Mohon tunggu...
Dizzman
Dizzman Mohon Tunggu... Freelancer - Public Policy and Infrastructure Analyst

"Uang tak dibawa mati, jadi bawalah jalan-jalan" -- Dizzman Penulis Buku - Manusia Bandara email: dizzman@yahoo.com

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Ketika Ajaran Rasulullah Malah Dicontek Negara Barat

11 November 2019   21:23 Diperbarui: 11 November 2019   21:21 360
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Saya pergi ke Barat dan melihat Islam, tapi tak ada Muslim

Saya pergi ke Timur dan melihat Muslim, tapi tak ada Islam

(Mohammad Abduh)

Islam pada hakitatnya berarti selamat atau pembawa keselamatan bagi seluruh umat manusia. Ajaran Islam yang disampaikan oleh Rasulullah SAW berisi petunjuk bagaimana seharusnya manusia menjalankan hidupnya sebagai kalifah fil ardi alias pemimpin di muka bumi ini. 

Manusia harus jujur, disiplin, amanah, cerdas, sedekah baik harta maupun ilmu, serta menjauhi segala larangan seperti berbohong, mencuri, korupsi, dan sebagainya.

Rasul sendiri sudah memberi contoh dan seharusnya diteladani oleh umatnya. Namun ironisnya dewasa ini justru perilaku sebaliknya yang ditunjukkan oleh sebagian umatnya malah bertolak belakang dengan teladan yang telah ditunjukkan Rasul melalui sunahnya. Hanya ibadah ritual saja yang ditiru, namun tidak sampai kepada substansi dan filosofinya.

Sebuah penelitian yang dilakukan sejak lima tahun lalu oleh Hossein Askari, guru besar ekonomi dan politik University of Washington menunjukkan bahwa nilai-nilai Islam (diluar praktek ibadah) justru malah dipraktekkan oleh negara-negara dengan mayoritas penduduk non-muslim. 

Penelitian dilakukan dengan menggunakan tiga parameter utama yaitu ekonomi, hukum dan pemerintahan, serta politik dan hak asasi manusia. 

Dari penelitian terakhir tahun 2018 Selandia Baru menempati peringkat pertama sebagai negeri yang paling menerapkan nilai-nilai Islam dengan nilai tertinggi 9,2 alias mendekati sempurna, disusul oleh Swedia, Belanda, Islandia, dan Swiss. 

Sementara negara Islam tertinggi berada pada peringkat ke-45 yaitu Uni Emirat Arab dengan nilai 6,18, disusul Albania, Malaysia, Qatar, dan Bosnia Herzegovina. Indonesia sendiri berada di peringkat 64 dengan nilai 5,05, pertanda berada di tengah-tengah.

Dikutip dari kompas.com, Askari menegaskan bahwa jika sebuah negara memiliki ciri-ciri tak ada pemilihan, korup, opresif, memiliki pemimpin yang tak adil, tak ada kebebasan, kesenjangan sosial yang besar, tak mengedepankan dialog dan rekonsiliasi, negara itu tidak menunjukkan ciri-ciri Islami. 

Anehnya banyak negara yang mengakui diri Islami tapi justru sering berbuat tidak adil, korup, dan terbelakang secara ekonomi. Malah negara-negara barat yang jelas-jelas didominasi oleh non-muslim malah lebih merefleksikan ajaran Islam termasuk dalam pengembangan ekonominya.

Jujur harus diakui bahwa di negara-negara muslim, terutama di Indonesia, pengajaran Islam lebih dititikberatkan pada ibadah formal dan perilaku normatif yang tampak di permukaan. 

Namum di balik itu semua ternyata tersimpan perilaku negatif bak gunung es yang hanya sedikit menyembul ke permukaan. Masalah korupsi, ketimpangan sosial, ketidakadilan, kemiskinan, masih saja menjadi persoalan yang tiada habisnya diperbincangkan namun tidak juga diperbaiki.

Kita sering bertindak tidak jujur, tidak amanah, tidak menyampaikan, dan tidak cerdas dalam kehidupan sehari-hari. Namun karena sudah menjadi perilaku umum maka hal-hal tersebut menjadi seolah biasa saja seperti tak pernah terjadi apa-apa. Sistem telah membentuk kita untuk berbuat seperti itu, dan justru menjadi anomali ketika kita ingin menerapkan nilai-nilai filosofis yang terkandung dalam ajaran Islam.

Akhirnya tumbuhlah kelompok-kelompok eksklusif yang mencoba mengasingkan diri dari lingkungan. Niatnya jelas, ingin kembali melaksanakan ajaran Islam secara murni dan konsekuen. Kalau jalan yang ditempuh benar hasilnya lumayan positif bagi lingkungan sekitarnya. Namun menjadi berbahaya ketika mereka salah mengikuti pengajian sehingga terjerembab ke dalam lingkungan  yang radikal.

Kita juga tidak bisa sepenuhnya menyalahkan mereka yang kadung terseret dalam arus radikalisme karena sedikit banyak ada pengaruh lingkungan yang tidak Islami yang membuat mereka akhirnya masuk ke dalam kelompok radikal tersebut. 

Seharusnya pemerintah dan masyarakat mulai bebenah diri, mulai menjalankan nilai-nilai Islam, bukan sekedar acara ritualnya saja tetapi juga perilaku yang jujur, amanah, anti korupsi sehingga mereka yang sudah terjerumus mau kembali hidup berdampingan secara normal.

Sayangnya, alih-alih mengubah perilaku, justru mereka dianggap seperti nyamuk yang harus dibasmi. Padahal tidak semua, mungkin sebagian besar hanya ikut-ikutan karena tidak tahu jalan yang benar ketika sedang mencari kebenaran. 

Ketidakmampuan pemerintah mengatasi korupsi, ketidakadilan, kesenjangan sosial yang semakin melebar, malah ditutupi dengan  isu-isu semacam ini. Padahal mereka juga bagian dari warga negara yang perlu mendapatkan perhatian apabila terlanjur tersesat.

Sudah saatnya kita sebagai umatnya memulai perubahan mendasar demi kemajuan negeri ini. Jangan sampai kita kalah dengan negara-negara barat yang justru malah mempraktekkan nilai-nilai Islami dibanding pemeluknya sendiri. Sudah terbukti bahwa ajaran Islam bila dilaksanakan dengan benar akan membawa kemakmuran.

Sumber:

(1) Republika

(2) Islamicity-index

(3) kompas.com

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun