Sementara itu volume based berorientasi pada hasil selama rentang waktu tertentu dan tidak memerlukan tempat yang tetap, seperti sales, silakan cari pelanggan dimana saja, tapi target penjualan harus tercapai setiap bulannya, atau jasa desainer, programmer, yang harus jadi hasilnya dimanapun dan kapanpun bekerja dengan target waktu tertentu.Â
Kalau yang campuran antara time based dan volume based adalah pekerja pabrik, waktu kerjanya ditentukan harian misal dari pagi sampai sore, tapi produk yang dihasilkan juga harus jelas, misal menjahit minimal 10 potong baju setiap harinya.
Prinsip WFH lebih cocok diterapkan pada pekerjaan yang berbasis volume dan pekerjaan soft skill yang sifatnya fleksibel. Untuk ASN mungkin lebih tepat diterapkan pada pekerjaan menyusun kebijakan publik dan strategi, perencanaan dan penganggaran, pemrograman, desain, dan yang bersifat olah otak lainnya.Â
Sementara pekerjaan yang langsung melayani publik tetap menerapkan time based, artinya diperlukan kehadiran langsung di kantor atau di lapangan sesuai jam kerja atau lembur bila diperlukan.
Untuk pekerjaan yang di-WFH-kan, seharusnya tidak lagi dibatasi tempat dan jam kerja, tapi dibuat sistem target waktu untuk suatu pekerjaan. Misal pegawai A diminta menyusun program kerja, berikan waktu seminggu terserah mau dikerjakan dimana saja dan kapan saja tanpa terikat jam kerja. Beberapa hari sekali bisa diminta untuk melaporkan progres sekaligus meminta koreksi dan berdiskusi dengan atasan langsungnya.
Saya masih memaklumi kalau aturan WFH sekarang cuma memindahkan kantor ke rumah karena memang sedang dalam kondisi darurat. Namun kalau ingin dilaksanakan seterusnya seperti kondisi saat ini, lebih baik kembalikan kami ke kantor seperti semula saja. Percuma saja WFH tapi aturannya masih sama seperti orang ngantor. Apalagi ditambah kewajiban bikin laporan setiap harinya, akhirnya yang tidak ada jadi diada-adakan demi memenuhi tuntutan kerja.
Jangan lupa WFH tidak menjadikan anggaran negara hemat, karena tetap ada pengeluaran untuk pengadaan laptop dan printer yang dipakai bekerja di rumah, menyiapkan jaringan internet serta biaya langganan tiap bulannya, dan menyiapkan ruang kerja di rumah. Â
Selama ini untuk sementara biaya koneksi di rumah menjadi beban pegawai yang tidak diganti kantor, peralatan seperti laptop dan printer juga masih milik sendiri, padahal kita bekerja untuk kantor.Â
Kebayang kalau setiap minggu dua atau tiga kali rapat via tele conference, berapa biaya pulsa yang harus ditanggung pegawai dan belum dianggarkan oleh kantor. Jadi jangan dikiran WFH lebih hemat buat pegawai, kenyataannya malah tekor karena tidak diganti kantor.
Esensi WFH kan agar pegawai lebih optimal dalam berpikir, mencari inspirasi, menyiapkan solusi permasalahan pekerjaan dari tempat yang sunyi. Kalau cuma memindahkan tempat kerja dari kantor ke rumah, namanya bukan WFH lagi. Ingat, home bukan berarti house. Home bisa berarti tempat untuk bersemedi, merenung, bekerja dengan tenang, di suatu tempat tertentu yang nyaman menurut sang pekerja. Sementara House berarti rumah dalam arti sesungguhnya.
Sumber: