Mohon tunggu...
Dizzman
Dizzman Mohon Tunggu... Freelancer - Public Policy and Infrastructure Analyst

"Uang tak dibawa mati, jadi bawalah jalan-jalan" -- Dizzman Penulis Buku - Manusia Bandara email: dizzman@yahoo.com

Selanjutnya

Tutup

Trip Artikel Utama

Menanti Dirut Garuda yang Ramah Konsumen

5 Desember 2019   20:23 Diperbarui: 6 Desember 2019   11:19 554
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sayap Garuda (Dokpri)

Terungkapnya skandal motor HD yang menyeret nama AA Dirut Garuda seolah merupakan karma atas berbagai kebijakan yang tidak ramah konsumen. 

Pasalnya di zaman kepemimpinan beliaulah harga tiket Garuda merangkak naik bahkan hingga menyentuh tarif batas atas yang ditetapkan Kemenhub.

Garuda saat ini hanya menjual tiket satu kelas saja yaitu kelas Y, padahal maskapai premium lain masih memberlakukan berbagai kelas harga termasuk kelas promo. Selain itu fasilitas untuk konsumen mulai berkurang secara bertahap.

Pertama, tiadanya lagi jatah makan untuk penerbangan antara 1-2 jam seperti Jakarta - Pekanbaru atau Banjarmasin, padahal sebelumnya ada. Jatah minuman ringan juga hilang untuk penerbangan kurang dari dua jam.

Kedua, fasilitas lounge juga dibatasi hanya untuk kelas platinum dan bisnis saja. Padahal sebelumnya kelas gold juga masih diperbolehkan masuk. Memang jadi lebih eksklusif, namun tak sebanding dengan harga tiket yang dijual mahal.

Ketiga, koran juga sudah tidak dibagikan lagi, padahal dalam penerbangan domestik Garuda tidak ada fasilitas wifi. Kalaupun ada hanya dipasang di pesawat berbadan besar serta berbayar di saat maskapai lain mulai menggratiskan wifi on board. Kebayang betapa betenya terbang tiga hingga lima jam tanpa bacaan di pesawat.

Keempat, pengurangan rute-rute yang tidak ekonomis. Padahal Garuda adalah maskapai nasional yang punya kewajiban untuk menjangkau wilayah terpencil sebagai bagian dari tanggung jawab sosial perusahaan BUMN untuk melayani seluruh warga negara tanpa kecuali.

Garuda bukan perusahaan swasta yang hanya mencari keuntungan belaka. Sangat aneh bila rute ke daerah terpencil justru dilayani oleh perusahaan swasta, bukan Garuda.

Ironisnya, di tengah pengurangan berbagai fasilitas tersebut, Garuda justru jor-joran mengganti seragam pramugari dengan model baru. Selain itu Garuda malah meluncurkan boarding pass baru yang memanfaatkan halaman belakang sebagai media promosi.

Boarding pass baru ternyata juga hanya untuk penerbangan tertentu saja. Saya baru sekali memperoleh boarding pass baru saat baru saja diluncurkan. Setelah itu kembali polos seperti biasa, bahkan kertasnya lebih tipis dari sebelumnya.

Lagipula tak banyak gunanya boarding pass berwarna karena mesin swacetak tidak dilengkapi dengan kertas tersebut. Bahkan kertasnya lebih jelek daripada yang dicetak di konter check in.

Saya berharap dirut baru pengganti AA dapat lebih ramah dengan konsumen. Minimal kembalikan program tiket promo dan kelas harga berjenjang seperti dulu, walau tak harus selalu murah banget, tapi bisa antara 60-70% dari tarif batas atas.

Dirut baru juga harus bisa mengkombinasikan rute gemuk dengan rute kurus agar tetap seimbang pemasukan dan pengeluaran. Carilah untung sebesar-besarnya dari rute gemuk, sebagian untuk mensubsidi rute kurus tapi menjangkau wilayah terpencil.

Kemudian fasilitas on board juga harus dibenahi. Kalau pasang wifi mahal, paling tidak ada colokan USB yang bisa digunakan untuk mengisi baterai karena dilarang menggunakan powerbank di atas pesawat.

Manjakan kembali konsumen dengan menu makanan yang lebih variatif, tidak itu-itu saja yang membosankan. Hidupkan kembali minuman pada penerbangan pendek karena tidak ada jual minuman di atas pesawat.

Terakhir, saya menunggu gebrakan dirut baru yang out of the box demi memanjakan konsumen. Apalagi dalam rangka mewujudkan 10 Bali baru, Garuda harus punya terobosan untuk menarik wisatawan berkunjung ke tempat-tempat tersebut.

Tanpa dukungan Garuda, percuma upaya pemerintah mempromosikan 10 Bali baru tersebut karena lokasinya memang jauh dan hanya mudah dijangkau oleh pesawat terbang.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Trip Selengkapnya
Lihat Trip Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun