Mohon tunggu...
Dizzman
Dizzman Mohon Tunggu... Freelancer - Public Policy and Infrastructure Analyst

"Uang tak dibawa mati, jadi bawalah jalan-jalan" -- Dizzman Penulis Buku - Manusia Bandara email: dizzman@yahoo.com

Selanjutnya

Tutup

Worklife Pilihan

Jadi Pimpinan Itu (Bukan) seperti Tukang Pos

11 Juni 2020   20:42 Diperbarui: 11 Juni 2020   20:45 448
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Selama bekerja saya sudah dipimpin oleh puluhan orang dengan berbagai macam tipe dan gaya masing-masing. Ada yang santai, ada yang galak, ada yang terlalu serius, macam-macamlah pokoknya. Namun ada satu tipe yang menurut saya paling menyebalkan, apalagi kalau bukan tukang pos. Lho koq pimpinan kayak tukang pos, bukannya tukang pos itu cuma mengantar surat?

Yes, tepat sekali. Saya beberapa kali pernah dipimpin oleh bos yang bertipe tukang pos tersebut. Kerjanya memang persis seperti pengantar surat, diambil dari kantor pos, dianter sesuai alamat tujuan. Setelah itu ngopi dan ngerumpi di warung sebelah. Sementara anak buahnya sibuk banting tulang peras keringat mengerjakan tugas mulai dari mikirin apa yang mau dikerjain, melaksanakan kerjaan, hingga ngelaporin hasilnya. lalu ciri-cirinya gimana sih?

Ciri pertama, setiap surat dari pimpinan tertinggi atau tinggi alias bos besar, langsung didisposisi ke bawahannya. Dalam disposisi hanya tertulis kerjakan, laksanakan, buat telaah, lalu diakhiri dengan kata: laporkan! Setiap habis rapat dengan bos besar, beliau langsung mengumpulkan anak buah, lalu menyampaikan hasil rapat tadi, pleg, persis sama dengan isi rapat bos besar, tidak kurang titik komanya, macam tape recorder saja. Setelah itu diakhiri dengan kata: laksanakan! laporkan!! 

Ciri kedua, selalu menggunakan kata kunci 'Pokoknya'. Pokoknya kerjakan, gimana caranya silakan diatur sendiri. Pokoknya selesai, laporkan, titik. Jangan pernah tanya gimana caranya pak atau bu, nanti malah dibalikin pokoknya kerjain, terserah ente caranya gimana. Pokoknya kudu beres dan jangan lupa dilaporin. Cape deh.

Ciri ketiga, ga mau tahu kesulitan anak buah. Jangan pernah mengeluh karena bukannya dikasih solusi, yang ada malah kita didamprat. "Mikir dong, jangan kayak kuli," begitu kata beliau. Lha terus tugas beliau apa?  Ya itu tadi, sebagai penyambung lidah bos besar ke anah buahnya. Padahal dalam ilmu manajemen, pimpinan tingkat menengahlah yang seharusnya berpikir, merumuskan strategi dan cara kerja, baru anak buah melaksanakan tugas.

Ciri keempat, kalau berhasil nama beliau yang naik daun, tapi kalau ada masalah anak buah yang disalahkan. Tak ada cerita beliau yang salah, tapi anak buahlah tempatnya menumpahkan kesalahan. Beliau tak mau disalahkan kalau ada apa-apa. 

"Kan sudah saya serahkan ke ente, masak begitu saja ga bisa?" Begitulah kalimat yang meluncur dari mulutnya. Ibarat kata, anak buah tempatnya salah dan dosa, sementara pahala adalah jatah beliau.

Biasanya pimpinan seperti itu ditunjuk langsung dari luar unit kerja, bukan promosi atau mutasi dari dalam sehingga kurang paham tugas dan fungsinya dan tidak mau belajar dari bawahannya. 

Orang seperti ini rata-rata memang dekat atau punya koneksi di lingkaran bos besar serta royal terhadap sang bos, walau ada juga yang ketiban rezeki duduk di posisi tersebut. 

Memang repot punya pimpinan seperti ini, semua dikerjakan anak buah, mulai dari memikirkan, merencanakan, melaksanakan, sampai melaporkan. Sementara beliau hanya tahu beres saja, tak peduli kesulitan yang dialami anak buahnya.

Tapi biar gimanapun selalu ada untungnya juga alias sisi positinya. Kita sebagai anak buah jadi kreatif, rajin belajar, tanya sana sini, dan bisa lebih pinter dari pimpinan. Kita sering jadi andalan, dan di situlah sebenarnya kesempatan untuk tampil dan cari nama di hadapan bos besar, karena beliau kurang menguasai masalah. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Worklife Selengkapnya
Lihat Worklife Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun