Mohon tunggu...
Dizzman
Dizzman Mohon Tunggu... Freelancer - Public Policy and Infrastructure Analyst

"Uang tak dibawa mati, jadi bawalah jalan-jalan" -- Dizzman Penulis Buku - Manusia Bandara email: dizzman@yahoo.com

Selanjutnya

Tutup

Otomotif Artikel Utama

Gojek dan Lompatan Budaya Malaysia

24 Agustus 2019   15:59 Diperbarui: 25 Agustus 2019   04:31 775
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Nabiel Makarim, Pendiri Gojek Berpose dengan Mahathir dan Syed Sadiq (Sumber: dailysocial.id/gojek)

Sebuah kabar mengejutkan datang dari negeri jiran. Pemerintah Malaysia secara prinsip mengizinkan Gojek beroperasi di negerinya setelah dibahas dalam rapat kabinet yang disampaikan oleh menteri termuda dalam kabinet Mahathir Syed Sadiq sebagaimana dikutip dari laman detik.com. 

Beliau menyampaikan bahwa pemerintah akan melakukan peninjauan dan perubahan terhadap aturan hukum yang akan memungkinkan gojek beroperasi dengan tetap memperhatikan faktor keamanan dan kenyamanan berkendara.

Bahkan PM Mahathir pun turut membela keberadaan Gojek yang dinilai bakal membangkitkan ekonomi masyarakat terutama bagi kaum mileniial. Seperti dikutip dari detik.com di sini, Mahathir mempersilakan rakyat Malaysia untuk menggunakan Gojek atau tidak. "Jika Anda tak merasa aman, jangan digunakan. Anda mempunyai pilihan. Kami tak memaksa siapa pun untuk menggunakan layanan ride hailing berbasis motor," ujarnya.

Tentu saja hal ini menimbulkan kontroversi, salah satunya dari pengusaha taksi Shamsubahrin Ismail, pendiri perusahaan Big Blue Taxi Services, seperti dikutip dari suara.com. Komentarnya sedikit menyindir bahwa Gojek di Indonesia berhasil karena banyak rakyatnya yang masih miskin, sementara dari sisi budaya juga berbeda.

Kabar tersebut tentu benar-benar mengejutkan, tidak hanya bagi warga negeri jiran tapi juga kita di Indonesia. Selama ini Malaysia dikenal tegas melarang angkutan roda dua alias ojek beroperasi di wilayahnya karena rasio tingkat kecelakaan yang tinggi 42,5 kali dibanding bis dan 16 kali dibanding mobil. 

Saya sendiri selama berpetualang menjelajah Malaysia, belum pernah menemukan satupun ojek beroperasi di daerah perdesaan, apalagi di kota besar macam KL atau Johor.

Di sisi lain, masyarakat lokal terutama etnis Melayu cenderung gengsi untuk menjadi pekerja kasar seperti menjadi tukang ojek. Mereka lebih memilih menganggur daripada harus menjadi pembantu atau tukang batu. 

Oleh karena itu tidak heran kalau banyak pekerja kasar berasal dari etnis India atau Tionghoa. Malaysia juga menjadi surga bagi pekerja asing yang rela menjadi pekerja kasar, baik legal maupun ilegal. Mereka datang tak hanya dari Indonesia saja, tapi juga Bangladesh, Nepal, India, Sri Lanka, Kamboja, Filipina, dan Myanmar untuk mengadu nasib di negeri ini.

Inilah mungkin yang dikhawatirkan sebagian masyarakat Malaysia. Alih-alih memberdayakan masyarakat lokal, keberadaan Gojek nantinya justru akan memancing datangnya tenaga kerja asing untuk menjadi tukang ojek online. Apalagi rata-rata orang lokal sudah punya kendaraan pribadi sehingga layanan ojek tidak terlalu dibutuhkan. 

Motor sendiri bukan kendaraan favorit di Malaysia seperti yang saya saksikan selama menjelajah di negeri jiran tersebut. Jarang sekali terlihat orang lokal ramai-ramai naik motor seperti tampak di perempatan jalan. 

Paling terlihat satu dua motor saja nyelip di antara mobil-mobil yang mengantri lampu merah di perempatan. Bahkan sangat jarang motor melintas di jalan tol walau di sana diperbolehkan. Kebayang kalau di Indonesia motor boleh lewat jalan tol, seperti apa semrawutnya lalu lintas melihat motor-motor berlomba lari dengan kecepatan tinggi.

Jujur saja, sebagai travellers, saya merasakan betul perluya ojek di Malaysia. Tidak semua kota ada angkutan umum massal sehingga kita harus naik taksi atau omprengan yang ongkosnya jauh lebih mahal ketimbang ojek. 

Misal seperti di Langkawi kemana-mana kudu naik taksi atau omprengan karena tidak ada ojek, padahal jaraknya tidak terlalu jauh, tapi kalau harus jalan kaki suhunya panas di siang hari.

Kalau memang benar-benar jadi beroperasi di Malaysia, Gojek bakal mencatat sejarah baru karena berhasil mengubah budaya orang Malaysia yang nyaris tak pernah naik ojek serta membudayakan motor merajai jalanan. 

Ga kebayang kalau suatu saat nanti di sebuah perempatan di daerah Bukit Bintang KL dipenuhi kendaraan roda dua berhelm hijau muda khas Gojek. Gojek tak sekedar berbisnis tapi juga turut mengubah budaya setempat.

Sebagai jalan tengah, bisa saja diberlakukan seperti di Singapura, hanya roda empat saja yang boleh beroperasi. Tapi itu sama saja menambah keruwetan karena sudah ada jasa taksi online di negeri tersebut. Jadi yang ditawarkan Gojek adalah layanan berbasis roda dua untuk membedakannya dengan taksi online, tidak hanya Go-ride saja tapi juga food, massage, send, dan sebagainya.

Memang Gojek tidak serta merta langsung beroperasi karena harus ada aturan turunan yang perlu dimodifikasi agar bisa ngaspal di jalan. Pemerintah Malaysia harus bisa meredam gejolak para pengusaha taksi yang selama ini berpesta pora karena jarangnya pengemudi yang mau menyalakan argonya. 

Lagipula perlu diantisipasi hadirnya imigran gelap yang akan berprofesi sebagai pengemudi gojek agar selaras dengan keinginan PM Mahathir yang ingin membangkitkan ekonomi lokal dan membuka lowongan kerja bagi para milenial di negerinya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Otomotif Selengkapnya
Lihat Otomotif Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun