Walau jarang dilirik orang dan bukan menjadi tujuan wisata utama Indonesia, Bengkulu ternyata menyimpan potensi wisata sejarah yang cukup beragam.Â
Kita bisa menyaksikan aroma sejarah penjajahan Inggris yang tidak terdapat di daerah lain hingga kenangan cinta Bung Karno yang menemukan jodohnya di kota ini. Semua saksi sejarah tersebut masih terpelihara dengan baik serta menjadi obyek wisata unggulan di Bengkulu.
Dimulai dari Benteng Marlborough yang merupakan peninggalan Inggris era Sir Stamford Raffles yang menemukan bunga Rafflesia Arnoldii di Bengkulu.Â
Benteng ini dibangun tahun 1714-1719 oleh Gubernur Jenderal Inggris Joseph Callet untuk menggantikan benteng York yang sudah mulai rapuh. Benteng ini luasnya sekitar 4,4 Ha dengan bentuk seperti kura-kura yang dikelilingi parit yang saat ini sudah dikeringkan.Â
Di tengah benteng terdapat taman dan disekelilingnya terdapat beberapa bangunan yang dulu digunakan sebagai tangsi tentara, ruang tahanan, serta markas pasukan Inggris pada saat itu.
Sejak saat itu berakhirlah kekuasaan Inggris di Bengkulu sekaligus juga di wilayah teritori Indonesia sekarang. Benteng Marlborough tetap digunakan oleh Belanda untuk mempertahankan Bengkulu dari serangan musuh termasuk saat melawan Jepang sebelum akhirnya menyerah dan benteng tersebut direbut Jepang tahun 1942.Â
Tak jauh dari Benteng Marlboro terdapat monumen Thomas Parr untuk mengenang residen Inggris yang tewas pada tahun 1807 akibat pemberontakan rakyat setempat terhadap kekuasaan Inggris.Â
Masyarakat tidak suka dengan sikap Parr yang otoriter dan memerintahkan tanam paksa kepada petani setempat untuk menanam kopi, sementara tanaman pala dan cengkeh dilakukan oleh Inggris.Â
Oleh masyarakat setempat tugu tersebut dinamakan Kuburan Bulek atau makam orang asing, walaupun jenazah Parr sebenarnya dimakamkan di dalam benteng Marlborough bersama dua orang rekannya yang ikut tewas dalam pemberontakan tersebut.
Di sekitar alun-alun juga banyak bangunan penting seperti kantor pos, gereja, gedung daerah, dan balai adat Bengkulu. Kita bisa jalan kaki dari benteng hingga ke arah alun-alun dan bangunan di sekitarnya.
Sebagai arsitek, Soekarno memadukan corak Jawa dan Sumatera dalam pembangunan kembali masjid tersebut tahun 1938. Di pertengahan jalan antara alun-alun dengan masjid jami itulah terletak hotel Cordella Inn tempat saya menginap saat berdinas ke Bengkulu sekaligus berwisata.
Posisi hotel Cordella Inn yang strategis di pusat kota Bengkulu membuat saya mudah untuk berwisata sejarah karena lokasinya tak terlalu jauh dari hotel tersebut.Â
Benteng Marlborough hanya sekitar 1 kilometer saja dari hotel, alun-alun sekitar 700 meter, bahkan masjid jamik hanya 400 meter saja. Sementara itu rumah pengasingan Bung Karno sekitar 1,5 kilometer, dan 1,3 kilometer ke rumah Fatmawati serta pusat oleh-oleh khas Bengkulu di jalan Fatmawati dekat simpang lima.
Keduanya berlokasi tak jauh dari simpang lima Ratu Samban yang terkenal dengan pusat oleh-oleh khas Bengkulu. Di rumah pengasingan inilah dulu Bung Karno tinggal bersama Inggit dan putri angkatnya Ratna Djuami yang berteman dengan Fatmawati.Â
Di kota ini pulalah Bung Karno jatuh cinta dengan Fatmawati, dan akhirnya mereka menikah setelah terlebih dahulu Bung Karno bercerai dengan Inggit Garnasih.
Semua obyek wisata sejarah tersebut terletak di pusat kota dengan radius kurang dari lima kilometer, termasuk pantai Panjang di sisi barat dan pantai Tapak Paderi yang terletak dekat dengan Benteng Marlborough.Â
Jadi dengan nginap di Cordella Inn, semua obyek wisata tersebut dapat dijangkau dengan mudah baik berjalan kaki atau angkutan umum. Kalau sedang malas atau cuaca panas/hujan kita bisa menggunakan kendaraan sewaan untuk berkeliling ke semua obyek tersebut dari pagi hingga sore hari sampai puas.
Saya rekomendasi hotel Cordella Inn karena selain berada di pusat kota dan dekat obyek wisata, juga di sekitarnya terdapat aneka rumah makan dengan berbagai macam hidangan sehingga tak perlu jauh-jauh, cukup berjalan kaki dari hotel saja.Â
Demikian juga dengan toko swalayan yang letaknya dekat masjid Jamik, tak terlalu jauh juga dari hotel, saat hendak membeli cemilan atau toilettries yang ketinggalan seperti sabun atau pasta gigi, walau di hotel juga sudah disediakan. Harganya jelas bersaing dengan hotel lain sejenis dan sangat terjangkau oleh pegawai seperti saya yang juga hobi travelling.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H