Mohon tunggu...
Dizzman
Dizzman Mohon Tunggu... Freelancer - Public Policy and Infrastructure Analyst

"Uang tak dibawa mati, jadi bawalah jalan-jalan" -- Dizzman Penulis Buku - Manusia Bandara email: dizzman@yahoo.com

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Artikel Utama

Ketika Para Guru Mulai Kehabisan Kuota Akibat Corona

2 April 2020   11:02 Diperbarui: 5 April 2020   23:52 2077
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
SI Bungsu Belajar Membaca di Rumah (Dokpri)

Pagi ini, saya memperoleh WA dari seorang guru kelas anak saya yang biasa memberi tugas harian atau mingguan. Maklum, anak masih belum boleh memegang hape sendiri, jadi setiap ada tugas selalu numpang ke nomor saya, mumpung lagi WFH jadi bisa di-share dengan anak. Isinya kurang lebih seperti ini:

"Para siswaku tercinta, mulai hari ini tugas-tugas harap ditulis saja di WA masing-masing, jangan berbentuk video atau foto atau dokumen di email. Terima kasih dan salam sehat selalu."

Awalnya, setiap penugasan mingguan wajib melampirkan video aktivitas siswa di rumah disamping tugas rutin.

Sementara untuk tugas harian wajib mengumpulkan bukti foto bahwa yang bersangkutan sendiri yang mengerjakan, bukan orang tuanya atau orang lain.

Sudah hampir sebulan sejak diliburkan awal Maret lalu anak saya rajin mengirimkan foto dan video ke gurunya melalui sebuah grup WA murid-muridnya.

Awalnya saya tidak menyadari apa yang terjadi karena di rumah kebetulan saya berlangganan wifi yang unlimited, jadi bebas akses berapapun kuotanya selama rajin bayar iuran tiap bulannya. Jadi anak saya rajin dan getol mengirimkan foto dan video ke gurunya tanpa dipikir panjang, lha wong kuotanya tak terbatas.

Saya baru sadar kalau ternyata tidak semua orang sama ketika menerima WA tersebut, bisa jadi karena jatah kuotanya nyaris habis akibat membuka satu persatu foto dan video anak didiknya yang berjumlah 25 orang tersebut.

Kebayang juga sih kalau satu video sekitar 5-8 MB, lalu setiap foto yang sudah di-resize rata-rata 200-300 kB, sekali kirim saja sudah menghabiskan kuota 6-10 MB per murid.

Kalau dikali 25 saja sudah 150-250 MB per minggu, itupun kalau tidak membuka aplikasi lain yang online atau membaca berita online. Berarti dalam sebulan kebutuhan rata-rata untuk keperluan membuka tugas anak didik saja sudah 1,5-2 GB.

Belum lagi ketika guru mengirim materi pelajaran dan tugas lewat document di email atau attachment di WA, paling tidak dalam sebulan bisa 1 GB sehingga total 2-3 GB habis untuk keperluan pendidikan saja, belum kebutuhan pribadi yang kepo info terkini.

Kalau di total mungkin sekitar 5 GB dihabiskan dalam sebulan oleh guru. Harga kuota 5 GB rata-rata antara 50-75 Ribu per bulan tergantung pada operator.

Buat kita pekerja tetap mungkin tidak terlalu kerasa, tapi buat guru, apalagi yang honorer tentu berat mengeluarkan uang sejumlah itu.

Apalagi, dengan kenaikan harga-harga kebutuhan pokok yang mulai merangkak sejak wabah corona merebak. Tentu kuota perut lebih penting daripada kuota data, karena sekolah juga tidak menyediakan anggaran bagi guru untuk beli kuota sehingga harus menyisihkan gajinya sendiri untuk membelinya.

Kemungkinan kedua, kuota memori di hapenya cepat penuh sehingga harus rajin menghapus file-file yang dikirim murid-muridnya. Kebayang, kan, kalau harus memeriksa satu persatu tugas murid di hape, betapa mata ini cepat lelah dan berair kalau dipaksakan.

Kalau memori hape rata-rata 32 GB dan sudah terpakai aplikasi separuhnya, berarti dalam waktu dua bulan pasti cepat penuh kalau tidak segera dihapus. Paling tidak file murid-muridnya kudu dipindah ke laptop atau komputer di rumah untuk mengurangi kuota memori, meski malah menjadi menambah pekerjaan baru memindahkan file satu per satu.

Nah, sekarang persoalan lainnya, bagaimana mau live streaming dengan murid-muridnya kalau kuota guru saja terbatas?

SI Bungsu Belajar Membaca di Rumah (Dokpri)
SI Bungsu Belajar Membaca di Rumah (Dokpri)
Mau ke sekolah cari wifi gratisan sama saja cari penyakit karena pasti rentan penularan di jalan maupun di sekolah. Di kafe atau resto yang menyediakan wifi gratis apalagi, jelas tidak mungkin di saat seperti ini. 

Akhirnya, hanya bahan pelajaran saja yang dikirim dalam bentuk ppt atau pdf, sementara tugas-tugas ditulis di WA agar lebih irit kuota.

Lagipula tidak semua murid seperti anak saya yang bisa menikmati wifi gratis di rumah.

Kebayang, kan, kalau orangtuanya pekerja harian yang belum tentu bisa beli pulsa, mau cari wifi gratis sama saja bunuh diri.

So, perlu dipertimbangkan lagi metode belajar di rumah melalui internet, agar guru dan murid tidak kebobolan kuota data.

Sudah seharusnya pemerintah menggratiskan internet untuk keperluan pendidikan, tidak hanya aplikasinya saja seperti RG tapi juga kuotanya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun