Sejak dirumahkan saja tiga bulan lalu, saya lebih banyak menonton yutub dengan genre apa saja. Ada politik, petualangan, hingga balapan bis semua saya tonton. Ada beberapa kanal yang menarik dan sering saya tonton, salah satunya adalah Road Trip Indonesia yang menceritakan sepasang travellers dari Jakarta dengan mobil tuanya yang sudah berkeliling Indonesia selama lebih dari 4 tahun dan sekarang terdampar di Palu.
Kanal Road Trip Indonesia dibangun oleh pasangan Denny Hendrawan Piliang atau dikenal dengan sebutan Bang Den dan Zubaidah atau disebut Kak Beda. Bang Den sendiri dulunya adalah seorang pekerja seni lulusan IKJ, aktor yang pernah membintangi beberapa sinetron di era-2000an dan pernah bermain bersama Nagita Slavina waktu masih SMA dulu. Sementara Kak Beda dulunya adalah pekerja hotel di Jakarta sebelum akhirnya berhenti untuk mengikuti sang suami keliling Indonesia.
Hebatnya lagi, sepasang kekasih ini ternyata berbeda sifat 180 derajat. Sebagai pekerja seni Bang Den sering bepergian ke luar kota untuk syuting dan memberikan pelatihan akting dan teater di daerah. Sementara Kak Beda yang bekerja di sebuah hotel adalah orang rumahan yang bahkan belum pernah pergi jauh sebelumnya. Sebelum berangkat, Bang Den harus bersusah payah meyakinkan Kak Beda agar mau mendampingnya mengikuti perjalanan panjang yang tak pasti ujungnya ini.Â
Kalau orang lain sudah menyiapkan tabungan sebelum perjalanan, apalagi mereka yang membawa mobil sendiri, pasangan ini justru berangkat dengan modal seadanya bahkan sampai menggadaikan surat-surat mobilnya sebagai jaminan untuk mendapatkan pinjaman. Bang Den berprinsip, kalau menunggu kesempatan tidak bakal datang karena pasti ada kesibukan kerja sehingga nekat saja berangkat dengan persiapan yang terbatas.Â
Awalnya Kak Beda sempat ragu apakah mereka bisa bertahan dengan uang yang pas-pasan. Namun akhirnya mereka tetap nekat berangkat juga menyeberangi pulau Sumatera sebagai langkah pembuka keliling Indonesia.
Serunya petualangan bukanlah sampai di tujuan, tapi tantangan tak terduga yang terjadi sepanjang jalan. (Bang Den)
Petualangan mereka dimulai dari Jakarta setelah tahun baru, tepatnya tanggal 8 Januari 2016, menyeberangi Merak menuju Bakauheni dan memulai perjalanan ke tanah Sumatera sekaligus pulang ke kampung sang suami di Payakumbuh. Tunggangan mereka adalah Seruling Senja, sebuah mobil Ford Everest tahun 2004 yang merangkap sebagai rumah, kantor, studio. Mobil tersebut sedikit dimodifikasi agar bisa dipakai untuk beristirahat sekaligus menyimpan berbagai barang bawaan selama dalam perjalanan termasuk alat masak dan perbekalan lainnya.
Pokoknya bagaimana angin bertiup itulah arah perjalanannya. Sepanjang perjalanan mereka lebih suka bertemu penduduk setempat, berkenalan, menumpang nginap bahkan hingga berbulan-bulan seperti dialami di Aceh dan Sumba. Benar-benar petualangan yang alami, bukan sekedar berwisata dan menginap di hotel saja.
Boleh dibilang mereka pergi tanpa sponsor sama sekali, hanya berharap dari penjualan merchandise serta kemurahan hati orang-orang yang dikenal dalam perjalanan.Â
Belakangan mereka baru mengaktifkan kembali kanal yutubnya sejak setahun lalu serta menerima sponsor kecil-kecilan. Hebatnya, sudah tahun kelima menjelajah Indonesia mereka masih bisa bertahan hidup dan akan terus melanjutkan perjalanan pasca pandemi ini berakhir.Â
Selama empat tahun terakhir mereka sudah menjelajahi Sumatera hingga ke Sabang, lalu kembali ke Jawa, menyusuri Bali, Lombok, Sumbawa, Flores, hingga Sumba, dan terakhir terdampar di Sulawesi mulai dari Bira, Makassar, Mamuju, hingga Palu.
Berbagai pengalaman suka dan duka telah dilalui. Sukanya mereka banyak memperoleh teman baru dalam perjalanan, menikmati keindahan dan kekayaan alam Indonesia, serta serunya perjalanan melintasi hutan dan kebun yang sepi.Â
Selama dalam perjalanan selalu saja ada orang yang membantu, mulai dari sekedar menjamu makan siang, mengantar jalan-jalan, hingga menyediakan penginapan gratis untuk mereka tinggal. Bahkan ada meminjamkan rumah untuk ditinggali selama berbulan-bulan dan ada pula yang menggratiskan jasa servis mobilnya ketika harus turun mesin, serta menyeberang pulau secara gratis waktu di Sumba dan Flores.
Dukanya, pada tahun pertama saja mereka sudah kemalingan di kampungnya sendiri. Laptop dan kamera hilang sehingga ada beberapa file perjalanan yang ikut lenyap karena belum sempat dipindah ke harddisk. Mereka juga sempat kehabisan uang di tengah hutan, tidak ada ATM sehingga terpaksa menumpang makan di rumah penduduk. Seruling Senja juga sempat tiga kali turun mesin, pertama di Pekanbaru, kemudian di Banyuwangi, dan ketiga di Sumba. Terakhir Seruling Senja harus diopname lagi di Palu sehingga Bang Den terpaksa dipinjami mobil om Ilyas untuk tetap bisa jalan-jalan.
Kesasar di jalan itu sudah biasa, bahkan justru dengan kesasar ini mereka menemukan tempat-tempat baru. Seperti ketika di Malino, awalnya mereka berencana pergi ke Kendari, eh ketika sampai di Sidrap malah balik arah menuju ke Mamuju hingga sekarang terdampar di Palu. Rupanya mereka lebih tertarik menjelajah hingga Manado baru menyeberang ke Ternate daripada dari Kendari langsung ke Ambon. Target mereka saat ini adalah sampai ke Merauke, baru kemudian berpikir lagi hendak ke mana.
Selama dalam petualangan mereka hidup ini jadi terasa ringan, lepas dari tekanan dan beban yang menyebabkan hilangnya jati diri akibat hanya memenuhi kebutuhan sesuai tuntutan lingkungan. Perjalanan mereka bukan sekedar mendatangi tempat wisata, melintasi jalan panjang tanpa makna, tapi justru merasakan bagaimana tinggal dan menetap bersama penduduk setempat untuk meresapi kondisi sosial, merasakan keindahan alam, serta spirit di setiap daerah yang harus direkam dalam benak.
Kami hidup nomaden, tidak punya konsep rumah, tapi kami punya banyak tempat indah untuk tinggal. (Bang Den)
Memang pada tahun pertama mereka perlu beradaptasi untuk melepaskan rantai-rantai yang selama ini membelenggu kehidupan, merobohkan dinding penjara yang mengikat selama ini dalam bentuk kerja kantoran dan rutinitas sehari-hari. Apalagi Kak Beda selalu khawatir dan deg-degan saat tiba di daerah baru, dimana mereka tidur, lalu nyuci baju gimana, orang-orangnya baik atau tidak. Namun seiring berjalan waktu, mereka tak lagi memikirkan dimana tinggal atau bagaimana cara mendapatkan uang untuk membiayai perjalanan. Lebih penting bagi mereka menikmati perjalanan dengan segala suka dan dukanya daripada memikirkan hal-hal yang membelenggu kehidupan.
Untuk menghidupi perjalanannya hingga sekarang, pasangan ini menjual merchandise berupa kaos dengan berbagai ukuran serta motifnya yang selalu berubah-ubah, dan mug berbagai corak, dan cutting sticker dengan tulisan Road Trip Indonesia. Selain itu mereka juga terima sponsor yang ditempel di body mobil mereka. Tapi harus diakui kontribusi teman-teman baru yang ditemui sepanjang perjalanan itulah yang menyokong hidup mereka bertahan sampai lima tahun di jalan.
Sementara itu kanal yutubnya walau subscribernya belum sampai 100 Ribu, namun perlahan tap pasti terus menanjak. Saat saya pertama kali buka di bulan Januari subscribernya baru sekitar 50 Ribuan, namun dalam jangka enam bulan sekarang sudah mencapai 87,8 Ribu. Jumlah videonya hingga hari ini ada 93 judul dengan durasi rata-rata sekitar 5-10 menit di awal tayang dan sekarang sekitar 15-20 menit, dengan jumlah penonton rata-rata 20-50 Ribuan, malah ada beberapa video yang ditonton hingga ratusan ribu kali, bahkan ada satu video dilihat hingga 2,9 juta penonton.
Tanggal 7 Juni kemarin tepat sudah 1610 hari keliling Indonesia dan tanggal 11 besok genap tiga bulan terdampar di Palu. Selama terdampar di Palu mereka membuat video lawas yang belum sempat diunggah di yutub serta menikmati suasana kota Palu dengan bersepeda maupun berkendara dengan mobil pinjaman bang Ilyas. Lalu akankah mereka bergerak lagi ke Manado? Mari kita tunggu video-video selanjutnya. Bagi yang penasaran, silakan cari di yutub kanal 'Road Trip Indonesia'. Selamat menikmati dan salam simpel.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI