Mohon tunggu...
Dizzman
Dizzman Mohon Tunggu... Freelancer - Public Policy and Infrastructure Analyst

"Uang tak dibawa mati, jadi bawalah jalan-jalan" -- Dizzman Penulis Buku - Manusia Bandara email: dizzman@yahoo.com

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Tips Menjaga Kewarasan di Era New Normal

2 Juni 2020   12:33 Diperbarui: 2 Juni 2020   12:37 566
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
New Normal (Sumber: antaranews.com)

Jujur saja ketika awal pandemi corona masuk ke Indonesia, saya termasuk orang yang paranoid sekali. Kalau habis pulang kantor saya langsung mandi dan cuci baju, dan kalau tidak terpaksa belanja lebih baik mengurung diri di dalam rumah. Keluarga juga nyaris tidak berani keluar rumah kalau tidak mendesak dan penting.

Hari demi hari, minggu demi minggu berlalu, tak terasa sudah tiga bulan berjalan sejak kasus pertama kasus covid-19 diumumkan. Sayapun mulai penasaran sejak bulan pertama berlalu, apakah virus ini memang benar-benar menakutkan, apalagi saat itu ada prediksi bakal ada satu juta orang meninggal di Indonesia dan puluhan juta orang meninggal di seluruh dunia.

Informasipun mulai berseliweran dan sebagian besar isinya horor dan penuh drama, jadi sangat sulit membedakan mana info yang valid mana yang hoax. Belum lagi ada teori konspirasi yang mewarnai isu seputar covid-19 ini, entah itu virus buatan manusia yang bocor, entah buatan negara tertentu, dan info-info tak jelas lainnya.

Masuk bulan kedua, beberapa hasil penelitian dirilis, dan mulai tampak titik terang walau kemudian ada juga yang membantahnya bahkan info sebaliknya lebih menyeramkan. 

Masyarakat termasuk saya semakin dibuat bingung oleh riuh rendahnya informasi dari berbagai sisi. Sayapun mulai membandingkan, memfilter, membaca mana yang lebih masuk akal mana yang sekedar hoax.

Anehnya, di lapangan terutama di lingkungan sekitar suasana mulai ramai kembali setelah sempat sepi saat awal-awal himbauan untuk #dirumahaja diumumkan dilanjutkan dengan penetapan PSBB. Apalagi di awal puasa hingga menjelang lebaran, masyarakat malah banyak yang ngabuburit seperti tahun-tahun sebelumnya. Pasar dan mal malah semakin ramai sebelum akhirnya ditutup kembali, namun tempatnya berpindah ke trotoar dan tepian jalan.

Sementara pertambahan kasus juga semakin meningkat karena lebih banyak lagi sampel yang diuji. Di sisi lain penambahan kasus sembuh juga semakin besar sementara kasus kematian mulai stabil. Namun penambahan kasus tersebut ternyata tidak membuat ciut masyarakat untuk membuat keramaian sehingga sempat muncul tagar #Indonesiaterserah untuk menunjukkan betapa kewalahannya tenaga medis menangani kasus covid-19 ini.

Bulan ketiga situasi semakin ramai, jalanan kembali macet seperti semula seolah tak ada pandemi di negeri ini. Hanya pusat-pusat kegiatan saja yang masih sepi dan sebagian tutup karena dijaga oleh petugas. 

Selebihnya aktivitas di kampung dan jalan raya sudah kembali normal seperti sediakala. Hanya kesadaran memakai masker sudah mulai tinggi, dan cuci tangan sudah mulai diberlakukan di beberapa tempat.

Pandemi sudah tiga bulan berlalu dan paling tidak ada beberapa hal yang bisa disimpulkan dari wabah ini. Sebagai orang awam yang rasa ingin tahunya tinggi, saya mencoba membuat parameter sederhana untuk tetap menjaga kewarasan saat new normal akan diberlakukan.  

Saya hanya belajar dari berbagai literatur setelah tiga bulan pandemi ini berlangsung, membandingkan berbagai informasi yang diperoleh, serta mengamati sendiri kondisi di lapangan. Berikut beberapa tips saya memasuki era new normal di tengah pandemi ini.

Pertama, memahami angka-angka statistik.

Seperti sudah diberitakan sebelumnya bahwa menurut WHO virus ini tidak mungkin sepenuhnya hilang walau sudah ada beberapa daerah masuk zona hijau sekalipun. 

Artinya penambahan jumlah kasus masih sangat mungkin terjadi entah karena impor atau uji sampelnya diperluas. Saya lebih fokus untuk memonitor angka kematian dan angka kesembuhan saja serta coba membandingkan dengan penyakit lain yang berbahaya.

Bandingkan dengan prediksi para ahli di awal pandemi yang memperkirakan akan menyebabkan ratusan ribu bahkan jutaan kematian di Indonesia, apakah sejalan atau banyak deviasinya. 

Kalau banyak deviasinya yaitu selama angka kematian stabil bahkan cenderung menurun DAN angka kesembuhan meningkat pesat, berarti bisa menjadi indikasi bahwa virus tersebut dapat dikendalikan. Namun bila sebaliknya, berarti kita harus semakin waspada dan lebih baik kurangi aktivitas di luar rumah

Kemudian, bandingkan juga dengan statistik penyakit dan kematian tahun sebelumnya, apakah ada peningkatan tajam atau masih dalam kondisi tak jauh beda. 

Bagaimana dengan TBC, DBD, kanker, jantung, dan sebagainya. BUKAN untuk meremehkan, tapi mencoba untuk berfikir logis seberapa besar tingkat kematiannya serta tingkat kesembuhannya di antara beberapa penyakit tersebut. Jangan hanya fokus ke Covid-19 tapi mengabaikan potensi penyakit lain yang juga berbahaya.

Kedua, melihat lingkungan sekitar

Cobalah perhatikan di lingkungan RT, RW, kelurahan, kecamatan, hingga kota. Adakah pasien positif di sekitar kita, kalau ada berapa banyak jumlahnya. Kalau tidak ada atau hanya satu dua dan mereka diisolasi dengan baik, maka saya anggap kondisi aman terkendali. 

Di lingkungan RT dan RW saya alhamdulillah belum ada yang terkena. Sementara di tingkat kelurahan, yang terdekat dengan RW saya hanya ada satu kasus, itupun perawat yang terpapar di tempat kerjanya, sudah diisolasi, dan sudah sembuh.

Lalu lihatlah faskes terdekat, puskesmas, klinik, rumah sakit, kuburan, yang ada di sekitar kita, bagaimana aktivitasnya. Kalau normal atau cenderung sepi, atau ambulan jarang wira wiri, atau mobil jenazah bolak balik ke kuburan di sekitar kita, bisa diindikasikan situasi masih normal. 

Namun bila sebaliknya, ambulans sering wira wiri, faskes penuh, kuburan juga bolak balik didatangi mobil jenazah, maka perlu diwaspadai walaupun belum tentu mereka semua terindikasi covid-19.

Kemudian lihatlah situasi terkini di lingkungan kita, seputar kelurahan sendiri dan kelurahan tetangga, kecamatan, dan pusat-pusat perbelanjaan. Kalau suasana masih ramai dan tidak ada yang tiba-tiba pingsan serentak, atau tidak terjadi kluster seperti Sarinah atau mal dan pasar saat akhir Ramadhan kemarin, bisa jadi indikasi bahwa situasi masih aman terkendali. Kalau sebaliknya, kewaspadaan harus ditingkatkan.

Ketiga, membaca tanda-tanda khusus

Penyakit covid-19 tergolong baru dan unik walau digolongkan sebagai keluarga SARS COV. Banyak ahli masih meraba-raba seperti apa karakteristik penyakit ini, dan beberapa sudah ada hasil penelitiannya setelah pandemi berlangsung selama lima bulan. Memang tidak semua hasil penelitian seragam, bahkan ada kecenderungan saling bertentangan satu sama lain.

Namun saya melihat ada beberapa tanda khusus yang perlu disimak, antara lain tingkat kesembuhannya cukup tinggi padahal jelas-jelas belum ada vaksin dan obatnya. 

Lalu sebagian besar yang sakit berat dan meninggal ternyata ada penyakit bawaan ATAU kondisi fisiknya sedang lemah sehingga imun tubuh menurun drastis. 

Terakhir, banyak yang ternyata berstatus OTG alias kondisinya baik-baik saja. Hal ini menunjukkan bahwa tak selamanya virus tersebut membuat sakti bahkan membunuh inangnya. 

Memang ada resiko penularan bila berdekatan dengan OTG, tapi yang tertularpun belum tentu langsung sakit atau meninggal bila memang imunnya bagus.

* * * *

Mungkin cara-cara di atas masih banyak kelemahan karena saya bukan dokter, bukan ahli kesehatan, dan bukan pula bekerja di lingkungan terkait dengan kesehatan. Namun minimal saya punya acuan untuk kembali memulai hidup baru dan beraktivitas seperti biasa dengan tetap menjaga kewarasan berpikir dan mengurangi ketakutan yang berlebihan alias paranoid. 

Rasanya tak perlu lagi diperdebatkan apakah ini teori konspirasi atau bukan, optimis atau menakutkan, yang jelas virus tersebut sudah hadir di negeri ini dan hidup berdampingan dengan virus dan bakteri lainnya yang sudah lebih dulu ada. 

Jadi selama belum ada vaksin dan obatnya, sebaiknya tingkatkan imun tubuh dengan mengkonsumsi makanan sehat, mengurangi makanan sampah, dan tentu tetap menjaga jarak, jaga kebersihan dengan cuci tangan, dan menggunakan masker untuk mengantisipasinya. 

Ikuti protokol kesehatan yang ditetapkan pemerintah selama beraktivitas baik di rumah maupun di luar rumah, dan tetap waspada di keramaian. Kalau masih tetap takut juga, ya sudah tetap #dirumahaja. Salam Simpel.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun