Setiap orang akan berusaha mengamankan posisinya sendiri dan malah bakal menimbulkan persaingan tidak sehat di antara sesama pegawai.Â
Proses pengisian jabatan masih menggunakan pola lama, dengan model DUK alias daftar urut kedekatan dengan menteri atau dirjen, padahal sudah ada sistem lelang jabatan yang ternyata hanya sekedar memenuhi persyaratan administrasi saja.
* * * *
Sebuah kebijakan yang revolusioner hanya akan menghasilkan dua pilihan, berhasil gemilang atau gagal sama sekali. Masih ingat dalam ingatan kebijakan rapat di kantor demi efisiensi anggaran, ternyata membuat hotel dan katering nyaris bangkrut karena selama ini lebih dari 50% pelanggannya adalah instansi pemerintah, apalagi di daerah.Â
Pengusaha hotel teriak dan kebijakan tersebut akhirnya dilonggarkan kalau tidak bisa disebut dibatalkan.
Secara pribadi saya lebih setuju jabatan fungsional kembali dihidupkan dan difungsikan sesuai dengan tugasnya. Jangan lagi jabatan fungsional hanya digunakan untuk menampung para mantan pejabat yang berseberangan dengan pimpinan tertinggi (menteri, gubernur, bupati/walikota) yang hanya menghabiskan anggaran namun hasilnya tak sesuai harapan karena mereka tak mungkin mau mengetik sendiri, turun ke lapangan seperti anak-anak muda pegawai baru.
Program perampingan eselon akan lebih baik disandingkan dengan program golden shake hand atau pensiun dini bagi mereka yang sudah berusia mendekati pensiun daripada memaksakan diri mengisi jabatan fungsional yang tidak berfungsi dengan baik.Â
Mereka yang sudah berusia tua tak mungkin lagi bekerja optimal seperti anak muda dan bersaing dengan mereka sehingga lebih efektif dipensiunkan dan diberi pesangon sebagai penghormatan atas jasa-jasanya selama ini.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H