Mohon tunggu...
Dizzman
Dizzman Mohon Tunggu... Freelancer - Public Policy and Infrastructure Analyst

"Uang tak dibawa mati, jadi bawalah jalan-jalan" -- Dizzman Penulis Buku - Manusia Bandara email: dizzman@yahoo.com

Selanjutnya

Tutup

Otomotif Artikel Utama

Zaman Sudah Digital, Masih Perlukah Calo Tiket Transportasi?

27 Desember 2019   08:15 Diperbarui: 27 Desember 2019   10:48 465
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Masih ingatkah dulu ketika kita datang ke terminal bus, stasiun kereta api, pelabuhan, atau bandara, selalu ada orang yang menawarkan jasa pembelian tiket, apalagi saat lebaran dan liburan tiba.

Para calo dengan gagah perkasa menawarkan tiket yang sudah ditangan mereka dengan harga dua hingga tiga kali lipat dari harga tiket normal, sementara tiket di konter sudah sold out alias habis terjual.

Para calon penumpang yang memang benar-benar butuh tiket terutama untuk keperluan mudik terpaksa harus menuruti permintaan calo atau gagal berangkat alias kembali ke rumah dengan tangan hampa.

Calo benar-benar berkuasa tanpa ada yang mampu mencegah keberadaan mereka. Pemerintah berulang kali melakukan razia, namun tetap saja calo masih berkeliaran walau dengan sembunyi-sembunyi alias kucing-kucingan dengan petugas. Toh kalau tertangkap paling apes rugi bandar, tidak sampai tahunan di dalam penjara.

Zaman berubah, era digital hadir menawarkan solusi tiket online. Semua bisa dibeli secara online sehingga tak perlu lagi antre di depan loket.

Apalagi pemerintah semakin ketat mengawasi penjualan tiket, terutama tiket pesawat yang sudah tak boleh lagi dijual di loket bandara. Semua harus melalui agen penjualan atau beli secara online untuk mendapatkan tiket pesawat. 

Sementara kereta api masih melayani penjualan secara go show, namun cepat ludes karena sudah habis dibeli secara online terutama saat liburan atau lebaran. Tinggal bus dan kapal yang masih menyisakan penjualan offline karena belum sepenuhnya terkoneksi dengan internet.

Kadang walau sudah beli online masih harus konfirmasi lagi dengan agen resmi tiketnya untuk memastikan tempat duduk yang masih tersedia karena agen tersebut kadang malas mencek pesanan online.

Bus memang jadi alternatif terakhir bila tiket kereta api habis dan tiket pesawat terlampau mahal. Jadi agen lebih senang jual go show untuk menampung calon penumpang yang kehabisan tiket kereta api maupun pesawat.

Alasan lainnya agar penumpang yang belum mengerti cara membeli online bisa tetap memperoleh tiket. Seperti kapal feri yang tetap menjual offline karena banyak penduduk pulau lokal yang belum bisa pesan online dan perginya tidak terencana alias dadakan.

Namun apakah calo benar-benar menghilang di stasiun maupun bandara?

Calon Penumpang di Bandara (Dokpri)
Calon Penumpang di Bandara (Dokpri)
Tidak juga ternyata. Calo masih tetap ada, hanya berubah fungsi saja. Kalau dulu mereka bisa nekat membeli tiket terlebih dahulu, sekarang tugas mereka adalah membelikan tiket buat calon penumpang yang belum mengerti penggunaan aplikasi.

Saya pernah menemukan di sebuah kafe di sudut bandara kecil, seorang kakek tua yang kebingungan hendak membeli tiket pesawat didatangi calo kemudian ditawarkan untuk membelikan tiket via aplikasi.

Setelah sang kakek menyerahkan KTP, calopun langsung membuka hape mencari tiket yang diminta. Tak sampai lima menit, tiket diperoleh dan dicetak di kounter maskapai yang bersangkutan. Uangpun berpindah tangan dari sang kakek ke calo, selesai sudah urusan.

Di stasiun kereta api lain lagi. Kalau sedang peak season dan tiket sulit didapat, calo menawarkan alternatif angkutan dengan menggunakan mobil carteran, biasanya tiket jarak pendek dan menengah seperti Jakarta - Bandung atau Jakarta - Cirebon, kadang juga berani sampai Semarang bila calon penumpangnya cukup.

Kalau tidak penuh para calon penumpang diminta membayar ongkos borongan satu mobil dibagi jumlah penumpang yang ada. Modus menawarkannyapun cukup hati-hati, tidak lagi terang-terangan seperti dulu karena keamanan stasiun semakin ketat.

Kalau di terminal bus jangan ditanya, calo masih berkeliaran bebas menawarkan tiket walau tak segarang dulu. Masih banyak agen bus yang enggan menjual tiket online sehingga memudahkan calo mencari penumpang.

Memang tidak salah juga sih, karena seperti sudah ditulis di atas, bus menjadi alternatif terakhir para calon penumpang dadakan yang tidak kebagian tiket kereta api maupun pesawat. Demikian juga dengan kapal laut yang masih setengah hati menjual tiket online, semata karena alasan yang hampir sama.

Memang ada untung dan rugi beli tiket online. Bagi penumpang untungnya bisa reservasi lebih awal tanpa takut repot mengantre di stasiun atau bandar, tapi ruginya kalau tiba-tiba harus pergi mendadak, misalnya harus melayat orang meninggal atau menengok orang sakit yang datangnya juga tiba-tiba.

Saya sendiri sering merasakan hal itu ketika harus tugas mendadak sementara tiket sudah fully booked. Kalau tidak menunda satu hari terpaksa menggunakan moda angkutan lain, yang penting sampai di tempat sesuai jadwal.

Lebih rugi lagi bila tiba-tiba batal berangkat menjelang hari atau jam keberangkatan. Tiket otomatis hangus alias tidak bisa di-refund, kalaupun bisa nilainya kecil sekali dan tidak cukup untuk beli tiket pengganti.

Jadi, selama belum semua orang mampu menggunakan teknologi digital, selama itu pulalah calo masih tetap eksis. Paling tidak untuk kondisi mendadak masih diperlukan calo untuk mencarikan tiket.

Lagipula sesungguhnya dalam arti positif calo kadang diperlukan untuk membantu pembelian tiket yang mungkin ribet bagi sebagian orang. Calo masih punya akses ke 'orang dalam' untuk mencari tiket yang biasanya kadang disisakan untuk kepentingan mendadak VIP terutama tiket pesawat.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Otomotif Selengkapnya
Lihat Otomotif Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun