Mohon tunggu...
Dizzman
Dizzman Mohon Tunggu... Freelancer - Public Policy and Infrastructure Analyst

"Uang tak dibawa mati, jadi bawalah jalan-jalan" -- Dizzman Penulis Buku - Manusia Bandara email: dizzman@yahoo.com

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Pedagang Sudah Mulai Lewat Depan Rumah

5 April 2020   19:51 Diperbarui: 5 April 2020   19:58 250
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Wabah covid19 tak hanya menyerang kesehatan manusia saja, tapi juga melumpuhkan urat nadi perekonomian sekaligus. Kebijakan tinggal di rumah saja membuat banyak usaha gulung tikar karena tak sanggup lagi bertahan di tengah sepinya pembeli yang tak mau ambil resiko tertular virus saat bepergian ke luar rumah.

Sudah hampir tiga minggu kami bertahan di rumah nyaris tak bepergian, kecuali hanya belanja bulanan saja. Namun seminggu belakangan ini mulai banyak pedagang keliling menyambangi gang rumah kami. Mulai dari tukang bubur kacang hijau, bubur ayam, roti, tahu mentah sampai tahu matang, dari pagi hingga malam hari menjajakan dagangannya secara bergiliran. 

Kalau pagi biasanya tukang bubur kacang hijau dan tahu mentah, agak siang sedikit tukang tahu goreng lima ratusan, kadang tukang tape. Bergeser ke sore tukang bubur ayam dan kadang sate usus, lalu setelah maghrib biasanya tukang roti lewat.

Awalnya dari pertengahan sampai akhir Maret jalanan sepi, nyaris tak ada pedagang lewat karena takut virus dan memang belum ada kepastian apakah ada lockdown atau tidak. Namun awal bulan ini mereka kembali aktif berjualan karena pemerintah telah menerapkan pembatasan sosial skala besar. 

Setiap saya tanya mereka, jawabannya nyaris seragam, alhamdulillah dagangan laku dan selalu hampir habis setiap harinya. Jadi di musim wabah seperti ini, saat orang malas keluar rumah, justru para pedagang keliling inilah yang ketiban rezeki. Sebuah blessing in disguise, walaupun omzet agak sedikit menurun, namun mereka tetap bersyukur dagangan tetap laku walau tak selaris dulu.

Mereka bukannya tidak takut tertular, tapi daripada bengong di rumah tanpa penghasilan lebih baik tetap berjualan namun tetap hati-hati dengan tidak melalui daerah yang rawan virus. Lagipula ini juga persoalan supply dan demand, dimana ada permintaan pasti ada penawaran. Mereka tetap berjualan karena masih ada yang beli. Kalau sudah tidak ada yang beli para pedagang tersebut lebih baik pulang kampung daripada memaksakan diri tetap bertahan di Jabodetabek. 

Harga yang ditawarkan juga masih sama, kalaupun ada kenaikan harga hanya seribu sampai dua ribu Rupiah saja. Bubur ayam masih 8000 Rupiah, bubur kacang hijau cuma naik seribu, roti tawar naik 2000 jadi 10 Ribu Rupiah, tahu goreng masih 500 Rupiah, tahu mentah naik seribu jadi 7000 rupiah per 10 potong. Belum ada lonjakan kenaikan harga yang signifikan sehingga tidak sampai menimbulkan inflasi yang tinggi.

Inilah mungkin skenario moderat yang diinginkan pemerintah, kegiatan ekonomi terutama yang menyangkut usaha kecil tetap jalan tanpa harus terganggu oleh wabah yang belum juga menunjukkan tanda-tanda akan berakhir. Jangan sampai kegiatan usaha kecil ikut mati karena wabah corona yang berimplikasi timbulnya wabah lain yang tak kalah ganasnya seperti kelaparan serta meningkatnya kriminalitas.

Hanya mungkin yang perlu dipikirkan adalah perlindungan buat mereka yang tetap berdagang di tengah suasana seperti ini. Tidak hanya sekedar memakai masker tapi juga teknis berjualan yang aman dengan tetap mengedepankan pembatasan sosial, seperti di Singapura atau Thailand yang memakai tali untuk menyerahkan barang ke konsumen. Semoga wabah ini cepat berakhir dan mereka bisa kembali berdagang dengan normal kembali.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun