Mohon tunggu...
Dizzman
Dizzman Mohon Tunggu... Freelancer - Public Policy and Infrastructure Analyst

"Uang tak dibawa mati, jadi bawalah jalan-jalan" -- Dizzman Penulis Buku - Manusia Bandara email: dizzman@yahoo.com

Selanjutnya

Tutup

Trip Artikel Utama

Berlatih Menghadapi "Uncertainty" Saat Travelling

17 Desember 2019   11:50 Diperbarui: 19 Mei 2023   18:55 232
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Solo Travelling Menembus Ketidakpastian (Dokpri)

Menjalani hidup ibarat menghadapi sebuah ketidakpastian walau setumpuk rencana telah dimatangkan. Ada saja halangan baik yang tiba-tiba atau memang sudah diprediksi sebelumnya. Sering kita tidak siap menghadapi halangan tersebut sehingga akhirnya malah terjerumus ke dalam lorong tiada ujung yang membuat frustasi tanpa solusi. Akhirnya kita hanya bisa berdiam diri merenungi nasib yang telah terjadi.

Ternyata menghadapi ketidakpastian itu harus dilatih, tidak bisa datang begitu saja. Salah satu teknik melatihnya adalah dengan travelling, lebih bagus lagi solo travelling. Mengapa?

Karena banyak hal di luar dugaan terjadi saat travelling. Pernahkah suatu kali ketinggalan kereta, bis, atau pesawat? Mungkin itu masih hal biasa. Lalu tiba-tiba pesanan hotel penuh alias overbooked? Atau mobil tiba-tiba mogok di tengah hutan belantara dan jauh dari bengkel.

Pernahkah mengalami berada 'in the middle of nowhere'? Misalnya tiba-tiba dioper bis atau angkot di tempat yang tidak dikenal?

Lalu berada di perbatasan negara, setelah keluar negara A hendak masuk ke negara B, tiba-tiba negara B menolak sementara negara A tidak mau menerima lagi. Masih banyak lagi kejadian yang tak terduga alias uncertainty yang mungkin dialami saat travelling.

Ada beberapa hal yang tidak kita sadari dilakukan saat terjadi uncertainty dalam perjalanan. Pertama, kita dituntut untuk berpikir cepat mencari solusi ketika terjadi masalah.

Misalnya, ban pecah di daerah yang jauh dari tukang tambal ban sementara ban cadangan juga pecah dan hari semakin gelap. Mau tak mau kita harus meminta tolong kendaraan yang lewat untuk menuju tukang tambal ban terdekat. Kalau tidak ada yang lewat terpaksa harus cari tempat menginap dan meninggalkan kendaraan dalam keadaan aman.

Kedua, kita dipaksa untuk menyiapkan plan B atau alternatif lain ketika menemui jalan buntu. Misalnya ternyata obyek wisatanya tutup, bisa karena tidak beroperasi lagi atau memang hari libur buat pengurusnya, maka kita harus mencari obyek lain tak jauh dari lokasi tersebut agar perjalanan tetap menyenangkan dan tidak mubazir.

Atau ternyata uang kita tidak cukup untuk berkunjung ke tempat tersebut karena sangat mahal seperti di Singapura, maka alihkan wisata ke tempat-tempat yang gratisan atau murah tiket masuknya.

Ketiga, harus selalu tersedia uang tunai dalam jumlah cukup untuk mengantisipasi tidak adanya ATM atau tidak adanya toko/warung yang menerima pembayaran non tunai.

Misalkan, makan di warung Tegal pinggir jalan tentu harus bayar tunai karena tidak menerima gesek kartu. Jangan terlalu banyak jumlahnya karena bisa mengundang orang tak dikenal untuk turut menikmati uang yang kita bawa.

Keempat, rasa pasrah akan tercipta dengan sendirinya ketika terjadi uncertainty. Pasrah bukan berarti menyerah, tapi tidak menyesali apa yang terjadi dan berusaha untuk mencari jalan terbaik di tengah kesulitan yang menimpa saat perjalanan.

Selain itu uncertainty juga melatih mengendalikan emosi untuk tetap sabar disamping pasrah, tidak cepat marah atau melampiaskan kekesalan, tetap berkepala dingin walau hati panas.

Bayangkan di satu tempat terpencil, tidak ada orang yang bisa menolong, kita berdiri sendiri merenungi nasib saat pecah ban atau mobil mogok. Mau marah juga tak berguna, karena tak akan mengubah keadaan. Satu-satunya jalan hanya bisa pasrah sambil tetap berupaya mencari jalan keluar, misalnya berjalan ke desa terdekat untuk meminta pertolongan, siapa tahu dalam perjalanan ada orang yang lewat.

Terakhir, uncertainty semakin mendekatkan diri kepada Tuhan Yang Maha Kuasa. Kita sadar bahwa hanya kepadaNyalah pertolongan diharapkan, manusia hanyalah perantara saja, tapi atas kuasaNyalah pertolongan itu akan datang.

Percayalah bahwa di balik kesulitan itu pasti ada kemudahan di dalamnya. Tak mungkin Tuhan membiarkan hidup kita merana kalau kita selalu mengingatNya.

* * * *

Jadi, tak perlu merasa rugi ketika terjadi uncertainty saat travelling. Pengalaman memang mahal, bahkan sangat mahal harganya.

Tetapi pengalaman tersebut suatu saat berguna ketika menghadapi uncertainty dalam kehidupan nyata. Kita menjadi semakin terlatih menghadapi kesulitan hidup bila sering bepergian jauh alias travelling.

Travelling tak cuma sekedar bersenang-senang membuang uang, tapi juga banyak manfaat dan ilmu yang bisa diperoleh selama dalam perjalanan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Trip Selengkapnya
Lihat Trip Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun