Mohon tunggu...
Dizzman
Dizzman Mohon Tunggu... Freelancer - Public Policy and Infrastructure Analyst

"Uang tak dibawa mati, jadi bawalah jalan-jalan" -- Dizzman Penulis Buku - Manusia Bandara email: dizzman@yahoo.com

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Kala Pejabat (Tak Lagi) Bangga Menggunakan Plat Merah

17 Februari 2020   15:03 Diperbarui: 17 Februari 2020   15:03 938
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Zaman saya kecil dulu, naik mobil plat merah merupakan sebuah kebanggaan. Betapa tidak, yang bisa memakai mobil tersebut hanya pejabat pemerintah saja dan kedudukannya cukup tinggi. 

Mungkin sebagian dari kita masih ingat VW Safari yang digunakan camat keliling kampung menyambangi masyarakat sekaligus menengok pembangunan di wilayahnya. 

Saya dan teman-teman pasti mengerubungi mobil tersebut dan ikut naik bersama pak camat keliling lapangan kecamatan. Rasa bangga diajak pak camat masih ada dan selalu terkenang hingga sekarang karena jarang-jarang bisa ikut menikmati mobil berplat merah tersebut.

Dulu jadi pejabat merupakan kebanggaan, apalagi bila mendapat jatah mobil dinas. Saat musim lebaran mobil tersebut turut serta dibawa pulang kampung sebagai simbol kebanggaan sudah jadi orang di kota. 

Kalau parkir di pinggir jalan biasanya tukang parkir enggan memungut parkir, malah memberi hormat pada pemilik plat merah tersebut. Apalagi kalau ada razia, biasanya aparat segan untuk menyetop mobil berplat merah tersebut, daripada cari perkara malah turun pangkatnya.

Zaman sudah berubah, reformasipun ikut mengubah segalanya. Aturan makin diperketat termasuk larangan membawa mobil berplat merah di luar urusan dinas, apalagi buat dibawa pulang kampung. 

Jadi pejabat bukan lagi sebuah kebanggaan, malah sebaliknya jadi sasaran kemarahan warga yang tak puas dengan kinerjanya. Sudah sering kita dengar mobil dinas dicegat bahkan hingga dibakar massa saat terjadi demo warga. Padahal belum tentu pembawa mobil dinas tersebut bersalah, namun karena merupakan simbol pemerintah mereka sudah tak peduli lagi siapa yang menggunakan.

Pejabat juga tak lagi bebas menggunakan mobil berplat merah di luar urusan dinas. Kalau terlihat parkir di pusat perbelanjaan saat jam kerja, satpol PP siap menggerebek pemilik mobil tersebut. 

Apalagi ketahuan nangkring di karaoke atau klab malam, habis sudah urusan. Walau boleh dibawa pulang, namun tetap saja rasa was-was melanda, kalau-kalau ada yang mencegat di jalan atau demo di depan rumahnya karena ketahuan jadi pejabat penting.

Untuk mengakalinya, mobil berplat merah tersebut memiliki nomor plat hitam dengan kode khusus. Jadi kalau ada urusan di luar dinas, plat berwarna hitam tersebut dipakai. Bahkan sekarang pergi ke tempat kerjapun tetap menggunakan plat nomor hitam untuk menghindari kejadian di luar dugaan, jadi seolah mobil tersebut adalah tamu. 

Nyaris tak terlihat lagi kendaraan berplat merah di kantor pemerintah kecuali kendaraan dengan fungsi khusus seperti truk sampah, mobil tangki air, mobil operasional bak terbuka, atau mobil pemadam kebakaran.

Namun tak selamanya pejabat enggan berplat merah karena hal-hal tersebut di atas. Pemerintah juga sedang melakukan efisiensi anggaran, salah satunya adalah mengurangi pengadaan mobil dan diganti dengan sistem sewa. 

Jadi kalau sekarang ada pejabat berplat hitam bukan melulu berarti tukar plat, tapi memang menggunakan mobil sewaan. Sewa mobil lebih praktis karena tak perlu lagi biaya pemeliharaan yang tinggi, kalau rusak tinggal tukar mobil yang baru. Selain itu juga untuk mengurangi aset yang tak terpakai dan harus diputihkan apabila kendaraan tersebut sudah tidak digunakan lagi.

Sistem sewa terkadang memang lebih menguntungkan, terutama untuk aset-aset yang mudah rusak dan usang seperti mobil, motor, komputer, laptop, dan sebagainya. 

Dengan sewa pemerintah tak perlu mengeluarkan biaya pemeliharaan yang membebani keuangan negara terutama pada aset yang sudah mulai tua usia dan sering rusak. Lagipula pemerintah tak perlu lagi melelang kendaraan dinas yang prosesnya kadang cukup rumit karena menyangkut aset yang harus dilepaskan. 

Dengan sistem sewa, harga sewa bisa berbeda-beda walau merek mobil sama sehingga timbul persaingan sehat sekaligus mengurangi peluang korupsi karena pengadaan mobil bisa dilakukan dengan penunjukan langsung untuk merek tertentu.

Sistem sewa bukan berarti bebas dari peluang korupsi, namun yang terpenting adalah pengawasannya. Apapun bentuknya selama pengawasannya lemah tetap saja akan membuka peluang untuk korupsi. 

Hanya memang mobil sewa tak bisa berplat merah karena bukan aset negara, tapi aset perusahaan yang disewakan kepada negara. So, tak perlu berburuk sangka bahwa pejabat yang menggunakan mobil berplat hitam karena tak lagi bangga berplat merah. 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun