Mohon tunggu...
Dizzman
Dizzman Mohon Tunggu... Freelancer - Public Policy and Infrastructure Analyst

"Uang tak dibawa mati, jadi bawalah jalan-jalan" -- Dizzman Penulis Buku - Manusia Bandara email: dizzman@yahoo.com

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Kembalikan Kabah pada Khittahnya

2 Agustus 2020   20:45 Diperbarui: 4 Juni 2021   10:48 13958
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Mekah Tower Simbol Bisnis Besar di Belakang Ka'bah (Sumber: dokpri)

Sebelum pandemi Covid-19 melanda dunia, Ka'bah adalah pusat berkumpulnya jutaan umat Islam setiap tahunnya. Mulai dari haji hingga umroh, nyaris tanpa istirahat melayani umat. 

Masjidil Haram buka 24 jam penuh melayani jamaah yang silih berganti datang untuk melaksanakan ibadah haji maupun umroh, atau sekedar untuk shalat dan berdzikir saja. 

Bahkan dalam masa perluasan dan pengembangan masjid, jamaah tetap saja berduyun-duyun datang. Diperkirakan setiap hari ada sekitar 1 juta jamaah berada di dalam maupun sekitar Masjidil Haram. Apalagi saat musim haji, bisa dua kali lipat jumlahnya.

Petugas kebersihan melakukan kegiatannya di sela-sela jutaan umat yang sedang beribadah. Pembangunan struktur masjid juga dilakukan di tengah berjubelnya jamaah. 

Kondisi ini tentu berpotensi menyebabkan terjadinya kecelakaan yang menimpa jamaah akibat pembangunan tersebut. Pernah ada kejadian crane jatuh dan menimpa jamaah haji tahun 2015 yang menyebabkan 108 jamaah haji tewas dan 238 luka-luka. Crane jatuh diduga akibat angin kencang dan hujan lebat yang melanda Mekah saat itu menjelang pelaksanaan puncak haji.

Baca juga: Ketika Pusaran Energi Kabah "Terhenti"

Ibadah haji dan umroh di Mekah telah berubah menjadi bisnis besar yang sangat menggiurkan. Ibarat kampus, bisnis turunannya justru jauh lebih besar daripada ibadahnya sendiri. Mulai dari hotel, restoran, toko souvenir, taksi, laundry, dan bisnis terkait lainnya menangguk untung besar dari perhelatan yang berlangsung sepanjang tahun ini. 

Oleh karena itu tak heran bila jasa travel umroh jumlahnya menjamur di negeri ini, bahkan ada yang nekat menyelenggarakan bisnis dengan model MLM yang akhirnya bangkrut karena tak ada lagi akar di bawahnya.

Para jamaah datang ke Mekah tidak hanya sekedar beribadah haji atau umroh saja. Mereka juga berbelanja oleh-oleh seperti baju gamis, sajadah, hingga wewangian, jam tangan, emas, dan sebagainya. Selain itu mereka juga sering jajan di restoran karena terkadang bosan dengan makanan katering. 

Di sekeliling Masjidil Haram maupun Masjid Nabawi terdapat beberapa pusat perbelanjaan, dan menjadi tempat rendezvous di antara dua waktu sholat. Misal setelah sholat Zhuhur menanti waktu Asar, para jamaah biasanya 'cuci mata' di pusat perbelanjaan tersebut atau sekedar nangkring di warung kopi atau restoran yang ada di situ.

Bisa dibayangkan bila setiap jamaah rata-rata membelanjakan uang 10 juta Rupiah saja, dengan perkiraan jamaah haji plus umroh tiap tahunnya sekitar 30 juta orang, berarti ada uang sekitar 300 Trilyun berputar. Itu belum termasuk hotel dan transportasi lainnya yang termasuk dalam biaya umroh atau haji. 

Jumlahnya bisa 3-4 kali lipat atau sekitar 1000 - 1200 Trilyun Rupiah tiap tahunnya. Kota Mekah, dan Madinah, benar-benar menggantungkan hidupnya dari bisnis yang mendompleng ibadah ini. Para pendatang dari luar negeripun turut mengadu nasib mulai dari pedagang hingga pelayan hotel.

Baca juga: Menguak Misteri Suci Keajaiban Angka dan Kabah yang Jarang Diketahui

Wabah Covid-19 mengubah segalanya. Mekah yang tadinya ramai dikunjungi para jamaah mendadak sepi. Masjidil Haram tampak kosong melompong, hanya beberapa petugas saja yang terlihat sedang membersihkan lantai. Ka'bah disterilkan dan dipagari agar tidak disentuh para jamaah seperti selama ini terjadi. 

Hajar Aswad kembali menjadi barang suci yang tak boleh disentuh siapapun, padahal tahun-tahun sebelumnya para jamaah bisa menggunakan jasa calo untuk membantu menyentuh dan menciumnya.

Hotel-hotel tak lagi berpenghuni, restoran banyak tutup, toko souvenir nelangsa. Tak ada lagi pembeli dari luar negeri yang selama ini menyumbang sekitar 90% lebih pendapatan mereka.

Di dalam negeri pun lockdown diberlakukan sehingga mengurangi pergerakan orang antar kota. Kota Mekah dan Madinah nyaris lumpuh karena tidak ada lagi perputaran uang dari para jamaah haji. Pengawasan ketat oleh aparat keamanan setempat juga membuat kehidupan menjadi sunyi.

Namun sebaliknya, ibadah haji tahun ini menjadi lebih khidmat karena hanya diikuti oleh 10 Ribu jamaah saja. Protokol kesehatan yang diterapkan seperti menjaga jarak membuat jamaah lebih leluasa untuk beribadah, tidak seperti tahun-tahun sebelumnya yang berdesak-desakan nyaris tanpa kontrol. 

Pelaksanaan ibadah menjadi jauh lebih tertib dan teratur, tidak balapan seperti dulu. Semua tampak rapi berjajar sesuai dengan jarak yang ditentukan, tidak ada saling mendahului satu sama lain. Para jamaah yang terpilih dapat melaksanakan ibadah haji dengan khusyuk tanpa gangguan senggolan dengan jamaah lain atau takut diusir askar.

Baca juga: Detik-detik Penggantian Kiswah Kabah yang Jarang Diketahui Orang

Petugas kebersihan menjadi leluasa dalam bekerja dan tidak terlalu repot memberi batas seperti dulu. Pembangunan perluasan masjid juga dapat dilakukan dengan nyaman dan bisa dikebut lebih cepat dari jadwal karena tidak terganggu oleh lalu lalang jamaah yang selama ini bertebaran di sekitar masjid. 

Tak ada lagi 'calo' untuk membantu jamaah mencium Hajar Aswad. Semua beribadah dan bekerja sesuai dengan niatnya. Boleh dibilang tidak ada lagi unsur bisnis yang menyertai ibadah haji tahun ini karena semua biaya sudah ditanggung oleh pemerintah kerajaan Arab Saudi.

Mungkin inilah peringatan dari Tuhan, bahwa bisnis adalah ibadah yang harus diluruskan niatnya untuk mengharap ridhoNya. Jangan mengambil keuntungan terlalu besar atau membisniskan ibadah. Bisnis adalah bagian dari ibadah, bukan sebaliknya ibadah menjadi ladang bisnis. Wabah Covid-19 telah mengembalikan Ka'bah kembali kepada khittahnya. Dua kota suci umat Islam telah kembali menjadi kota ibadah, bukan lagi kota bisnis yang menumpang hidup pada ritual suci keagamaan.

Semoga tahun-tahun mendatang jamaah haji dan umroh benar-benar diseleksi buat mereka yang memang belum pernah sama sekali menginjakkan kaki di tanah suci. 

Bagi yang sudah pernah haji cukuplah pergi sekali saja, tak perlu umroh lagi. Berikan kesempatan kepada yang belum pernah, atau bagikan harta yang digunakan untuk berangkat haji atau umroh digunakan buat kepentingan umat yang lebih membutuhkan. Jangan buang waktu dan uang hanya untuk berpelesiran dengan mengatasnamakan ibadah.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun