Alhamdulillah saya hanya 2 kali ke toilet setiap harinya. Untuk menghindari antrean panjang, saya ke toilet setelah sholat Maghrib dan Subuh karena pada saat-saat itulah para jamaah sedang fokus ibadah.
Beruntung tenda kami dekat terowongan sehingga tak terlalu jauh dari Jamarat. Keberadaan terowongan juga membantu mengurangi panas terik yang menyengat, walau pernah terjadi tragedi beberapa tahun lalu karena jamaah saling berdesakan.Â
Sekarang sudah diatur jamaah dari maktab atau tenda mana saja yang boleh melintas sehingga tidak terjadi penumpukan jamaah pada satu waktu. Kalau terowongan penuh petugas langsung menutup jalan dan menggembok pagar maktab agar tidak ada yang memaksakan diri masuk ke terowongan.
Awan tampak mendung melindungi jamaah yang sedang melempar jumroh. Saat perjalanan pulang, hujan rintik-rintik mulai menerpa, lama-lama menjadi gerimis kecil hingga tiba di tenda.
Perjalanan hari pertama lancar dan tak terlalu ramai jamaah karena sudah diatur per maktab waktu untuk melempar jumroh. Hari pertama pula kami langsung tahallul atau mencukur rambut usai melempar batu dan menanggalkan baju ihrom berganti dengan pakaian biasa.
Esoknya pelemparan jumroh dilakukan di tiga tempat sekaligus, Jumratul Ula, Wustho, dan Aqabah. Menjelang masuk ke gedung Jamarat hujan deras melanda disertai dengan angin ribut. Sebagian jalan banjir semata kaki, namun perjalanan tetap lancar hingga ke tempat pelemparan batu.
Hujan masih lebat ketika kembali ke kemah membuat baju basah kuyup. Jalanan banjir dekat tenda maktab memaksa kami harus memutar agak jauh untuk menuju tenda. Semakin ramainya jamaah di arah sebaliknya membuat jalan ke maktab juga ditutup sehingga harus lewat jembatan untuk menyeberanginya.
Untunglah semuanya ketemu dalam waktu singkat dan terpaksa harus menata kembali tempat berbaring karena basah akibat banjir sesaat.