Astaghfirulloh. Air mata langsung menetes mendengar keluh kesah beliau. Kebayang betapa sulitnya mencari penumpang di saat seperti ini. Hari biasa saja mereka sudah bersaing dengan ojek online, apalagi pada kondisi sekarang ini. Benar-benar mengerikan melihat dampak langsung dari wabah corona yang sedang melanda negeri ini.
Dampaknya tak sekedar banyaknya jumlah korban yang sakit dan meninggal, tetapi juga merambat pada menurunnya kegiatan ekonomi yang berimbas pada berkurangnya pendapatan secara signifikan terutama pada masyarakat yang penghasilannya bergantung pada konsumen seperti supir taksi, ojol, dan usaha kecil lainnya.
Kebijakan untuk merumahkan siswa dan para pekerja juga berdampak langsung pada menurunnya penghasilan para pengemudi ojol baik roda dua maupun roda empat.Â
Saat saya berada di sebuah kota kecil, supir taksi online mengeluhkan menurunnya pendapatan akibat libur sekolah dan orang kerja. Biasanya dia dapat order mengantar anak sekolah pagi hari dan pulang kerja di sore hari, namun beberapa hari terakhir nyaris tak ada order dari langganannya, hanya tamu-tamu selintas seperti saya ini.
Demikian juga dengan supir rental harian, biasanya mereka selalu kebagian mengantar tamu setiap hari. Sekarang baru saya saja yang mengambil ordernya setelah beberapa hari off akibat di-cancel para pelanggan yang sudah memesan namun tak jadi berangkat.Â
Bahkan order ke Jogja dan Malangpun dibatalkan karena obyek wisatanya tutup sehingga konsumen terpaksa menunda liburannya dan membatalkan sewa mobilnya.
Selain taksi online dan offline, beberapa pedagang oleh-oleh terutama yang biasanya ramai dikunjungi konsumen luar kota sudah tutup mulai hari Senin kemarin.
Mereka dihimbau untuk tutup oleh pemerintah setempat untuk menghindari penyebaran virus corona akibat berdesakan di tempat yang sempit. Sayapun terpaksa mengetuk pintu toko di sebelahnya yang juga ikutan tutup, namun masih membuka toko bila dipencet belnya dan hanya melayani sedikit orang saja.
Lagi-lagi, setiap ada peristiwa seperti ini, orang kecil seperti merekalah yang menjadi korban pertamanya. Orang-orang gajian seperti saya mungkin masih bisa bertahan hidup karena pendapatannya relatif tetap, tapi bagaimana dengan mereka yang mengandalkan hidupnya pada konsumen yang tidak tentu datangnya.Â
Kita tak bisa hanya bilang mari berkorban demi mempercepat hilangnya wabah, karena mereka sudah terlalu banyak berkorban untuk kita yang berpenghasilan tetap.
Bersyukurlah ada upaya berbagai pihak untuk menolong mereka seperti memesan makanan online untuk mereka, melebihkan pembayaran jasa taksinya, dan berbagai upaya lainnya untuk sekedar melepas beban berat sementara waktu.Â