Memang kadang terjadi perubahan cuaca mendadak saat dalam perjalanan yang membuat pilot terpaksa mengubah haluan dan kalau tidak sempat bisa berbuah kecelakaan, seperti yang terjadi pada Air Asia tahun 2014 lalu yang gagal menghindari cumulonimbus di perairan Selat Karimata.
* * * *
Jadi tak perlu ragu lagi untuk bepergian dengan pesawat terbang karena prosentase tingkat kecelakaan sangat kecil bahkan hingga dibawah 1%. Memang bedanya dengan kendaraan darat, sekalinya terjadi kecelakaan akibatnya langsung fatal, jarang yang selamat. Namun bukan berarti memuat kita menjadi takut untuk terbang.
Bepergian dengan pesawat menghemat waktu jauh lebih banyak untuk perjalanan jauh di atas 400 kilometer apalagi bila harus menyeberang pulau. Negara Indonesia dengan ribuan pulau memerlukan pesawat sebagai sarana penghubung antar pulau yang cepat dan aman.
Biayanya juga sebenarnya tak jauh beda dengan perjalanan darat, paling mahal dua hingga tiga kali lipat namun dari segi waktu bisa memangkas seperempat bahkan lebih yang diperlukan bila menggunakan perjalanan darat.
Namun terbang di masa pandemi memang agak sedikit lebih ribet karena harus memiliki surat keterangan bebas C-19 baik rapid antigen atau swab tes yang dikeluarkan oleh faskes. Jadi yang membuat lama adalah waktu tunggunya karena harus melalui beberapa prosedur, bukan waktu terbang. Oleh karena itu untuk perjalanan di bawah 400 Km lebih baik menggunakan transportasi darat karena waktu yang dibutuhkan tidak terlalu jauh bedanya.
Sebagai orang yang pernah hidup di bandara karena saking seringnya gonta ganti naik pesawat, perasaan takut selalu tetap ada. Namun karena sudah terlalu sering naik pesawat akhirnya menjadi ritual biasa saja. Rasa takut biasanya terjadi bila melihat cuaca buruk, saat lepas landas, saat melewati awan tebal hingga cuma terlihat putih saja, apalagi bila tergoncang-goncang membelah gumpalan awan, hingga saat menjelang mendarat.
Delay sudah menjadi makanan sehari-hari, karena cuaca buruk atau kondisi pesawat tidak laik terbang, bahkan hingga ganti pesawat. Ini semua demi keselamatan bersama daripada dipaksakan terbang tapi malah menyebabkan kecelakaan.
Pernah suatu kali pesawat ketinggiannya hanya tinggal beberapa ratus meter dari landasan tiba-tiba bergeser ke kanan karena tiupan angin kencang sehingga pesawat terpaksa naik kembali dan berputar ulang untuk meluruskan arah landasan. Untunglah tidak terjadi stall saat pesaawat dipaksa naik sehingga kita bisa mendarat  dengan selamat.
Lain waktu beberapa kali pesawat mengalami goncangan hebat hingga penutup bagasi kabin terbuka dan barang-barang berjatuhan, namun pilot bisa mengendalikan pesawat hingga melewati badai awan putih pekat. Namun semua itu tak membuat saya kapok naik pesawat terbang.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H