Mohon tunggu...
Dizzman
Dizzman Mohon Tunggu... Freelancer - Public Policy and Infrastructure Analyst

"Uang tak dibawa mati, jadi bawalah jalan-jalan" -- Dizzman Penulis Buku - Manusia Bandara email: dizzman@yahoo.com

Selanjutnya

Tutup

Kurma Pilihan

Hilal (Telah) Tampak Redup di Mata Ade

23 Mei 2020   14:30 Diperbarui: 23 Mei 2020   14:30 272
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Takbiran di Rumah Aja (Sumber: youtube.com)

Hilal telah tampak, senja terakhir di bulan Ramadhan pun ditutup dengan suara azan Maghrib, pertanda bulan Syawal telah tiba. Lembayung senja mulai meredup berganti dengan keheningan malam, takbir pembuka kemenangan mulai bertaut. Ade masih duduk termenung di sudut balkon rumahnya. Membayangkan lebaran kali ini terasa hambar, hanya duduk manis di rumah saja.

Belasan tahun sejak dalam kandungan, Ade selalu pulang kampung bersama ayah ibunya. Setiap perjalanan selalu membawa kenangan tersendiri buat Ade. Masih tak lekang dari ingatannya ketika terpaksa harus pipis di tepi jalan karena macet total, nyaris tak bisa bergerak. 

Awalnya Ade mencoba untuk bertahan sambil mencari SPBU atau rumah makan terdekat untuk mencari toilet umum. Tapi ada daya, sudah dua jam lebih mobil nyaris tak bergerak. Macet kali itu memang luar biasa, sudah hampir lima jam sejak berangkat dari rumah mobil baru bergerak kurang dari 50 km saja.

Daripada terus-terusan ditahan, Ade terpaksa minta tolong ayahnya mengantarkan ke tepi jalan untuk pipis sejenak, sementara bunda memegang setir kalau-kalau mobil tiba-tiba jalan. Betapa kagetnya Ade karena ternyata bukan hanya dia saja yang menepi, tapi belasan orang tampak sedang berbaris berlomba mengeluarkan air seni dan aromanya langsung menyergap hidung. 

Hampir saja Ade mengurung niatnya, namun daripada terus ditahan bisa jadi penyakit seperti kencing batu, terpaksalah dia membuka celana sambil menutup hidungnya. Ayahnyapun yang sudah membawa tisu basah dan air mineral segera membersihkan bagian vital Ade setelah selesai membuang air seni.

Cerita belum usai karena ternyata mobil sudah tidak lagi di tempatnya. Ayah dan Ade kelimpungan mencari mobil yang ternyata sudah bergerak cukup jauh. Dengan sabar mereka berjalan melewati mobil-mobil yang sedang jalan perlahan sambil mata menengok sana sini karena terhalang bus yang cukup besar. Nah itu dia, mobil warna abu-abu telah tampak, Ade dan ayah bergegas menghampirinya dan langsung membuka pintu mobil. 

"Awass!! Copet-copet!!" teriak pengemudi mobil panik. Ups, ternyata bukan mobilnya, pintupun terpaksa ditutup kembali sambil ayah melambai-lambai tanda salah masuk. Untunglah si pengemudi berhenti teriak dan tak sempat membuat orang lain ramai-ramai menggeruduk mereka. Ade dan ayah kembali berjalan lebih cepat, kali ini sambil memperhatikan nomor mobil agar tidak salah lagi membuka pintu.

Akhirnya setelah lima menit berlalu sambil berjalan cepat, mobil yang mereka cari ketemu juga. Rupanya sang ibu memberhentikan mobil dekat warung kopi untuk sekedar melepas lelah karena terjebak macet. "Maaf Yah, tadi mobil-mobil pada jalan, jadi daripada ditungguin mending ikut jalan sambil cari tempat berhenti," ibu mencoba menjelaskan pada ayah yang tampak sebal ditinggal mobil. Akhirnya mereka semua nangkring dulu di warung kopi sambil mengisi perut dengan indomie karena sudah kadung lapar sambil menanti macet reda.

* * * *

Sejak dua tahun lalu, kemacetan tak lagi jadi momok buat Ade dan keluarga. Jalan tol sudah tersambung dari Jakarta hingga ke kampung halamannya secara penuh, jadi tak perlu lagi keluar masuk tol seperti tahun-tahun sebelumnya. Nyaris tak ada lagi cerita pipis atau tidur di jalan raya karena terjebak macet panjang. 

Perjalanan mudik berlangsung relatif lancar, apalagi dengan adanya kebijakan cuti bersama yang panjang, Ade bisa mampir jalan-jalan. Ade jadi mengenal hampir semua obyek wisata yang dilalui selama perjalanan mudik, mulai dari wisata pantai hingga pegunungan.

Namun baru saja dua tahun menikmati indahnya mudik, Ade kembali harus mengurungkan niatnya untuk berwisata. Boro-boro mau jalan-jalan, mudik saja sudah dilarang pemerintah. Ayahnya yang berprofesi sebagai abdi negara tak mungkin melanggar aturan pemerintah kalau tidak ingin dipecat. Apa boleh buat, lebaran kali ini Ade terpaksa harus berdiam diri di rumah saja. Mau beli baju lebaran juga takut melihat banyak orang berjubel yang membuat hatinya makin ciut di tengah pandemi ini.

Hilal kali ini tak seterang tahun-tahun sebelumnya. Cahayanya tampak redup seolah turut berduka akibat wabah corona yang menimpa bumi belum juga reda. Ade pun hanya bisa ikut bertakbir di rumah saja bersama ayah bunda dan kakak adiknya. 

Daripada melamun Ade akhirnya ikut membaur bersama bunda dan kakaknya membantu menyiapkan ketupat dan opor ayam untuk disajikan pada hari lebaran besok. Ade beruntung masih bisa menikmati lebaran di rumah saja. Masih banyak orang terpaksa mengais rezeki di tengah badai demi sesuap nasi untuk dinikmati saat lebaran tiba.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kurma Selengkapnya
Lihat Kurma Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun