Mohon tunggu...
Dizzman
Dizzman Mohon Tunggu... Freelancer - Public Policy and Infrastructure Analyst

"Uang tak dibawa mati, jadi bawalah jalan-jalan" -- Dizzman Penulis Buku - Manusia Bandara email: dizzman@yahoo.com

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Corona Mengembalikan Makna Bulan Ramadan

19 April 2020   21:15 Diperbarui: 19 April 2020   21:28 228
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Corona dan Ramadhan (Sumber: cirebon.tribunnews.com)

Sesungguhnya, tujuan berpuasa itu adalah untuk menahan hawa nafsu duniawi yang membelenggu manusia sepanjang hidupnya. Namun dalam kenyataannya, berpuasa terutama di bulan Ramadhan hanya sekedar menghasilkan lapar dan haus, namun hawa nafsu lainnya justru malah tidak terkendali.

Sebuah anomali ketika ternyata di bulan puasa pengeluaran justru bertambah untuk jajan saat ngabuburit, buka bersama, sahur bersama. Berat badan justru meningkat padahal siang harinya berpuasa.

Rupanya bulan puasa hanya sekedar memindahkan jadwal makan dari siang ke malam hari sehingga malah semakin membesarkan perut akibat setelah makan langsung tidur, tidak dipakai untuk bekerja. Bulan Ramadhan justru menjadi momen buat nangkring selepas maghrib dengan alasan bukber, bahkan lanjut setelah tarawih.

Restoran justru lebih ramai di bulan puasa ketimbang hari-hari biasa. Demikian pula dengan mal, pusat perbelanjaan, pertokoan, semua sibuk melayani pembeli di bulan Ramadhan.

Banyak orang datang untuk membeli baju baru, sepatu baru, aksesoris baru, atau apapun yang baru. Ada juga yang sekedar cuci mata, jalan-jalan sore sambil menanti buka puasa. Apalagi bila selesai shalat tarawih, biasanya dilanjutkan dengan kongkow-kongkow dan bergosip tak penting hingga menjelang sahur.

Menjelang akhir bulan Ramadhan berbondong-bondong manusia mudik ke kampung halamannya masing-masing. Ada yang membeli motor atau mobil baru, ada pula yang sekedar sewa demi menaikkan gengsi saat pulang kampung.

Jalanan macet menjelang hari raya tiba karena banyaknya orang kembali ke kampung halaman. Tempat wisata penuh setelah orang selesai menunaikan ibadah sholat Ied dan bersilaturahmi dengan sanak saudara.

Hadirnya wabah corona mengubah segalanya termasuk menghadapi bulan puasa ini seperti telah saya tulis di artikel sebelumnya. Kita dipaksa untuk menahan diri tidak keluar rumah walau sekedar untuk jajan atau beli baju baru. Tak ada lagi pusat perbelanjaan buka untuk menjual baju lebaran atau sepatu baru. Bahkan lebaranpun kita bakal tidak mudik demi menghindari penularan di kampung.

Corona mengembalikan makna puasa kepada khittahnya, bahwasanya manusia harus benar-benar mampu menahan hawa nafsu. Tidak sekedar makan minum saja, tapi juga menahan diri untuk tidak keluar rumah, berbelanja yang tidak penting.

Menahan diri untuk tidak kembali ke kampung halaman, apalagi jalan-jalan sekedar menghabiskan uang. Juga menahan diri untuk tidak bergosip dan bergunjing saat buka bersama atau nongkrong di warung kopi.

Manusia benar-benar dikekang di dalam rumah, mengisolasi diri, mengasingkan diri dari lingkungan sekitarnya. Inilah saat yang tepat untuk merenung, mengevaluasi diri, mengingat masa-masa lalu untuk menjadi pelajaran berharga dalam mengarungi hidup.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun