Tanggal 1 Juni besok bangsa Indonesia kembali merayakan Hari Pancasila ke-75, tepatnya ketika presiden Soekarno untuk pertama kalinya membacakan pidato dalam sidang BPUPKI yang berisi rumusan sila-sila dalam Pancasila. Rumusan inilah yang nantinya bakal menjadi sila pertama hingga sila kelima sekaligus sebagai dasar dalam menyusun UUD 1945 yang tercantum pada paragraf terakhirnya. Sejak itulah Pancasila menjadi ideologi bangsa hingga saat ini.
Pancasila bukan hanya sekedar ideologi mati yang hanya dihafalkan sila-silanya, tapi yang lebih penting adalah implementasinya yang dijabarkan dalam wawasan nusantara.Â
Menurut TAP No. II/MPR/1983 tentang GBHN, Wawasan Nusantara adalah cara pandang dan sikap bangsa Indonesia mengenai diri dan lingkungan dengan mengutamakan persatuan dan kesatuan bangsa serta kesatuan wilayah dalam menyelenggarakan kehidupan masyarakat, berbangsa, dan bernegara untuk mencapai tujuan nasional. Sebagai pengantar saya telah menulis dalam artikel berikut ini.
Baca juga:Â Pancasila dan Geopolitik yang Terlupakan
Dalam penerapannya, wawasan nusantara harus memperhatikan empat aspek utama yaitu: 1) Aspek Politik. 2) Aspek Ekonomi, 3) Aspek Sosial Budaya, dan 4) Aspek Pertahanan Keamanan.Â
Setiap pengambilan kebijakan yang bersifat strategis nasional harus mempertimbangkan keempat aspek yang disingkat Poleksosbud tersebut karena satu dengan lainnya sangat terkait. Sebagai contoh terkini adalah serangan wabah corona ke seluruh dunia termasuk Indonesia yang penanganannya seharusnya dilihat berdasarkan aspek poleksosbud dalam wawasan nusantara.
Kita selama ini selalu memandang bahwa ancaman terhadap pertahanan dan keamanan negara berasal dari serangan fisik seperti terorisme, perang, kerusuhan, dan sebagainya.Â
Padahal jenis ancaman terhadap negara cukup banyak dan tidak terlihat, seperti ancaman ekonomi, pendidikan, kesehatan, pangan, dan sebagainya. Ketergantungan impor barang, pangan, juga merupakan ancaman yang tidak kalah mengerikan bila negara-negara asal impor tiba-tiba menutup semua pelabuhannya.
Penyebaran virus corona sendiri tergolong sebagai ancaman di bidang kesehatan karena telah menyebabkan penularan yang luas dan kematian yang cukup besar. Efeknya sangat luar biasa hingga berimbas pada kehidupan ekonomi, sosial budaya, dan politik.Â
Sayangnya di awal wabah corona terjadi di Wuhan pemerintah kurang mengantisipasi hal tersebut dan menganggapnya sebagai penyakit biasa. Bisa jadi karena kurangnya pemahaman terhadap wawasan nusantara membuat kebijakan yang diambil tidak komprehensif.
Dari aspek ekonomi, jelas sudah bahwa pandemi corona yang diiringi dengan kebijakan PSBB berkepanjangan telah menyebabkan banyak perusahaan bangkrut, apalagi UMKM yang keburu kolaps.Â
Bahkan para pengusaha mengancam kalau sampai bulan Juni masih diberlakukan, mereka tak sanggup lagi untuk menghidupi karyawan yang masih tersisa. Dampaknya pengangguran meningkat yang berpotensi pada peningkatan kriminalitas.
Dari sisi ekonomi global, kita dibuat terperangkap oleh hutang yang semakin menggila karena seretnya pendapatan negara akibat lesunya kegiatan ekonomi. Walau jumlahnya masih sepertiga dari PDB, namun hutang tetaplah hutang yang harus dibayar. Perangkap hutang inilah yang harus diwaspadai karena bila terus menerus berhutang lama kelamaan negara akan tergadaikan kepada pihak pemberi hutang.
Dari aspek sosial budaya, kebijakan social dan physical distancing justru membuat masyarakat menjadi saling curiga satu sama lain. Manusia dianggap sebagai pembawa penyakit bahkan ketika sudah meninggal sekalipun. Jadi wabah ini secara langsung merenggangkan hubungan antar manusia secara fisik karena tidak ada satupun orang yang ingin tertular, padahal belum terbukti manusia tersebut membawa penyakit.Â
Media arus utama dan medsos yang semakin tak terkendali memberitakan ketakutan juga turut memperparah keadaan dan meningkatkan rasa saling tak percaya antar warga negara. Padahal ketakutan adalah salah satu penyebab turunnya imunitas tubuh yang berpotensi menimbulkan penyakit. Apakah ini sebuah kesengajaan agar virus corona semakin cepat masuk ke dalam tubuh yang lemah imunnya, itulah ancaman yang sebenarnya. Lalu hoax yang bertebaran juga turut memicu pertentangan dua kubu yang sudah lahir dari masa pilpres dan tetap abadi hingga hari ini.
Pertengkaran di medsos yang sudah dimulai sejak pilpres 2014 hingga saat ini masih berlangsung, bahkan gara-gara corona menjadi terpecah lagi antara yang optimis dengan yang masih ketakutan. Lucunya ada cebong yang bergabung dengan tim optimis, ada pula yang bergabung dengan tim ketakutan, demikian pula dengan kadrun ada di dua kubu tersebut. Jadi peta pertengkarannya semakin rumit karena dua-duanya ada di dua pihak yang bertentangan.
Dari aspek pertahanan keamanan jelas, kebijakan membebaskan tahanan malah berbalik meningkatkan jumlah kriminalitas. Apalagi ditambah semakin banyaknya orang kelaparan membuat segala cara dilakukan termasuk berbuat kejahatan demi mengisi perut yang lapar. Ingat, selama perut masih kosong apa saja bisa dilakukan termasuk berbuat kejahatan.
Semakin banyak orang lapar akan berpotensi menyebabkan chaos seperti yang terjadi di Amerika dua hari terakhir. Kematian satu orang akibat ulah aparat yang arogan dan rasis menyulut kerusuhan di seantero Amerika yang masih dalam suasana lockdown. Tentu kita tak ingin kejadian seperti itu terulang di negeri ini.
Belum lagi aspek kejahatan siber atau cyber crime karena semakin lama orang di rumah semakin mengandalkan teknologi internet untuk berinteraksi dan bertransaksi. Data dan informasi yang disampaikan lewat internet berpotensi bocor dan dimanfaatkan pihak yang tak bertanggung jawab, termasuk rekening di bank yang tiba-tiba bisa berpindah ke rekening orang lain.
Terakhir, bila situasi semakin tidak jelas, aspek politik semakin goyah dengan banyaknya penumpang gelap yang memanfaatkan isu wabah corona untuk kepentingan politik jangka pendek. Dimulai dari sekedar mengkritisi kebijakan pemerintah yang selalu salah hingga berujung pada pemakzulan pemerintahan yang sah di tengah jalan. Hal ini bisa terjadi apabila penanganan wabah tidak segera tuntas dan masyarakat semakin tidak puas atas kinerja pemerintah.
* * * *
Dari peristiwa pandemi corona, kita bisa memahami betapa pentingnya wawasan nusantara dalam pengambilan sebuah kebijakan. Setiap kebijakan yang diambil haruslah komprehensif, memandang dari berbagai aspek poleksosbudhankam tersebut.Â
Dalam tahap darurat aspek kesehatan harus diutamakan, namun jangan terlalu lama juga karena bisa mematikan aspek lain seperti ekonomi yang daya bunuhnya lebih besar karena berpotensi menyebabkan penyakit lain seperti stress, depresi, darah tinggi, jantung, bahkan hingga bunuh diri.
Pemberian PSBB atau sebaliknya pelonggaran PSBB harus mempertimbangkan keempat aspek dalam wawasan nusantara. Semua aspek harus diperhitungkan dengan tetap mengedepankan skala prioritas. Dalam jangka pendek aspek kesehatan menjadi prioritas, namun dalam jangka panjang aspek ekonomi harus menjadi pertimbangan utama dalam pengambilan keputusan.
Oleh karena itu, pelajaran wawasan nusantara yang merupakan implementasi dari sila-sila Pancasila harus diajarkan kembali pada masyarakat Indonesia agar bisa memahami posisi geopolitik dan geoekonomi Indonesia di mata dunia. Alangkah sayangnya posisi strategis Indonesia tidak dieksplorasi secara maksimal, malah justru dimanfaatkan bangsa lain untuk kepentingan mereka.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H