Analyst

"Uang tak dibawa mati, jadi bawalah jalan-jalan" -- Dizzman Penulis Buku - Manusia Bandara email: dizzman@yahoo.com

Selanjutnya

Tutup

Diary Pilihan

Melongok Pulau Tempat Ditemukannya Drone Bawah Laut

18 Januari 2021   20:50 Diperbarui: 18 Januari 2021   21:09 791
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Akhir tahun lalu negeri ini sempat heboh ditemukannya drone bawah laut milik salah satu negara asing. Drone tersebut diduga sedang memata-matai area bawah laut Indonesia yang memang kaya akan ikan dan dunia bawah lautnya yang indah. Entah apa maksudnya drone tersebut berkeliaran bebas dan belum ada tindakan lebih lanjut dari aparat keamanan selain hanya mengamankan barang tersebut untuk diteliti.

Beruntung sebulan sebelum kehebohan tersebut saya sempat bertandang ke Pulau Selayar, tempat ditemukannya drone bawah laut tersebut. Perjalanan dimulai dari pelabuhan Tanjung Bira menyeberang dengan menggunakan kapal feri selama kurang lebih dua setengah jam hingga tiba di pelabuhan Pamatata. Tanjung Bira sendiri merupakan salah satu wisata pantai unggulan di Sulawesi Selatan, terletak di wilayah Kabupaten Bulukumba dan berjarak sekitar 190 Km dengan waktu tempuh 4-5 jam.

Pantai Panda Tanjung Bira (Dokpri)
Pantai Panda Tanjung Bira (Dokpri)
Setelah menginap semalam di Bira, kami berangkat sekitar pukul setengah sembilan pagi, terlambat setengah jam dari jadwal semula. Seperti biasa, pemberangkatan molor karena lamanya mengatur kendaraan di dalam kapal agar benar-benar cukup tanpa tersisa sedikit ruangpun. Kamipun segera meninggalkan mobil yang telah terparkir rapi menuju ke ruang penumpang yang berada di atas. Agak sulit juga menggapai tangga karena sempitnya jarak antar kendaraan di dalam kapal.

Kapal Wisata Terdampar di Bira (Dokpri)
Kapal Wisata Terdampar di Bira (Dokpri)
Perlahan kapal feri meninggalkan pelabuhan diiringi angin laut sepoi-sepoi dan ombak laut yang hening. Cuaca cukup panas walau masih pagi, ditambah kapal yang penuh membuat tubuh cepat berkeringat. Tampak kapal-kapal wisata pribadi bersandar di pelabuhan, terdampar akibat pandemi yang tak kunjung usai. Di sebelah sana, sudah terlihat ujung Pulau Selayar, namun sepertinya bukan disitu letak pelabuhannya. Perjalanan relatif lancar nyaris tanpa gangguan ombak besar, hanya sedikit riak-riak kecil saja yang terhempas oleh beratnya muatan kapal.

Sesuai prediksi, kapal tiba sekitar pukul sebelas kurang sepuluh menit, dan mobil kami beruntung berangkat paling dulu karena tadi masuk belakangan sehingga berada di depan saat keluar. Di luar antrian sudah cukup panjang, bahkan ada yang menunggu untuk hari esok karena sudah tidak memperoleh tiket lagi. Di masa pandemi, kapal hanya berangkat sekali sehari, dan untuk kendaraan sebaiknya memesan tiket terlebih dahulu minimal sehari sebelumnya untuk memperoleh tempat keesokan harinya.

Kebun Kelapa Dekat Pelabuhan Pamatata (Dokpri)
Kebun Kelapa Dekat Pelabuhan Pamatata (Dokpri)
Dari pelabuhan kami masih harus melanjutkan perjalanan menuju kota Benteng, ibukota Kabupaten Selayar yang terletak sekitar 40 Km ke arah selatan. Jalanan tidak terlalu ramai dan melintasi kebun kelapa milik warga setempat, sebelum menyusuri pantai di bagian barat hingga ke batas kota. Perjalanan juga cukup lancar karena kondisi jalan cukup mulus dan relatif sepi lalu lintasnya. Jarang sekali kami berpapasan dengan kendaraan lain sepanjang perjalanan, mungkin bisa dihitung dengan jari jumlahnya.

Lorong Kota Tua Benteng (Dokpri)
Lorong Kota Tua Benteng (Dokpri)
Pukul 12 tepat kami tiba di kota Benteng dan segera menuju rumah makan yang terletak bersebelahan dengan pelabuhan Benteng. Pelabuhan ini khusus untuk kapal jarak menengah dan jauh, seperti Pelni atau kapal dari Bira ke Labuan Bajo. Cuaca sangat panas, mirip seperti di Mekah sewaktu menuanikan ibadah haji tahun lalu. Satu liter botol air mineral dingin tandas sebelum makanan tiba di depan mata saking hausnya. Seperti di daerah lain di Indonesia Timur, makanan khasnya adalah sea food seperti ikan bakar, udang dan cumi goreng sebagai cemilannya. Bedanya di sini ikannya 'sekali mati' alias masih segar langsung dari laut, bukan ikan yang disimpan berhari-hari dalam lemari pendingin.

Tugu Penanda Kota Benteng (Dokpri)
Tugu Penanda Kota Benteng (Dokpri)
Kota Benteng sendiri tidak terlalu besar, hanya terdapat alun-alun dan taman di tepi pantai sebagai tempat nangkring anak-anak muda di sore hari sambil menikmati Sarabba, bandrek khas Makassar dicampur telur setengah matang. Masih banyak bangunan tua yang dipelihara dengan baik, dan semoga menjadi warisan budaya yang dilestarikan, tidak digusur seperti di kota-kota besar lainnya. Tidak ada yang istimewa dari kota tersebut, selain pantainya yang masih relatif bersih dan suasana kotanya yang sepi jauh dari hiruk pikuk kota besar seperti Makassar.

Taman Pusaka Tepi Pantai Benteng (Dokpri)
Taman Pusaka Tepi Pantai Benteng (Dokpri)
Sayangnya kami hanya punya waktu sehari saja karena masih ada tugas lain yang harus diselesaikan. Saya sendiri hanya sempat berjalan kaki keliling kota tua dan menikmati sunset di sore hari sambil menikmati kopi panas dan pisang epek di tepi pantai Taman Pusaka Benteng. Esoknya kami harus kembali lagi ke Makassar menggunakan pesawat terbang untuk menghemat waktu sekaligus menjaga stamina, sementara mobil dibawa supir esok harinya melalui pelabuhan yang sama.

Lapangan Pemuda Benteng (Dokpri)
Lapangan Pemuda Benteng (Dokpri)
Bandaranya terletak sekitar 10 km ke arah selatan dari kota Benteng. Bangunan relatif masih baru, terlihat dari warna cat putih yang masih terang benderang, nyaris belum ada bekas-bekas telapak tangan atau jari kotor yang menempel pada dindingnya. Sebenarnya usia bandara ini sudah hampir 20 tahun, namun bangunannya baru direnovasi dan diresmikan Presiden Jokowi pada tahun 2018. Jadi wajarlah kalau masih terasa bau catnya, apalagi bandara ini termasuk jarang didarati pesawat. Sebelum pandemi saja hanya ada dua penerbangan sehari, apalagi setelah pandemi hanya ada sekali sehari, dan hari tertentu saja ada dua penerbangan.

Bandara Aroeppala (Dokpri)
Bandara Aroeppala (Dokpri)
Tepat pukul 15.30, saya meninggalkan pulau Selayar, sebuah tempat dimana sebulan kemudian drone bawah laut ditemukan. Mungkin saya hadir terlalu cepat sehingga tidak sempat menyaksikan kehadiran drone bawah air yang sempat ramai dibicarakan orang. Namun saya tetap bangga pernah mampir di pulau tempat kelahiran mantan menteri BUMN Tanri Abeng tersebut. Sebenarnya Selayar memiliki garis pantai yang panjang dan indah, sayang karena waktu terbatas saya tak sempat mengeksplorasi lebih jauh keindahannya. Mungkin lain hari diberi waktu yang lebih leluasa lagi untuk menggali lebih jauh potensi pulau tersebut.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun