Jujur saja, sebagai travellers, saya merasakan betul perluya ojek di Malaysia. Tidak semua kota ada angkutan umum massal sehingga kita harus naik taksi atau omprengan yang ongkosnya jauh lebih mahal ketimbang ojek.Â
Misal seperti di Langkawi kemana-mana kudu naik taksi atau omprengan karena tidak ada ojek, padahal jaraknya tidak terlalu jauh, tapi kalau harus jalan kaki suhunya panas di siang hari.
Kalau memang benar-benar jadi beroperasi di Malaysia, Gojek bakal mencatat sejarah baru karena berhasil mengubah budaya orang Malaysia yang nyaris tak pernah naik ojek serta membudayakan motor merajai jalanan.Â
Ga kebayang kalau suatu saat nanti di sebuah perempatan di daerah Bukit Bintang KL dipenuhi kendaraan roda dua berhelm hijau muda khas Gojek. Gojek tak sekedar berbisnis tapi juga turut mengubah budaya setempat.
Sebagai jalan tengah, bisa saja diberlakukan seperti di Singapura, hanya roda empat saja yang boleh beroperasi. Tapi itu sama saja menambah keruwetan karena sudah ada jasa taksi online di negeri tersebut. Jadi yang ditawarkan Gojek adalah layanan berbasis roda dua untuk membedakannya dengan taksi online, tidak hanya Go-ride saja tapi juga food, massage, send, dan sebagainya.
Memang Gojek tidak serta merta langsung beroperasi karena harus ada aturan turunan yang perlu dimodifikasi agar bisa ngaspal di jalan. Pemerintah Malaysia harus bisa meredam gejolak para pengusaha taksi yang selama ini berpesta pora karena jarangnya pengemudi yang mau menyalakan argonya.Â
Lagipula perlu diantisipasi hadirnya imigran gelap yang akan berprofesi sebagai pengemudi gojek agar selaras dengan keinginan PM Mahathir yang ingin membangkitkan ekonomi lokal dan membuka lowongan kerja bagi para milenial di negerinya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H