Kamipun berjalan menyusuri gang sampai menemui toilet yang dimaksud. Lalu tampak gang di sebelah kanan dan kami kembali menelpon petugas.
"Kami sudah belok kanan pak,"
"Baik, silakan bapak lurus saja. Hitung ada tiga gang, lalu belok kiri. Nanti dari situ cari tenda yang keempat. Nah disitulah tempat bapak."
"Kalau ibu di sebelah mana pak?" tanya saya lagi.
"Kalau tenda ibu ada di sebelah kiri tenda bapak. Nanti bapak temukan dulu tenda bapak baru setelah itu antar ibu," jawab petugas lagi.
"Baik, terima kasih banyak pak."
"Sama-sama."
Sayapun mulai menghitung gang demi gang sampai ketemu gang ketiga lalu belok kiri. Setelah itu saya kembali menghitung urutan tenda dari satu sampai empat. Alhamdulillah, akhirnya saya bertemu teman-teman sesama rombongan.
Jujur saja, tenda-tenda di Mina bentuknya seragam dan jumlahnya ribuan. Jadi kalau tidak hafal nomor gang dan nama tendanya, dijamin kesasar. Ibarat masuk ke labirin, sekali tersesat dijamin muter-muter di situ saja kalau tidak berusaha mencari jalan keluar gang lalu kembali diurutkan lagi untuk mencari tendanya.
Berkat Tri Indonesia, kami #KalahkanJarak untuk keluar dari labirin yang membuat kami tersesat. Kami tak perlu lagi bertanya kiri kanan karena belum tentu juga mereka tahu tenda kami. Mau tanya ke posko haji Indonesia jauhnya minta ampun dan ada kemungkinan tersesat juga karena letaknya agak tersembunyi di pinggir jalan utama. Lagipula jalan utama di Mina juga bentuknya mirip sehingga rawan kesasar juga.
Alhamdulillah esoknya ibadah melempar jumroh berjalan lancar bahkan cuaca tiba-tiba hujan sehingga suhu panas yang tadi menerpa berubah drastis menjadi dingin. Pulangnya sempat banjir sejenak, tapi langsung surut kembali. Kamipun tidak kesasar lagi setelah diajari hitungan tenda dan gang oleh petugas haji pada hari sebelumnya. Bersyukurnya lagi, kami menjadi haji terakhir sebelum pandemi melanda. Telat daftar sebulan saja mungkin kami tidak jadi berangkat haji tahun ini.